')">
Progress Membaca 0%

Chapter 1: Prolog - Meet The Boss

Aileen NM 15 Aug 2025 1,053 kata
GRATIS

Laki-laki ini perlahan merunduk. Dia merapatkan tubuhnya padaku. Kedua lengannya yang kukuh mengurungku. Otot lengannya yang kubayangkan keras dan liat, tercetak sempurna dari balik kemeja yang terlipat sebatas siku. Aku kini dapat merasakan embusan napasnya yang hangat dan segar, beraroma mint. Kurasa dia baru saja menelan permen pelega tenggorokan. Aku bahkan dapat mencium wangi parfumnya yang lembut dan maskulin.

Seketika konsentrasiku bubar.

Jantungku serasa melorot sampai ke kaki. Dadaku sesak. Aku kesulitan menghirup udara di sekelilingku. Apalagi saat embusan napasnya yang hangat dan segar menerpa wajahku yang hanya berjarak beberapa senti saja dari wajahnya.

Aku hampir tersesat dengan semua pesona si bos. Aku bohong kalau tidak terpengaruh. Dusta. Sebagai seorang gadis normal, semua yang dia lakukan, entah sengaja atau tidak, membuat seluruh tubuhku merinding. Mungkin ini yang orang sebut, dia memiliki sex appeal yang tinggi. Tanpa melakukan apa pun, dia bisa saja terlihat sangat menggoda. Seperti saat ini.

Untung lah, akhirnya sinyal kesadaranku kembali menguat.

Oh wait a minute! What are you thinking of, Mars?!

Bukankah ini hal yang tidak pantas dilakukan seorang bos pada bawahannya? Aku bisa saja melaporkan dia melakukan sebuah usaha pelecehan seksual di tempat kerja! Karena bentuk pelecehan bukan hanya melulu pada menyentuh bagian-bagian tubuh secara langsung dan disengaja. Tapi dipepet seperti ini dan menimbulkan rasa nggak nyaman pun bisa dikategorikan sebagai pelecehan juga, kan? Tapi ah, sudah lah. Kali ini aku akan berbaik hati memaafkannya.

"Uhm ... Bryan ... kita terlalu ...."

Aku berdiri cepat dan berhasil memaksanya mundur, sedikit menjauh dari tubuhku. Napasnya terdengar berat. Wajahnya kelihatan sedikit tegang. Rahangnya mengatup rapat.

"Kenapa, Mars?"

"Sebaiknya Anda panggil bagian IT saja. Saya tidak bisa membantu Anda," ucapku datar seraya keluar dari kursi dan melangkah menuju pintu.

"Mars ...."

Dia mengejarku. Aku tidak menoleh. Tapi saat hampir tiba di depan pintu yang masih tertutup, dia menarik tanganku begitu saja. Bryan membalik tubuhku dan menabrakkan punggungku ke balik pintu. Dia mengurungku lagi dengan kedua tangannya. Kakinya bahkan menekan sebelah pahaku.

"Bryan! What the hell are you doing?" semburku cepat. Kedua tangan kusilangkan di depan dada dengan waspada. Apa pun bisa terjadi dalam jarak sedekat ini.

"Kenapa kamu selalu menolakku, Mars?" Dia mendekatkan wajahnya ke wajahku. Napasnya memburu. Matanya menggelap. Tangannya bergerak meraih pundakku.

Apa-apaan ini?

Dadaku naik turun nggak keruan, menahan amarah. Lupakan rasa sukaku beberapa saat yang lalu. Karena seketika semua rasa itu lenyap. Menguap begitu saja. Berganti perasaan ilfil.

Apa dia pikir semua wanita bisa dia perlakukan seenak jidatnya? Aku memang bawahannya. Aku asisten pribadinya. Tapi aku bukan wanita simpanan yang bisa dia perlakukan semaunya!

Aku bisa mendengar suaraku sendiri mendengkus kasar.

Mata Bryan tajam menerobos mataku. Wajahnya terus mendekat, membuat darahku mengalir deras. Jantungku pun semakin berdegup tak beraturan.

Detik selanjutnya, kamu pasti bisa menebak apa yang terjadi, kan?

Menjadi asisten pribadi atau lebih kerennya personal assistant, sama sekali tidak ada dalam dream list-ku. Apa boleh buat. Setelah semua lamaran pekerjaan yang kulayangkan berakhir dengan jawaban Maaf, lamaran Anda kami tolak, maka fix! Hanya ini pekerjaan tersisa yang mau nggak mau harus aku ambil. Walau sejujurnya, aku enggak begitu paham apa yang harus aku lakukan. Tapi, the show must go on! Hidup harus terus berjalan. Sebagai tulang punggung keluarga, aku tidak punya banyak pilihan. Apalagi untuk lari dari kenyataan. Seorang bijak pernah berkata, Don’t look back, live your life and be happy, you will ready for tomorrow!

So, here I am now.

"MARSHA JULIA."

Si bos yang semula kubayangkan berkepala botak, dengan perut buncit dan kaca mata tebal berkumis lebat–-seperti yang diinfokan sebelumnya kepadaku—berjalan mengitariku. Dia yang bahkan jauh lebih tampan dari artis sinetron FTV mana pun, mengamatiku dengan saksama. Mata elangnya seperti sedang memindai dari ujung kepala hingga ujung kaki. Tak berkedip. Membuat perutku seketika mulas. Belum lagi bibirnya yang tipis dan terlihat seksi itu menyeringai. Dia berdecak.

"Saya bisa dipanggil Mars aja, Pak." Aku mundur selangkah. Mendadak risih dengan perlakuannya.

"Mars? Hm. Panggilan bagus," ucapnya, memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana panjangnya.

Kini ia memajukan hidung tujuh sentinya –yang bisa buat jahit baju saking lancipnya— mengendusi tubuhku.

Oh, great! Now what?

Apa tadi pagi aku lupa pakai deodoran? Atau lupa gosok gigi? Euw!

"Kenapa kamu ... tidak wangi?" Ucapan pria yang wajahnya 11-12 dengan artis Turki Birkan Sokullu itu, membuatku terperangah.

"Hah?"

Apa tadi dia bilang?

"Sebagai orang yang harus selalu berada dekat dengan saya, kamu itu seharusnya... kissable … eum maksud saya, wangi ...."

Gubrak!

Astaga, Pak! Aku tadi emang baru habis nguras empang tetangga, sih. Makanya nggak wangi-wangi amat. Tapi kissable? Apa itu maksudnya?

"Terus ini. Apa ini?"

 

Tubuhnya yang tegap dan buat cewek normal memang bisa bikin air liur menetes, tak berhenti memutariku.

Kamu itu bos apa odong-odong sih, Pak? Kok muter-muter aja?

Kepalaku mulai pening.

"Kamu ngelamar kerja jadi PERSONAL ASSISTANT saya, kan? Kamu bukan mau pergi pengajian?"

Kata-katanya benar-benar membuat mataku terbelalak.

Terlebih saat dia mulai menarik-narik lengan kemeja panjangku. Lalu rok denim model A-line sedikit di atas mata kaki itu, dia kibar-kibarkan dengan ujung jari telunjuk dan tengah yang saling mengapit.

Omaigat!

Oke. Aku salah. Tadi aku memang buru-buru banget. Jadi enggak sempat lagi milih-milih baju. Tapi, apakah melempar kepala orang ini dengan printer dot matrix besar itu dosa?

Napasku rasanya mulai nyangkut di tenggorokan. Apalagi ketika laki-laki paling ganteng sedunia itu bilang, "Mulai besok, kamu pakai baju yang worthed untuk gaji mahal yang akan saya keluarkan untuk bayar kamu. Minimal, pakai lah rok mini. Jangan daster begini!"

Aku menunduk. Berdeham. Mencoba tetap bersikap tenang.

Padahal, di dalam dadaku bergemuruh kencang.

Bukan. Bukan karena dia ganteng. Kaya. Berpengaruh. Atau sederet daftar pesonanya yang nggak akan habis ditulis dua hari dua malam. Tapi karena kelakuan minusnya yang begitu merendahkan aku.

Hellow? Aku ke sini untuk kerja, Pak! Bukan untuk show off atau ikut pagelaran busana, bukan? Untuk apa pakai baju keren tapi otak kosong?

"Satu lagi," Si bos yang bahkan aku sudah lupa namanya itu menunjuk ujung kakiku. "Besok pakai stiletto! Kamu bukan mau belanja ke pasar, kan?"

Kepalaku rasanya mulai berasap sekarang.

Ini flatshoes Kate Spade, for god's sake! Ya, walaupun belinya nyicil dua belas kali, tetep aja ‘kan, Kate Spade!

Aku akhirnya hanya bisa merutuki Ethan Malachi, mantan bos yang sudah kuanggap temanku. Dia lah satu-satunya yang harus dipersalahkan untuk semua ketidaknyamanan ini. Karena dia lah, yang telah merekomendasikan pekerjaan sialan dengan bos terkutuk ini untukku.

 

DAMN!

Chapter Sebelumnya
Chapter 1 dari 6
Chapter Selanjutnya

Daftar Chapter

Chapter 1: Prolog - Meet The Boss

1,053 kata

GRATIS
SEDANG DIBACA

Chapter 2: Tugas Pertama

689 kata

GRATIS

Chapter 3: What A Boss!

567 kata

GRATIS

Chapter 4: Thank, God. First Day Almost O...

679 kata

GRATIS

Chapter 5: 24 Hour/7 Day Stand By

697 kata

GRATIS

Chapter 6: Chapter 6 - Rok Mini

602 kata

GRATIS

Komentar Chapter (0)

Login untuk memberikan komentar

Login

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama memberikan komentar!