')">
Progress Membaca 0%

Chapter 1: Bab 1. Goncangan Mental

Nitaosh94 19 Aug 2025 1,065 kata
GRATIS

BRAK!! 

Jojo memukul meja di kamarnya yang membuat Ibu Sanes, ibunya Jojo, bergegas menghampiri ke kamar. 

Tok tok tok!! 

“Jo? Ada apa, Jo?” Ibu Sanes sangat khawatir dengan anaknya. 

“Tidak ada apa-apa, Bu!” teriak Jojo dari dalam kamar. 

Mendengar jawaban dari anaknya, sang ibu merasa lega. Setelah itu, ia kembali ke dapur untuk mencuci piring bekas makan malam tadi. 

Jojo membuka sedikit pintu kamarnya dan mengintai kepergian sang ibu. “Akhirnya ibu pergi juga,” ucap Jojo sambil berjalan mengambil jaket lalu pergi melewati jendela kamar. 

“Adam!” teriak Jojo ketika sampai di rumah Adam. 

“Siapa yang bertamu malam-malam begini, Dam?” tanya Rafi, ayahnya Adam, yang sekarang sedang menonton televisi. 

Tidak sopan sekali, batin ayahnya Adam. 

Adam yang mendengar suara Jojo pun langsung menyelesaikan makannya. “Itu pasti Jojo, Pi.” 

“Kalian mau pergi ke mana? Besok ujian, kan?” Rafi mencegah anaknya keluar. 

“Iya, Pi. Gak ke mana-mana. Aku temui dia dulu, Pi.” Adam bergegas menghampiri Jojo. 

“Dam, ke warnet yuk! Biasa, main game bareng yang lain.” 

“Besok ujian, kau lupa?” tegas Adam. 

“Gampanglah, aku sudah menyiapkannya untuk besok.” Jojo mengacungkan kedua jempol. 

“Maksudmu menyiapkan contekan, Jo?” Adam menaikan salah satu alisnya. 

“Tidak, aku menggunakan akalku, dong.” Jojo tersenyum lebar. 

Berkali-kali Adam dibujuk oleh Jojo,  tetapi dia tidak mau. Sulit untuk Adam mengikuti Jojo. Dia tetap kekeh dengan pendiriannya sendiri. Dia harus belajar untuk ujian besok agar mendapatkan hasil yang terbaik, juga  tidak mau membuat kecewa kedua orang tua. 

Merasa terus ditolak, Jojo akhirnya pergi dari sana. Setelah itu, dia menuju warnet, bermain bersama teman-temannya. Kebahagiaan baginya tanpa beban. Semua itu lenyap hanya karena game. 

Jojo asik bermain game bersama temannya sampai lupa waktu. Dua jam sudah berlalu, tetapi Jojo belum juga pulang.  Kali ini dia beruntung, kedua orang tuanya tidak mengetahui hal demikian. Akan tetapi sangat berbahaya jika diketahui oleh orang tuanya karena pasti akan mendapat ceramah yang begitu panjang, seperti yang sebelumnya terjadi. 

Jojo asik dengan gamenya, dia tidak memperdulikan ujian yang akan berlangsung besok. Dengan santainya, setelah selesai bermain game dia pulang ke rumah, lalu tidur tanpa membuka buku pelajaran sama sekali. 

Keesokan harinya, ujian pun berlangsung. Setelah mendapatkan soal ujian, Jojo menjadi kebingungan saat mengisi soal-soal yang ada di depannya sekarang. 

Semua temannya mengerjakan soal ujian dengan keadaan tenang, tanpa ada satu pun yang bersuara. Suara Jojo yang memanggil Adam pun terdengar sampai ke telinga sang guru.

“Ini ujian bukan tugas! Isi sendiri-sendiri!” Sang guru menegaskan pada Jojo yang berusaha meminta bantuan Adam.

Karena tidak ada celah untuk dirinya bertanya, Jojo pun mengerjakan ujian nasional seadanya. 

Selama tiga hari ujian telah berlalu, menunggu hasil ujian itu membuat semua murid menjadi was-was. Seluruh murid berharap nilai yang mereka terima bisa sesuai dengan apa yang diharapkan. 

“Jo, kamu harus mendapatkan nilai yang tinggi agar bisa mudah masuk ke universitas favorit. Jangan membuat ayahmu ini malu dengan nilaimu yang jelek itu,” Ghifari, ayahnya Jojo, memberi penegasan kepada anaknya. 

“Kalau nilaiku jelek, ya, tidak usah kuliah, Yah,” ucap Jojo pergi begitu saja meninggalkan ayahnya. 

Ghifari mengepalkan tangan kanannya, menahan emosi atas kalimat yang keluar dari mulut Jojo. Anak satu-satunya yang diharapkan bisa membuat bangga dirinya. Semua itu sepertinya terdengar mustahil sekarang setelah mendengar jawaban sang anak barusan. 

“Sabar, jangan terlalu keras kepada anakmu,” sang istri menenangkannya. 

“Sifatnya sama seperti Bobby, sangat susah diatur.” Ayah Jojo menghela napas begitu panjang. 

“Sudahlah.” Ibu Jojo menenangkan suaminya. Dia menyodorkan minuman kesukaan Ghifari yaitu Americano tanpa gula. 

Hari yang ditunggu-tunggu akan segera tiba. Hasil ujian akan diumumkan satu minggu lagi. Jojo yang sama sekali terlihat tidak peduli dengan hasilnya. Dia pun sekarang sedang bersantai ria memainkan gamenya. Dikarenakan dia merasa hasil ujiannya tidak akan memuaskan, makanya dia bersikap masa bodoh seperti sekarang. 

Seminggu telah berlalu, hasil ujian pun telah diumumkan. Semua murid menghampiri papan pengumuman yang tertera nilai ujian nasional mereka. Adam langsung mencari namanya dan melihat nilai yang didapatkan. Nilai dia terdapat pada posisi kedua teratas. “Akhirnya, aku tidak mengecewakan Papi.” Setelah itu dia mencari nilai Jojo dan membuatnya terkejut. 

Jojo menghampiri Adam dengan muka masam. “Kamu baik-baik saja, Jo? Sudah lihat nilaimu, belum?”

Jojo mengangguk. "Dugaanku memang benar, pasti tidak akan dapat nilai bagus." 

"Rata-rata 6 itu lumayan, lho, masih ada yang lain di bawah kamu." Adam menyemangati sahabatnya. 

"Tapi, ayah tidak menyukai itu." Jojo menunduk. Dia malu dengan nilai yang didapatkan saat ujian.

Sesampainya di rumah, berbarengan dengan ayahnya juga. Di situ ayahnya melihat dirinya tiba, belum saja melepas sepatunya, tetapi Ghifari sudah langsung menghampiri Jojo. “Berapa nilai ujian yang kamu dapatkan?”

Jojo hanya menjawab dengan begitu singkat. "Hanya 6, Yah." 

"Enam? Harus kuliah ke mana kamu dengan nilai sekecil itu? Tempat kuliah favorit tidak akan menerima kamu!!" Terlihat kekecewaan Ghifari pada sang anak.

"Tidak usah kuliah, Yah. Aku tidak mau kuliah," ucap Jojo sambil menunduk. Dia tidak berani melihat ekspresi sang ayah.

"Jangan dong, Nak. Kamu harus kuliah. Ya, walaupun nilaimu sekecil apa pun," Sanes ikut campur dalam obrolan si ayah dan si anak ini.

"Benar kata ibumu, harus kuliah, jangan membangkang!" Ayah Jojo kembali menegaskan padanya.

"Tidak! Aku tidak mau, Yah, Bu!  Nilaiku jelek. Buat apa aku kuliah? Daripada menghamburkan uang lebih baik ditabung, kan? Lebih baik, aku langsung kerja aja." Sekarang Jojo memberanikan diri untuk menatap wajah kedua orang tuanya.

"Kamu harus kuliah. Dengarkan kata Ayah." Sang ibu mengelus pundak anaknya.

"Ini kehidupanku, pilihanku, kenapa Ayah harus mengatur ini juga?!" nada bicara Jojo agak meninggi.

Plak! Sebuah tamparan mendarat di pipi Jojo.

"Kamu berani berlaku kurang ajar kepada orang tuamu sendiri! Jangan buat malu keluarga! Kamu tetap harus kuliah! Tidak ada penolakan!" Ghifari benar-benar emosi.

Jojo sudah capek dan muak dengan ini semua. Dia merasa ayahnya terlalu memaksakan kehendaknya. Padahal,  dia tidak menyukai itu semua. Ditentang, maka akan melawan, disetujui, maka akan menurut, begitulah prinsipnya.

Bertahun-tahun, tetapi masih saja tidak mengetahui apa yang anaknya inginkan. Jojo sangat lelah dengan semua perlakuan ayahnya yang sangat egois.

"Argh!" Jojo kembali ke kamar. Dia  begitu kesal.

Jojo masuk ke kamar, lalu mengunci pintunya. Dia tidak ingin seorang pun menghampiri pada saat pikirannya masih sangat kacau. Jojo memilih mengurung dirinya. 

"Aku benci ini semua! Kenapa? Kenapa harus aku yang mengalami semua ini? Aku benci sama situasi begini! BENCI!! ARGH!" Jojo membaringkan tubuhnya di kasur, lalu menutup wajahnya dengan selimut. 

 

Chapter Sebelumnya
Chapter 1 dari 5
Chapter Selanjutnya

Daftar Chapter

Chapter 1: Bab 1. Goncangan Mental

1,065 kata

GRATIS
SEDANG DIBACA

Chapter 2: Bab 2. Murka

1,207 kata

GRATIS

Chapter 3: Bab 3. Merasa Ketidakadilan

1,073 kata

GRATIS

Chapter 4: Bab 4. Emosional

1,019 kata

GRATIS

Chapter 5: Bab 5. Terselamatkan atau Hila...

1,034 kata

GRATIS

Komentar Chapter (0)

Login untuk memberikan komentar

Login

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama memberikan komentar!