Chapter 5: Bab 5
Setelah dirasa semua keperluan untuk sang putri satu-satunya sudah terbawa semua, dia menghampiri Riko yang masih duduk menunggu dengan wajah yang terlihat lelah dan mengantuk. "Ayo, Nak. Kita berangkat sekarang. Pasti Kinan takut sendirian berada di rumah sakit," ucap ibu Kinan terlihat cemas sambil beristigfar menghilangkan rasa khawatir yang mendera kalbunya.
Riko membantu Ibu Kinan menaiki mobil dan memasangkan seat belt sebelum dia mengemudikan kendaraan menuju rumah sakit. Sesekali Riko melirik ke arah ibu Kinan yang terlihat menitikan air mata pertanda sang ibu dari orang yang ditabraknya itu dilanda perasaan sedih dan cemas akan nasib dan ujian yang seolah-olah tidak berhenti melanda putri satu-satunya itu. Sesampainya di rumah sakit ibu Kinan berjalan terseok-seok dan terlihat lemas karena masih memikirkan kondisi Kinan yang sampai harus dirawat dan berpikir pasti lukanya cukup serius.
"Ini, Bu. Kamar rawat Kinan, silakan masuk. Kita lihat kondisi Kinan di dalam ya, Bu." Riko mendorong pintu dengan hati-hati khawatir sang pasien yang sedang terbaring lemah tidak berdaya di dalam kaget bahkan membangunkan waktu istirahatnya.
"Astagfiruallah, Nak. Kenapa kamu sampai seperti ini?" Tanpa dapat dicegah ibu Kinan yang melihat kondisi Kinan yang berbaring di tempat tidur dengan kepala yang diperban menjadi sangat khawatir. Apalagi saat ini Kinan sampai tidak mengenakan hijabnya akibat kepalanya yang baru saja mendapatkan penanganan khusus.
"Ibu …." Kinan terbangun dari tidurnya karena terdengar sayup-sayup suara wanita yang telah melahirkannya itu.
"Apa yang sakit, Nak?" Ibu Kinan bertanya dengan raut wajah sendu dan membelai tangan sang putri yang terlihat berbaring lemah.
"Hanya ngantuk, Bu. Kinan istirahat dulu ya, Bu. Ibu juga istirahat ya, takutnya Ibu sakit karena kurang istirahat."
"Kamu nggak perlu mencemaskan Ibu dulu, Nak. Ibu tidak apa-apa. Ayo kamu istirahat saja, tadi katanya mengantuk," ucap Ibu sambil memperbaiki letak selimut Kinan. Kinan pun tidak banyak membantah dan mulai memejamkan matanya kembali.
Riko sendiri hanya memperhatikan interaksi kedua ibu dan anak yang saling mengasihi itu. Setelah suasana hening dan tidak ada percakapan lagi, Riko menghampiri ibu Kinan yang terlihat sering menghela nafas saat memandang sang putri.
"Ayo, Bu. Istirahat dulu takutnya Ibu kelelahan." Riko menuntun ibu Kinan ke arah sofa ruang tunggu yang ada di ruang rawat Kinan.
"Terima kasih, Nak. Sebaiknya kamu pulang saja khawatir orang rumah mencarimu nanti."
"Baik, Bu. Besok pagi saya akan ke sini lagi untuk melihat perkembangan Kinan."
"Hati-hati di jalan, Nak Riko." Riko pun segera berjalan meninggalkan ruang rawat Kinan untuk kembali ke rumah.
Hari demi hari Riko selalu menyempatkan diri mampir ke rumah sakit untuk melihat perkembangan kesehatan Kinan. Hingga tidak terasa 2 hari telah berlalu dan siang ini Kinan sudah diperbolehkan pulang mengingat luka di kening dan kaki Kinan sudah kering. Bahkan tekanan darah Kinan juga sudah kembali normal.
"Ayo Bu, Kinan, biar saya bantu," ucap Riko sambil membantu membawakan tas yang berisikan barang-barang kebutuhan Kinan ketika dirawat di rumah sakit.
"Terima kasih banyak, Nak Riko. Selama ini sudah membantu dan menemani Ibu menjaga Kinan selama di rumah sakit," ucap Ibu Kinan merasa terharu karena masih ada yang mau peduli dengan kondisi mereka berdua, apalagi Kinan sudah bercerita bahwa kecelakaan yang menimpa dirinya bukan sepenuhnya salah Riko dengan menceritakan kronologi kejadian hingga dirinya sampai terkapar dan tidak berdaya.
Setibanya dia di rumah Kinan ternyata sudah ada sosok pria yang membuat Kinan bersedih hingga melarikan diri dari rumah sang kekasih. Tama yang beberapa hari ini tidak mengetahui kabar sang kekasih sempat bingung saat melihat Kinan dan ibunya turun dari mobil sedan mewah yang ditaksir harganya cukup mahal. Kinan berjalan dengan didampingi sang ibu dengan sangat hati-hati.
"Masya allah, Kinan. Kamu kemana aja? Sudah 2 hari Abang bolak-balik ke rumah tapi rumah kamu tampak sepi, tak berpenghuni?" tanya Tama sambil memandang Kinan dan sang pria yang Tama tidak diketahui identitasnya.
"Maaf, Bang. Seperti yang sudah aku sampaikan malam itu, hubungan kita sepertinya tidak bisa dilanjutkan lagi. Maaf … aku mau istirahat dulu." Kinan langsung memasuki rumah dan berlalu begitu saja tanpa mau mendengar sepatah kata pun yang keluar dari mulut sang mantan kekasih.
"Maaf ya, Nak Tama. Semoga Nak Tama bisa menghargai keputusan Kinan. Ibu tidak ingin Kinan selalu dihina bahkan tidak diterima kehadirannya oleh orang tua Nak Tama." Ibu Kinan kemudian menoleh ke arah Riko, yang dari tadi hanya menyimak drama percintaan yang baru Riko ketahui bahwa pria tersebut adalah mantan kekasih Kinan.
Tama memandang Kinan dengan tatapan sendu, cinta itu masih ada. Namun, dirinya pun merasa dilema mengingat restu dari sang ibu hingga kini belum dapat diraihnya. Sudah 2 tahun dirinya mencoba melelehkan hati sang ibu yang terus membeku, jika menyangkut hubungan asmara dengan Kinan. Tama merasa kini semuanya semakin rumit.
Daftar Chapter
Chapter 1: Bab 1
741 kata
Chapter 2: Bab 2
722 kata
Chapter 3: Bab 3
781 kata
Chapter 4: Bab 4
890 kata
Chapter 5: Bab 5
750 kata
Chapter 6: Bab 6
819 kata
Chapter 7: Bab 7
738 kata
Komentar Chapter (0)
Login untuk memberikan komentar
LoginBelum ada komentar. Jadilah yang pertama memberikan komentar!