Chapter 5: Satu demi Satu
Buku yang berjatuhan secara tiba-tiba, membuat Olive langsung menoleh ke arah tumpukan buku tersebut.
Tetapi tidak ada apapun yang menyenggolnya.
Bruk!
Tumpukan buku yang berada di sisi lainnya pun kembali berjatuhan. Terlihat di sana, ternyata dua ekor tikus telah menyenggolnya.
"Aaa!! Tikus!" Olive menjerit, dia berlari ketakutan ketika melihat tikus itu. Dia mengambil satu buku, lalu pergi meninggalkan lorong itu dengan secepat kilat.
Olive sangat tidak menyukai tikus, dia selalu saja akan menjerit ketakutan ketika melihat seekor tikus. Betapa takutnya dia. Rasa takutnya sejak kecil masih terbawa sampai saat ini.
Sesampainya di kamar, dia langsung mengambil selimut dan menyelimuti tubuhnya. Dia masih merasa ketakutan. Diletakkannya buku itu dan nafsu membacanya hilang seketika karena tikus. Rasa takutnya membuat dia tidak ingin melakukan apapun selain menutup matanya, lalu Olive pun tertidur.
Tempat yang paling tenang dan nyaman bagi Olive adalah di dalam kamarnya. Terhindar dari hal-hal yang sangat tidak dia sukai.
Keesokan harinya, Olive sudah sehat dan bisa pergi ke kampus untuk mengikuti ujian susulan.
Gedebak!
Gedebuk!
Prang!
Suara itu semakin terdengar jelas.
Olive yang berada tidak jauh dari sana pun mendengar suara itu, dia menjadi semakin penasaran dan mencari di mana suara itu berasal.
Setelah ditemukan keberadaan asal suara itu, dia berniat masuk ke dalam. Langkah kaki Olive terus mendekat ke sana, tetapi dengan cepat Bagas menariknya menjauh dari tempat itu.
"Apa sih? Gue hanya ingin mengecek suara apa itu, Gas. Kenapa lo tarik gue? Lepasin!" Olive kesal.
Bagas tersenyum. "Gue seperti sedang dejavu."
"Hah? Maksudnya?" Olive dibuat kebingungan dengan ucapan Bagas barusan.
Lagi-lagi, Bagas terus tersenyum. "Hal ini membuat gue tambah yakin, bahwa lo itu orang yang sama, yang gue temui satu tahun yang lalu."
"Maksudnya?" Olive sangat tidak mengerti dengan apa yang dimaksud oleh Bagas.
"Gue tambah bingung. Lo mulai ngawur, Gas," lanjut Olive dan berlalu pergi meninggalkan Bagas.
"Gue yakin ini lo, Christa." Hati Bagas tidak ragu lagi akan hal itu.
Pada sore hari, di warung Bi Inah, Bagas sedang berkumpul dengan teman-temannya. Dia duduk termenung dan di sana Azri pun menghampirinya.
"Lo kenapa lagi, Gas?"
"Apa gue harus berjuang lagi? Memanfaatkan ini semua?" Bagas berbalik bertanya dengan suara yang pelan.
"Lo lagi bicara apa, sih?" Azri mengerutkan keningnya.
"Tentang cinta yang tidak bisa dimengerti oleh semua orang," jawab Bagas singkat.
"Sakit ya, lo?" Azri memegang dahi Bagas.
"Apaan, sih!" Bagas langsung menghempaskan tangan Azri yang masih menyentuh dahinya.
"Benaran nih, lo lagi sakit!" lanjut Azri.
"Ya, sakit karena cinta." Bagas tersenyum.
Azri tertawa mendengar ucapan Bagas. "Secepat itu lo melupakan Christa?"
"Cie, dapat cewek baru di kampus baru," ejek Farrel.
Mendengar hal itu, semua teman-temannya di sana pun mulai mengejek Bagas.
Di sebuah Cafe Kiyopta, terlihat dua orang pria sedang membicarakan hal yang sangat serius.
"Gue tadi lihat si Christa lagi ngobrol sama Jerry, Bro," ucap seorang pria beralis tebal itu tiba-tiba membuat ketegangan seisi cafe.
"Terus? Mereka sedang bicara apa?" tanya Nicky, temannya itu, menaikan salah satu alisnya.
"Dia sedang menjelaskan sesuatu pada Christa, tentang seseorang bernama Chelsy. Gue gak tahu siapa yang mereka maksud dan mereka juga ada menyinggung soal pertemuan awal mereka."
Mendengar ucapan Ricky, pria beralis tebal itu, mengundang tanda tanya Devan dan Dicky yang baru saja datang, rasa penasaran yang membuat mereka ikut bergabung ke dalam pembicaraan Ricky dan Nicky.
"Sebentar. Gue gak salah dengar? Tadi lo bilang Jerry?" Devan tidak percaya dengan ucapan Ricky barusan.
Ricky menanggapi dengan sebuah anggukan.
"Lo gak salah lihat?" tanya Devan pada Ricky, yang menunjukkan keraguan akan ucapan yang telah didengarnya barusan.
"Ricky gak mungkin salah lihat lah," bela Dicky terhadap sepupunya.
"Betul, gue gak salah lihat. Benar, dia itu Jerry dan dia lagi ngobrol sama Christa."
"Kenapa Van? Kok lo seperti tidak percaya begitu?" tanya Nicky begitu penasaran.
"Gak mungkin, Jerry sudah meninggal."
Ketiga temannya itu kaget ketika mendengar ucapan Devan mengenai kebenaran tentang Jerry.
Mereka semua bertanya-tanya untuk memastikan kebenaran hal tersebut kepada Devan. Sementara itu, diujung sana ada Elina yang sedang duduk sendirian, dia sangat sedih sekali.
Elina kembali teringat tentang kisah persahabatannya dengan Olive yang dia sebut dengan nama Christa. Canda tawa menyelimuti mereka, saling curhat satu sama lain, ke mana-mana selalu saja berdua, suka duka telah dilalui bersama. Kini, seakan kenangan itu tidak ada artinya lagi, seakan lenyap begitu saja, menjadi asing, tidak saling mengenali.
Bagaikan orang asing yang tidak pernah mengenal, betapa sakitnya Elina ketika mengetahui hal itu. Hal ini membuat Elina memikirkan cara agar mengembalikan ingatan sahabatnya itu, dia sangat yakin bahwa yang dilihatnya waktu itu memang benar, Christa, sahabatnya.
Sahabat yang selalu mengerti dia, sahabat yang selalu ada untuk dia. Dia merasa bersalah karena pertemuan terakhir mereka tidak begitu baik, dia merasa itu menjadi alasan Christa tidak ingin mengingat tentang dirinya.
Permasalahan yang mungkin tidak bisa dimaafkan oleh Christa, ini mungkin hal yang sangat sulit untuk dilupakan. Dia sangat menyesal akan itu, sekarang dia harus bagaimana lagi? Dia tidak tahu bagaimana caranya agar persahabatannya kembali lagi, agar Christa bisa mengingatnya kembali. Dia sangat rindu dengan sahabatnya itu.
Ketika kekasihnya tiba, Elina langsung memeluknya, dia mulai menceritakan hal yang telah dialaminya.
"Aku akan coba tanyakan pada Bagas, Beb."
"Bagas? Emang dia tahu soal ini, Beb? Dia pernah bertemu dengan Christa?"
Pacarnya Elina mengangguk.
Setelah mengetahui hal itu dari pacarnya, Elina menjadi sedikit lega, akhirnya ada yang bisa membantu dirinya mencari tahu soal hal ini. Dia berharap, dugaannya itu memang benar. Semoga yang dia temui itu adalah sahabatnya, Christa.
"Ayo telepon Bagas sekarang, Beb. Kita tanyakan pada dia tentang Christa."
Elina sangat bersemangat untuk mengetahui kebenaran tentang Christa. Dikarenakan Elina yang begitu heboh, suaranya barusan sampai didengar oleh Devan dan teman-temannya.
"Ternyata ada sahabatnya Christa di sini," bisik Ricky sembari menunjuk ke arah meja Elina dan pacarnya.
"Tadi kita ada bicara soal Christa, Ky. Kedengaran gak, ya, sampai ke mereka?"
"Biarin lah, Nic!" ketus ketiga temannya secara bersamaan.
Mereka berempat terus memantau dan mendengarkan apa yang sedang Elina bicarakan dengan pacarnya itu. Hingga saat menelpon Bagas pun mereka mendengar semua pembicaraan itu.
Hal ini membuat Devan dan teman-temannya memikirkan sesuatu hal untuk menggagalkan rencana yang ingin mereka buat.
Dendam terhadap Jerry tidak bisa terlepaskan, dendam itu masih saja melekat dan tidak bisa mereka lupakan, terlebih lagi Devan. Devan sangat dendam pada Jerry, hal yang tidak bisa dia ungkapkan dengan siapapun alasan terkuatnya. Dia memilih simpan sendiri alasan utama itu dan menyebarkan semua dendam juga agar teman-temannya membenci Jerry, dengan cara mengadu domba mereka semua.
Daftar Chapter
Chapter 1: Siapakah Diriku Sebenarnya?
1,099 kata
Chapter 2: Sesuatu yang Aneh
1,118 kata
Chapter 3: Terlintas
1,649 kata
Chapter 4: Dahulu
1,487 kata
Chapter 5: Satu demi Satu
1,126 kata
Chapter 6: Waktu yang Memutuskan
1,016 kata
Chapter 7: Hari yang Mencekam
1,054 kata
Chapter 8: Kesedihan
2,178 kata
Komentar Chapter (0)
Login untuk memberikan komentar
LoginBelum ada komentar. Jadilah yang pertama memberikan komentar!