Chapter 1: Awal Perjalanan
Namaku Mamat, aku hidup di sebuah desa yang sangat kecil di padang sawah yang sangat luas. Desa ini, yang terletak di kaki bukit, dikelilingi oleh hamparan sawah yang menguning saat musim panen tiba. Di sinilah aku dilahirkan dan dibesarkan, di tengah-tengah kehidupan yang sederhana namun penuh dengan tantangan.
Aku adalah seorang petani miskin yang hanya bisa menyewa ladang kepada orang kaya bernama Sudarta. Sudarta adalah seorang tuan tanah yang memiliki hampir seluruh lahan di desa ini. Setiap musim tanam, aku harus membayar sewa yang cukup tinggi untuk bisa menggarap ladang miliknya. Meskipun begitu, aku tetap bersyukur karena masih bisa bekerja dan menghidupi keluargaku.
Setiap pagi, sebelum matahari terbit, aku sudah berada di ladang. Dengan cangkul di tangan, aku mulai menggali tanah yang keras dan kering. Keringat mengalir deras di wajahku, namun aku tidak pernah mengeluh. Aku tahu, hanya dengan kerja keras aku bisa mendapatkan hasil yang cukup untuk keluargaku.
Di desa ini, kehidupan berjalan lambat. Setiap hari terasa sama, namun di balik rutinitas itu ada banyak cerita yang tersembunyi. Salah satunya adalah cerita tentang cintaku kepada Faridah, putri seorang pedagang kaya di desa ini. Faridah adalah gadis yang cantik dan baik hati. Sejak kecil, kami sering bermain bersama di bawah pohon besar di tepi sungai. Namun, seiring berjalannya waktu, perasaan kami tumbuh menjadi cinta yang tulus.
Sayangnya, perbedaan status sosial menjadi penghalang besar bagi cinta kami. Ayah Faridah tidak pernah menyetujui hubungan kami. Dia menginginkan Faridah menikah dengan seseorang yang setara dengannya bukan dengan seorang petani miskin sepertiku. Meskipun begitu, aku tidak pernah menyerah. Aku terus bekerja keras, berharap suatu hari nanti aku bisa membuktikan bahwa aku pantas untuk Faridah.
Setiap kali aku merasa lelah dan putus asa, aku selalu mengingat senyuman Faridah. Senyuman itu memberiku kekuatan untuk terus berjuang. Aku tahu, jalan yang harus aku tempuh masih panjang dan penuh dengan rintangan. Namun, aku percaya dengan kerja keras dan doa, aku bisa mencapai impianku.
Inilah awal dari perjalananku. Perjalanan seorang petani miskin yang berjuang untuk cinta dan kehidupan yang lebih baik. Di tengah padang sawah yang luas ini, aku akan terus berjuang, tidak hanya untuk diriku sendiri, tetapi juga untuk orang-orang yang aku cintai.
Suatu hari, saat aku sedang bekerja di ladang, tiba-tiba terdengar suara yang memanggil namaku dengan panik. “Mamat!” Suara itu adalah suara ibuku. Hatiku langsung merasa cemas. Aku meletakkan cangkul dan berlari menuju arah suara itu.
“Ibu, ada apa?” tanyaku dengan napas yang terengah-engah.
“Cepat kemari, bapakmu, Mamat!” kata ibu dengan suara yang bergetar.
“Ibu, bapak kenapa?” tanyaku penasaran, namun juga takut mendengar jawabannya.
“Bapakmu kena struk, dia tidak bisa apa-apa,” kata ibu sambil menangis.
Mendengar itu, hatiku terasa hancur. Tanpa berpikir panjang, aku langsung bergegas menuju rumah. Di sepanjang jalan, pikiranku dipenuhi oleh kekhawatiran. Bagaimana nasib bapak? Bagaimana nasib keluarga kami? Aku berlari secepat mungkin, berharap bisa segera sampai di rumah.
Sesampainya di rumah, aku melihat bapak terbaring lemah di tempat tidur. Wajahnya pucat dan matanya tertutup. Ibu duduk di sampingnya, menggenggam tangan bapak dengan erat. Aku mendekat dan memegang tangan bapak yang terasa dingin.
“Bapak, ini Mamat. Bapak dengar aku?” tanyaku dengan suara bergetar.
Bapak membuka matanya perlahan dan menatapku dengan tatapan yang lemah. “Mamat, jaga ibumu dan adik-adikmu,” katanya dengan suara yang hampir tidak terdengar.
Aku mengangguk sambil menahan air mata. “Iya, Pak. Aku janji akan menjaga mereka.”
Hari itu menjadi titik balik dalam hidupku. Aku harus mengambil alih tanggung jawab sebagai kepala keluarga. Ladang yang aku garap bukan hanya untuk menghidupi diriku sendiri, tetapi juga untuk keluargaku. Setiap hari, aku bekerja lebih keras dari sebelumnya, berharap bisa memberikan yang terbaik untuk mereka.
Di tengah semua kesulitan ini, aku tetap menyimpan harapan untuk masa depan. Aku percaya, dengan kerja keras dan doa, aku bisa mengatasi semua rintangan. Inilah awal dari perjalananku. Perjalanan seorang petani miskin yang berjuang untuk cinta dan kehidupan yang lebih baik. Di tengah padang sawah yang luas ini, aku akan terus berjuang, tidak hanya untuk diriku sendiri, tetapi juga untuk orang-orang yang aku cintai.
Namun, masalah belum selesai. Aku tahu, kami harus membawa bapak ke rumah sakit. Aku pun mencoba meminta pertolongan kepada tetangga. Dengan cepat, beberapa tetangga datang membantu dan kami segera membawa bapak ke rumah sakit terdekat.
Di rumah sakit, hatiku bingung. Bagaimana cara membayar biaya pengobatan bapak? Aku tidak punya uang sebanyak itu. Dengan hati yang berat, aku memutuskan untuk meminta bantuan kepada pamanku, adik ayahku yang kaya raya. Aku berharap, meskipun hubungan mereka tidak baik, pamanku akan membantu.
Aku menghubungi pamanku dan menjelaskan situasinya. Namun, jawaban yang aku terima sangat mengecewakan. “Maaf, Mamat. Aku tidak bisa datang. Aku sibuk dengan urusanku sendiri,” kata pamanku dengan nada dingin.
Hatiku hancur mendengar jawaban itu. Pamanku, yang seharusnya menjadi harapan terakhir kami, ternyata tidak peduli. Aku merasa putus asa, namun aku tidak bisa menyerah. Aku harus menemukan cara untuk menyelamatkan bapak.
Dengan air mata yang terus mengalir, aku kembali ke rumah sakit dan menemui dokter. “Dokter, tolong bantu bapak saya. Saya akan mencari cara untuk membayar biaya pengobatan,” kataku dengan suara yang penuh harap.
Dokter menatapku dengan simpati. “Kami akan melakukan yang terbaik untuk bapakmu, Mamat. Jangan khawatir, kami akan membantumu.”
Di tengah semua kesulitan ini, aku tetap menyimpan harapan untuk masa depan. Aku percaya, dengan kerja keras dan doa, aku bisa mengatasi semua rintangan. Inilah awal dari perjalananku. Perjalanan seorang petani miskin yang berjuang untuk cinta dan kehidupan yang lebih baik. Di tengah padang sawah yang luas ini, aku akan terus berjuang, tidak hanya untuk diriku sendiri, tetapi juga untuk orang-orang yang aku cintai.
Namun, saat aku sedang bekerja di ladang suatu pagi, tiba-tiba aku mendengar suara langkah kaki yang tergesa-gesa mendekat. Aku menoleh dan melihat seorang pria yang tidak aku kenal berlari ke arahku. Wajahnya penuh dengan kecemasan.
"Mamat, cepat! Ada sesuatu yang terjadi di rumahmu!" katanya dengan napas terengah-engah.
Hatiku langsung berdebar kencang. Apa lagi yang terjadi? Tanpa berpikir panjang, aku meletakkan cangkul dan berlari mengikuti pria itu. Pikiran buruk terus menghantui benakku. Apa yang menunggu di rumah? Apa yang terjadi dengan keluargaku?
Daftar Chapter
Chapter 1: Awal Perjalanan
989 kata
Chapter 3: Restu yang terpisah
1,219 kata
Komentar Chapter (0)
Login untuk memberikan komentar
LoginBelum ada komentar. Jadilah yang pertama memberikan komentar!