')">
Progress Membaca 0%

Chapter 1: Bab 1

Deni Herly 15 Aug 2025 1,119 kata
GRATIS

Jika saja hujan tak turun malam ini, mungkin jari pemuda itu masih akan terus beradu dengan keyboard laptop putih yang selalu setia menemaninya. Pemuda dengan tinggi 170 cm itu adalah penikmat hujan. Dia akan bergeming untuk menikmati setiap tetesan air langit yang jatuh, juga mendengarkan air hujan itu saat menimpa atap, daun-daun di pohon, dan benda apa saja yang ada di sekitar.

Malam ini adalah malam terakhir baginya untuk menikmati hujan dari kamar yang sudah bertahun-tahun dia tempati. 

Setelah mematikan laptop, pemuda itu pindah ke ranjang yang tertutup oleh sprei bergambar bendera Amerika. Berbaring sambil menikmati hujan melalui jendela. Sungguh sangat damai rasanya. Dia sangat beruntung bisa memiliki kamar yang berada di lantai dua dengan satu jendela besar di sisi kanan. Sebuah jendela kaca yang dari sana bisa bebas melihat suasana luar. Salah satunya hujan malam ini. Sebuah jendela yang sengaja tak diberi gorden. Alasannya sangat sederhana, dia tidak ingin menghalangi mata untuk memandang dunia yang sangat indah ini. 

Gelap malam, sinar lampu jalan, pohon dan hujan yang turun menjadi sebuah perpaduan yang sangat sayang jika dilewatkan begitu saja. Maka tidak heran jika pemuda itu akan betah berlama-lama memandang keluar dari jendela itu. Sebab, dari hujan yang turun itu, banyak imajinasi yang berkeliaran di dalam kepalanya. Tidak heran juga setelah hujan itu reda, apa yang ada dalam pikirannya akan berakhir pada sebuah karya tulis. Puisi.

Saat keadaan khidmat seperti ini, dia tidak bisa diganggu oleh apapun, tapi entah mengapa kali ini ada sesuatu di hatinya untuk membuka sebuah pesan Whatsapp yang masuk. Dia bangkit untuk mengambil ponselnya yang berada di samping laptop, di atas meja. atas meja. 

“Bangsat, ni orang ganggu kenikmatan gua aja,” gumamnya. Namun, matanya menangkap sebuah nama dari notifikasi Instagram. Sebuah DM masuk.

Seperti apa yang tiba-tiba disiram air, wajahnya pun seketika berubah. Tanpa mengindahkan isi pesan dari temannya tadi, dia langsung membuka pesan DM tersebut. 

[Hai, Malaikat Kecil.]

Sejak kelas sepuluh, pemuda dengan kulit sawo matang itu memiliki akun Instagram dengan nama yang bisa dibilang alay, yaitu Malaikart Kecil. Namun, siapa sangka setelah beberapa tahun berlalu, meski akun yang sama sekali tidak memiliki foto pemiliknya, akun itu sangat terkenal dengan ratusan ribu followers yang rata-rata adalah anak muda. Sudah bisa dipastikan hal tersebut dikarenakan apa yang dia unggah adalah konsumsi anak-anak muda zaman now, terutama bagi mereka yang mengaku sebagai bucin

Puisi dan quotes menjadi hal yang sangat digemari saat ini. Mereka yang bucin akan sangat senang bila bisa menemukan sebuah quotes yang begitu related dengan apa yang sedang terjadi di hidupnya, lalu akan dengan bangga mengunggahnya kembali di sosial media yang bisa dilihat oleh banyak orang, terutama di sebuah story Whatsapp. 

[Hai, juga Dewi Kecil.]

Sebenarnya pemuda yang kini sudah duduk di bangku kuliah itu memiliki sebuah trauma yang mendalam dengan puisi. Namun, keinginan untuk menulis puisi itu tidak bisa dibendung. Alhasil, semua puisi yang berhasil dia tulis, selalu berakhir dalam folder laptopnya saja. Tidak ada satu pun puisi yang dia publikasikan, apalagi di sosial media.

Seiring berjalannya waktu, ketika pemuda itu melihat begitu banyak akun sosial media yang menggunggah segala jenis tulisan, terutama puisi, trauma yang dimilikinya perlahan pudar, lalu hilang. Saat itulah akun yang tadinya hanya berisi foto-foto tidak jelas tanpa caption, kini selalu dibumbuhi dengan tulisan berupa puisi atau quotes yang dia tulis.

Trauma itu bukan saja hilang, tetapi mesin pencetak kata-kata itu seakan-akan didorong oleh seseorang yang mengirim pesan ke akun Instagramnya. Pesan yang berisi tentang permintaan untuk dibuatkan sebuah puisi romantis. Puisi yang nantinya akan diberikan kepada kekasih sang peminta tersebut yang sedang berada di rumah sakit. Itulah yang membuatnya semangat lagi dalam menulis puisi dan mengunggahnya di akun yang memiliki nama Malaikat Kecil. Anehnya lagi, setelah itu, banyak berdatangan pesan serupa. 

[Udah lama nggak kirim puisi, kenapa? Are you okay? Aku jadi kepo, nih?]

Lalu pemuda dengan nama akun Malaikat Kecil itu membalas pesan tersebut. Dia menjelaskan mengapa dirinya lama tidak mengirim sebuah puisi. Menulis puisi itu aneh, terkadang tak butuh waktu lama untuk menulis satu puisi, bahkan lebih, terkadang juga butuh berhari-hari hanya untuk menyelesaikan satu puisi pendek saja. Dia juga menjelaskan bahwa keadaan hati yang sedang patah yang menjadi waktu berharga dalam menulis puisi, sebab, dari patah hati akan dengan mudah melahirkan ribuan anak yang bernama puisi.

[Kalau gitu, apa perlu aku buat kamu patah hati agar lancar dalam menulis puisi?]

Dua tahun lalu, saat pemilik akun Malaikat Kecil berselancar di Instagram, dia mendapat banyak pesan masuk. Dari sekian banyak pesan yang masuk itu, ada satu nama yang mengganggu pikirannya. Dewi Kecil. Nama akun yang memiliki kemiripan nama dengan akun miliknya berhasil membuatnya tertarik.

Dengan rasa penasaran yang menguasainya, dia menekan nama akun yang memiliki foto profil bergambar seorang putri bersayap dalam bentuk animasi itu. Jelas untuk melihat isi pesan tersebut. Sungguh tak disangka setelah pemuda itu membaca apa pesannya. Sebuah pesan yang mampu membuatnya terbang ke awan. Akun Dewi Kecil itu mengatakan bahwa dia sangat suka dengan semua tulisan sebagai caption dan selalu menunggu tulisan-tulisan berikutnya.

Setelah membaca pesan singkat itu, Malaikat Kecil tambah penasaran, siapa sebenarnya Dewi Kecil itu. Selama ini belum pernah ada seseorang yang dengan terang-terangan bilang seperti itu.

 Pergilah dia ke beranda milik Dewi Kecil. Sayang, rasa penasaran itu justru semakin tebal, karena di sana dia tidak menemukan apa-apa selain hanya unggahan-unggahan dari sebuah kata yang mengutip dari penulis terkenal. Namun, meski begitu, dia tetap menekan tombol yang bertuliskan follow.

Sejak saat itu, mereka berdua makin akbrab. Sering berkomentar dan mengirim pesan lewat Instagram. Bahkan entah sejak kapan dan bagaimana ceritanya, Malaikat Kecil selalu mengirim puisinya kepada Dewi Kecil.

[Maaf, bercanda. Jangan dianggap serius.]

Sebenarnya sebelum pesan ini muncul, pemuda itu juga sudah paham jika Dewi Kecil hanyalah bercanda. Karena tidak mungkin juga dia akan melakukan hal tersebut.

Pesan berikutnya yang terbaca adalah permintaan untuk dibuatkan sebuah puisi karena Dewi Kecil benar-benar haus rindu akan puisi. Pemuda itu pun menyanggupi dan segera berpamitan untuk menulis sebuah puisi saat itu juga. 

Setelah itu, dia membuka aplikasi untuk menulis di ponselnya. Otaknya yang encer karena hujan, pun dengan mudahnya menulis sebuah puisi dalam waktu tidak lebih dari lima menit. Puisi itu pun langsung dia kirimkan ke Dewi Kecil yang ada di entah belahan bumi mana. 

Munculah pesan dari Dewi Kecil yang berisi sebuah protes. Jelas itu karena puisi yang ditulis oleh Malaikat Kecil itu bukanlah puisi romantis sesuai harapannya. 

Dia sengaja menulis puisi seperti itu karena hari sudah begitu larut. Malaiakat Kecil ingin mengajak Dewi Kecil untuk beristirahat malam ini. 

★★★

Selamat Tidur

tak perlu resah menunggu hasil

atau mungkin tugas yang belum berhasil

pejamkan mata

akhiri saja hari ini

dan jangan lagi berkata

selamat tidur tubuh yang lelah

Chapter Sebelumnya
Chapter 1 dari 5
Chapter Selanjutnya

Daftar Chapter

Chapter 1: Bab 1

1,119 kata

GRATIS
SEDANG DIBACA

Chapter 2: Bab 2

1,683 kata

GRATIS

Chapter 3: Bab 3

1,359 kata

GRATIS

Chapter 4: Bab 4

1,539 kata

GRATIS

Chapter 5: bab 5

1,613 kata

GRATIS

Komentar Chapter (0)

Login untuk memberikan komentar

Login

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama memberikan komentar!