')">
Progress Membaca 0%

Chapter 1: BINTANG YANG TAK LAGI TERANG

Yantie Wahazz 11 Sep 2025 1,185 kata
GRATIS

Suasana bar malam ini cukup ramai. Seorang lelaki tampan dengan wajah yang sama sekali tak ramah sedang menghisap rokok dalam-dalam sebelum menghembuskannya dengan ketenangan yang dipaksakan. Asap mengepul menjadi berwarna warni mengikuti sorot lampu room yang mereka sewa malam ini. Beberapa perempuan dengan dandanan yang minimalis dan agresif terlihat duduk di sekitar Adam, lelaki tampan berwajah tak ramah itu.

Di kursi yang lain, beberapa lelaki yang juga teman Adam terlihat menikmati layanan gadis-gadis minimalis itu. Beberapa botol minuman beralkohol dengan cawan-cawan kristal terlihat di atas meja kaca ruangan itu. Musik yang membangunkan imaji terdengar menghentak dan hiruk pikuk. Namun, Adam sepertinya tak terganggu dengan semuanya itu. Lelaki itu memilik diam, menikmati rokok yang terus dihisapnya tanpa henti, dan sesekali meneguk minuman di depannya itu.

Godaan gadis-gadis cantik di sekitarnya tak mampu menggoyahkan hatinya. Apakah hati Adan sudah beku? Tentu saja tidak. Adam masih punya hati. Hanya saja dia terlanjur berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia akan menundukkan perempuan yang setengah mati dikejarnya namun tegas menolak cintanya, beberapa tahun lalu.

“Apakah kamu benar-benar akan tetap menunggunya yang hilang tanpa berita itu?” Edo, salah satu teman Adam bertanya setelah menyingkirkan seorang gadis yang duduk di sebelah Adam.

Adam terdiam dan hanya tersenyum kecil. Dadanya berdegup kencang penuh gejolak setiap kali dia ingat penolakan yang dilakukan gadis yang membekukan hasratnya itu. Ketika itu Adam nekat mengungkapkan perasaannya pasa Ariana, tapi respon Ariana sungguh di luar dugaannya. Awalnya, Adam tak mengira bahwa akan ada perempuan yang menolak cintanya.

“Beri aku alasan mengapa kamu menolak cintaku!” tanya Adam ketika itu meminta dengan tegas alasan penolakan Ariana ketika itu.

Tapi gadis itu malah memasang wajah sinis dan membuang muka.

“Katakan, Ariana! Agar aku punya alasan untuk menjauh dari kamu!” Adam si playboy kelas kakap itu tak menerima begitu saja penolakan Ariana.

“Aku berhak menolak atas sesuatu yang tidak aku kehendaki, Adam! Dan kamu tak berhak memaksaku memberimu alasan!” Hanya itu jawaban Ariana sebelum kemudian menjauh dengan angkuh.

Adam terdiam. Wajahnya mengeras oleh rasa malu karena penolakan yang dilakukan Ariana. Padahal, seumur hidup tak pernah keinginannya ditolak, bahkan oleh orang tuanya sendiri. Tangan lelaki itu mengepal, gerahamnya mengetat. Ada dendam yang kemudian bertunas di hatinya. Dendam untuk mendapatkan gadis itu, kapanpun, dimanapun, dan dalam kondisi apapun. 

Tapi tidak seketika itu.

Adam menanamkan janjinya bahwa nanti, ketika dia sudah memiliki kekuatan yang lebih dari apa yang dimilikinya saat ini, dia pasti akan mendapatkan Ariana. Harus! 

“Hei, Dam! Mengapa bengong? Ke kantin, yuk!” Seorang gadis centil yang sejak tadi mengawasi Adam dari balik rimbunan bunga, muncul mendekat setelah melihat Ariana pergi tergesa.

Deasy, perempuan cantik putri keluarga Jackson, menggandeng lengan Adam dan memaksanya meninggalkan tempat itu. Senyum penuh kemenangan tersungging di bibir Deasy ketika dia berhasil menggiring Adam menuju ke kantin.

Sejak saat itu, Deasy selalu menempel kemanapun Adam pergi, hingga mereka lulus sekolah dan masuk ke bangku kuliah. Dan Ariana, si bintang sekolah yang bersinar terang di saat kelulusan itu, tetiba hilang kabar ketika semua sibuk dengan urusan masuk kampus.

Hingga saat ini, Adam dan yang lainnya tak tahu dimana keberadaan Ariana.

“Dam? Hei?!” Edo mengulang panggilannya ketika dilihatnya Adam hanya diam tak menjawab pertanyaannya dan memilih melamun.

“Ya?” Dia menoleh, menatap Edo. “Kamu menanyakan apa?”

Edo tersenyum karena dia tahu bahwa Adam melamun. “Aku bertanya apakah kamu akan terus menunggu gadis itu?”

“Ya.” Adam menjawab tegas. Tak ada keraguan sedikit pun dalam kalimatnya.

Edo tersenyum. Dia sengaja mengulur informasi yang didapatkannya tadi siang mengenai keberadaan Ariana, gadis yang Adam tunggu selama beberapa tahun ini.

“Sepertinya kamu memang jatuh cinta pada gadis itu, Adam.”

Kembali Adam tersenyum kecil, cenderung sinis dengan kesimpulan Edo.

“Dan di era yang serba digital dengan kemajuan teknologinya yang menggila ini kamu masih percaya adanya cinta?” Adam menoleh sesaat pada Edo, menyangkal kesimpulan lelaki itu.

Edo tersenyum kecil kemudian menggeleng karena sejatinya dia juga tak yakin apakah Adam mencintai Ariana atau hanya sebuah obsesi untuk mendapatkan perempuan cantik itu.

“Kalau aku tahu dimana keberadaan Ariana, apa yang akan kamu lakukan?” tanya Edo dengan santai, memancing reaksi Adam.

Seketika jantung Adam menggelepar. Doa menoleh cepat. “Dimana? Dimana keberadaan perempua sombong itu?” tanya Adam dengan senyum sinis, namun matanya tak bisa menyembunyikan rasa penasaran dirinya.

Edo tersenyum. “Tenang. Nanti aku beri tahu kamu dimana aku menemukannya.”

Edo kemudian berdiri dan memegang lengan Adam, diajaknya lelaki itu bangkit.

“Kemana?” tanya Adam malas-malasan.

“Ayolah. Sebelum dia pulang kerja.”

Adam mengerutkan keningnya. “Dia pulang kerja? Dia siapa?”

Edo hanya berdecak kemudian nekat menyeret lengan Adam dan mengajaknya keluar dari room yang sudah mereka sewa sebelumnya itu. Mengabaikan tatapan kecewa beberapa perempuan malam yang menemani mereka malam ini.

“Kamu akan tahu nanti.”

Tak ingin banyak bertanya, Adam mengikuti langkah Edo menuju ke parking area bar yang terlihat tenang dari luar namun hingar bingar di dalam itu. Kebetulan keduanya membawa hanya satu mobil sehingga Adam membiarkan Edo yang mengemudi.

Jalanan mulai gerimis. Aroma anyir yang menguap dari aspal terasa menyengat hidung ketika Adam membuka sedikit kaca mobil. Dia sebenarnya penasaran dengan sikap Edo, tetapi dia juga tak ingin terlalu banyak bertanya.

Hingga pada sebuah deretan pertokoan yang tidak hanya menjual berbagai barang, namun Edo menghentikan mobilnya di depan sebuah kedai kopi yang terlihat cukup eksentrik. Seperti ruko lainnya, namun kedai kopi ini sepertinya menampilkan display yang cukup privasi dengan menutup rapat pintunya.

“Mengapa kita berhenti di sini? Hanya diam menunggu orang kencan lalu lalang?” tanya Adam kesal karena Edo hanya diam, tak melakukan apa-apa. Hanya pandangannya yang sesekali melihat kearah kedai kopi dan di saat yang lain melihat jam di tangannya. Waktu nyaris menunjukkan pukul 10 malam.

“Sebentar lagi kamu akan tahu.” Edo menjawab dengan santai.

Adam terdiam, hanya menghela napas panjang. Ikut menunggu seperti perintah Edo. Namun, tak lama kemudian Edo memberi kode pada Adam agar melihat ke arah kedai kopi. Adam spontan melihat ke arah yang Edo tunjukkan.

Seketika jantung Adam menggelepar ketika melihat seorang perempuan keluar dari kedai kopi itu sambil menggandeng seorang anak laki-laki berusia sekitar lima tahun. Terlihat perempuan itu membetulkan letak jaket bulu yang dikenakan si anak lelaki, sebelum mrapatkan jaket besar dan tebal yang dikenakannya sendiri itu. Terlihat luwes ketika dia membuka paying yang tak begitu besar sehingga tak bisa melindungi mereka berdua dari gerimis mala mini.

“Dia … Ariana?” tanya Adam tak yakin dengan apa yang dilihatnya.

“Ya.” Edo menjawab singkat dengan nada yang tak mudah dipahami, senang ataukah prihatin dengan kondisi Ariana setelah sekian tahun mereka tak mendengar kabar Ariana.

“Anak itu?” Adam menoleh ke arah Edo dengan sorot mata yang penuh rasa ingin tahu dan juga kemarahan yang tersembunyi. Entah tersebab apa.

Namun gelengan Edo tak memuaskan rasa ingin tahu Adam. Sejujurnya Edo juga tak tahu banyak mengenai Ariana, sang bintang terang ketika jaman SMA. Yang Edo tahu adalah Ariana yang kini bekerja di sebuah kedai kopi di kawasan pertokoan tengah kota. Edo mengetahui keberadaan Ariana ketika tanpa sengaja dia sedang menjemput kekasihnya yang sedang mengunjungi temannya, pemilik kedai kopi itu. 

Dan entah mengapa, ada rasa sakit yang Adam rasakan melihat perempuan itu semakin kurus sekarang. Kemana bintang terang yang dulu begitu cemerlang sehingga menyilaukan yang lain itu? Membuat Adam bahkan tak bisa melihat yang lain, hingga sekarang. Padahal waktu sudah berlalu sekian lama.

 

***

Chapter Sebelumnya
Chapter 1 dari 1
Chapter Selanjutnya

Daftar Chapter

Chapter 1: BINTANG YANG TAK LAGI TERANG

1,185 kata

GRATIS
SEDANG DIBACA

Komentar Chapter (0)

Login untuk memberikan komentar

Login

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama memberikan komentar!