')">
Progress Membaca 0%

Chapter 5: When You Say Nothing At All

Aileen NM 15 Aug 2025 1,100 kata
GRATIS

Yurika Amara

Entah kenapa, belakangan aku selalu ingat Caleb, laki-laki pertama yang hadir mengisi hatiku. Well, selama ini memang aku belum pernah bener-bener bisa lupa sama dia, sih. Mungkin karena waktu itu, Josh tiba-tiba kayak orang sinting ngelamar, aku jadi keingetan lagi masa-masa itu.

Masih memeluk foto Cal yang setia nemenin aku di kamar, mendadak kenangan-kenangan bersama cowok itu kembali membayang.

Waktu itu, kurang lebih dua setengah tahun yang lalu.

Aku mematut wajah di cermin sekali lagi. Lalu senyum-senyum sendiri. Kalau bukan Josh—cowok kemayu yang terperangkap dalam tubuh macho—selalu bilang aku cantik, mungkin aku nggak bakal percaya. Gimana, ya. Orang itu kayak nggak pernah bosen aja muji-muji. Entah apa maksudnya. Iya, sih. Aku tahu, sejak pertama kita tetanggaan, kentara banget kalau dia itu suka sama aku. Dia malah udah beberapa kali mengutarakan perasaannya. Tapi, kamu kan tahu sendiri, ada dua hal yang tidak bisa dipaksakan di dunia ini.

Yang pertama adalah tukang parkir di Betamart. Kamu nggak bisa maksa nggak bayar parkiran meski dia hanya muncul saat kamu akan keluar dan nggak pernah kelihatan waktu kamu masuk.

Yang kedua adalah cinta. Walaupun sadar, Josh punya cinta setinggi gunung Semeru dan sedalam pelosok Kalimantan, kalau akunya enggak, apa aku harus kayang sambil bilang ohemji gitu?

Sejak hubungan Mama dan Papa nggak akur yang berujung Mama minggat dan nggak pernah pulang-pulang lagi, aku jadi males lah punya hubungan serius sama cowok. Apalagi dengan Josh. Dia itu sudah kuanggap kayak kakakku sendiri, sekalipun jarak usia kita memang nggak begitu jauh. Apalagi si Papa percaya banget sama dia. Tiap kali harus ke luar kota atau bahkan ke luar negeri, Papa tuh selalu nitipin dia untuk ngejagain aku. Emangnya aku helm, yang bisa dititip-titip dan dijagain kalau mau masuk ke mal?

Satu-satunya cowok yang akhirnya sanggup bikin hatiku bergetar adalah Caleb.

Aku dan Caleb ketemunya nggak sengaja. Waktu itu, aku lagi jalan sama Josh. Ceritanya, Josh mau ngajarin aku untuk mulai menjaga penampilan. Biar nggak kebangetan kayak laki, katanya. Jadi, dia ajak aku ke mal untuk beli baju-baju yang—katanya lagi—sedang tren. Terus dia bawa aku ke salon juga. Padahal aku benci banget salon. Apalagi pas kepalaku dimasukin alat yang kayak topi astronot gede banget itu. Udah gitu mana panas. Kepalaku jadi kayak ikan yang lagi diasap. Aku nggak betah lah. Tapi demi menjaga biar nggak diomelin Josh, aku pasrah aja. Pun saat aku harus nungguin cowok rasa tante-tante itu milihin masker muka dan rambut yang lamanya udah kayak lagi menanti komet Helly jatuh.

Biar nggak bete, aku maksa nunggu Josh di kafe aja. Lumayan sambil minum Thai tea kesukaan, aku bisa dengerin live music. Kebetulan banget yang lagi manggung band-nya Caleb. Dia lagi nyanyi waktu aku sampai. Penampilannya yang sedikit urakan meski tetap sopan, segera menyita perhatianku.

Caleb mengenakan jaket denim melapisi semacam kaos distro bergambar entah apa, kalung berantai panjang dan sebelah telinga yang ditindik dua. Belum lagi senyum yang manis banget dan menggoda, ditambah hiasan lesung pipi yang dalam, bikin aku nggak bisa melepaskan diri darinya sejak tatapan pertama. Kalau ada orang percaya love at the first sight, mungkin aku salah satunya.

Sejak masuk menjadi ekskul di SMA, aku memang sudah tergila-gila dengan seni suara dan musik. Meski pas-pasan, tapi suaraku kalau nyanyi lebih mendingan dari Josh yang sama pantat panci dipukul-pukul sendok masih kalah fals dengan suara dia.

Sepanjang menyanyi sekitar tiga lagu, cowok itu nggak berhenti mengawasiku dengan senyum yang kayak nggak habis-habis dari bibirnya. Bahkan di kesempatan terakhir, diiringi petikan gitar yang dia mainkan sendiri, Caleb menghadiahiku sebuah lagu. Sepertinya, itu bukan lagu yang sudah mereka persiapkan. Soalnya, aku lihat Cal sempat kasak-kusuk berembuk dengan teman-temannya gitu sebelum nyanyi. Lagu yang kemudian jadi favorit kita berdua, sebuah lagu lawas, sangat mencerminkan perasaanku saat itu, When You Say Nothing at All.

It's amazing how you can speak
right to my heart
Without saying a word,
you can light up the dark

Aku jatuh cinta pada Caleb, bahkan sebelum ada satu kata pun terucap dari mulut kami berdua.

For some reasons, aku ngerasa kita punya sebuah ikatan jauh sebelum ini. Semacam, aku memang ditakdirkan untuk dia, dan dia untuk aku. Seolah, kami sudah pernah dipertemukan di masa lampau, di tempat yang sama, hanya waktunya saja yang belum pas. Dan saat ini aku merasa ini waktu yang tepat.

Apa kamu pernah dengar tentang soulmate?

Apa? Aku lebay? Mind your own business, Dude!

Namun sayang, kebahagiaan hari itu sama sekali nggak berlangsung lama.

Si Josh, cowok cakep bermulut nenek-nenek yang cerewet banget itu, menyeret aku keluar dari kafe begitu urusannya di salon selesai. Dia nggak peduli aku penasaran setengah mati sama cowok yang telah membawa hatiku pergi dengan sekali tatap. Menurutnya, itu hanyalah perasaan sambil lalu yang akan hilang seiring berjalannya waktu. Padahal aku tahu, Josh cemburu.

Untung semesta mendukung.

Dua minggu berlalu, aku dipertemukan kembali dengan Caleb di sebuah ajang festival musik terbesar di Indonesia. Menghadirkan musisi-musisi legendaris dunia dan lokal, sudah bisa dipastikan kalau acaranya menyedot perhatian publik yang sangat besar. Padat pengunjung, panas, bikin nggak nyaman. Tipikal acara yang nggak mungkin banget bakal dihadiri Josh, laki-laki jelmaan Dewi Srikandi itu.

Jadi, Josh hanya menemani dan menungguiku dari dalam mobil dengan penyejuk udara dan pemutar musik dinyalakan. Sementara aku, bisa bebas, aman dan sentosa, berduaan dengan Cal yang kebetulan juga datang sendiri.

Thanks God! Finally!

Dua minggu terpisah ternyata nggak membuat aku dan Cal saling melupakan. Cowok itu yang pertama kali melihatku dan segera menegur. Nggak butuh waktu lebih lama untuk kami saling bertukar informasi tentang kehidupan masing-masing. Meski aku termasuk pemilih dalam berteman, tetapi dengan Cal, aku sepertinya bisa langsung merasa nyaman. Akibatnya, obrolan tentang kehidupan masing-masing, lebih menyita perhatian kami daripada menonton konser itu sendiri.

Sejak itu, kami mulai sering janjian ketemu. Nonton bioskop, makan, bahkan jalan-jalan berdua. Tentu saja, semua itu aku lakukan tanpa sepengetahuan body guard rasa pacar yang nggak suka ribet, berantem, tapi sok ngatur-ngatur itu.

Aku selalu beralasan main dengan Meta, teman kampus yang juga dia kenal, hanya supaya Josh nggak curiga. Ya, aku tahu. Josh ngelakuin semua itu karena dia nggak mau aku sakit hati atau apa. Dia sayang banget sama aku. Tapi, aku kan enggak? Aku nggak punya perasaan lebih apa pun padanya. Dulu dan sekarang. Entah kalau nanti.

Hingga malam itu, malam yang nggak akan pernah aku lupakan sampai kapan pun, enam bulan setelah kami sering jalan bersama.

Tepat SATU tahun malam ini.

Selesai menonton bioskop, Cal mengantarku pulang. Sebelum sempat turun dari mobil yang disupirinya sendiri, Cal menahan tanganku.

"Yuri," sebutnya dengan napas tertahan. Dia menarik tubuhku mendekat.

Aku menelan ludah, menanti kata-kata yang seperti nggak mudah dia ucapkan.

"Ada hal serius yang mau aku omongin sama kamu."

Chapter Sebelumnya
Chapter 5 dari 5
Chapter Selanjutnya

Daftar Chapter

Chapter 1: Syarat

1,332 kata

GRATIS

Chapter 2: Permohonan Terakhir

1,083 kata

GRATIS

Chapter 3: Bersamamu Tanpa Sengaja

1,232 kata

GRATIS

Chapter 4: Cintai Gelap

1,198 kata

GRATIS

Chapter 5: When You Say Nothing At All

1,100 kata

GRATIS
SEDANG DIBACA

Komentar Chapter (0)

Login untuk memberikan komentar

Login

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama memberikan komentar!