Chapter 5: Bab 5. Abigrade
Mengambil buku diary, lalu menuliskan sebuah pesan.
Untuk Abigrade.
Abigrade, cowok yang selalu perhatikan padaku. Cowok yang selalu menangkan. Setiap kali menerima pesan darinya, aku merasakan aman dan tentram. Seperti tidak ada beban sama sekali. Semua itu hilang seketika.
Bagaimana cara menyikapi hal ini? Bisa atau enggak, ya? Semua ini berat bagiku.
Hai, Abigrade. Apa kabar? Gimana, ya? Intinya aku merasa nyaman ketika saling chating bersama kamu. Momen di mana kita saling chat, itulah yang aku tunggu.
Oh, Abigrade! Bisakah kita seperti ini selamanya? Bisa tidak? Aku menginginkan hal itu terjadi. Bisa tinggal di sini, baru memikirkan sampai dampak hari ini.
Oh, Abigrade! Bagaimana caraku mengungkapkan ini semua? Bisakah aku mengungkapkannya? Aku harus apa? Kasih tahu aku, dong!
Oh, Abigrade! Aku ingin mengaku. Jangan ketawa, ya jika nanti aku utarakan semua ini. Tidak ada yang lucu, semua ini nyata adanya. Jangan ketawa apalagi menghindar. Please, aku mohon.
Tetaplah jadi Abigrade yang kukenal selama ini. Jangan berubah, please. Kenyamanan itu sangat susah didapatkan, maka jangan hancurkan semua ini. Jangan hancurkan perasaan yang aku punya. Tetaplah begini, please.
Abigrade! Abigrade! Mungkin ini agak aneh menurutmu, tetapi inilah kenyataannya. Aku hanya ingin jujur. Mengatakan hal yang sejujurnya padamu.
Inilah kata hatiku yang sebenarnya. Tanpa ada kebohongan. Ini aku mengatakan sejujurnya. Percayalah!
Sebuah awal yang sangat tidak disangka. Bisa sedekat dan saling kontak begini. Sangat tidak disangka.
Hari ini hujan turun begitu deras, membasahi tanah yang sudah lama kering. Musim kemarau sudah berakhir. Kini sudah tergantikan oleh musim hujan.
Hujan yang tenang dan dingin. Hujan yang menyatukan beberapa orang. Hujan juga yang memisahkan beberapa. Berbagai macam kejadian telah ada. Tidak bisa dihindari ataupun dihapus.
Rindu itu sangat menyiksa, maka jangan sampai rindu. Wkwkwk, galau, ya? Maaf, aku tidak pandai merangkai kata ataupun merangkai sebuah puisi. Sulit saja bagiku. Bukan tidak mau belajar, melainkan tidak bisa setelah dicoba.
Jangan ketawa, ya. Ini serius. Jika kamu gak keberatan, ajari aku, dong. Wkwkwk, kacau. Aku memang gak bisa apa-apa, ya. Maaf, jadi memalukan. Asal kamu tahu, aku lagi mencoba apa yang tidak bisa, semoga saja bisa kulakukan.
Doakan saja, ya. Semoga apa yang aku impikan selama ini bisa terwujud. Semoga tidak ada halangan. Semoga, ya, Abigrade.
Hm, aku sepertinya terlalu banyak berbicara. Aku tidak tahu kapan lagi bisa menulis surat ini. Jadi, aku rasa, lebih baik kutulis sekarang saja.
Jangan bosen, ya, jika nanti aku berikan surat ini setelah berlembar-lembar kertas selesai ditulis. Rencananya, sih, minimal lima lembar lah, hehe.
Sulit merangkai kata tapi bisa nulis sampai lima lembar? Haha, itu pasti yang juga kamu pertanyakan. Pasti, kan? Pasti itu hal yang menjadi pertanyaan di benakmu setelah membaca suratku.
Maaf, maaf banget, karena surat panjangku ini akan menyita banyak waktumu. Maaf banget.
Hm, masih panjang, deh sepertinya. Aku rasa, akan tetap diteruskan sampai sepuluh halaman, deh. Lima halaman saja masih kurang sepertinya.
Mau sepanjang apa? Sepanjang jalan kenangan? Oh, tidak juga. Jangan berpikir begitu, ya .... Tenang, tidak akan seperti jalan kenangan, kok.
Hm, aku izin kasih sebuah puisi, ya. Boleh, ya? Boleh, dong, ya.
Matahari bersinar terang.
Tidak ada terang seperti kamu.
Pelangi memiliki tujuh warna.
Sama seperti kamu yang terus mewarnai hatiku seperti pelangi ini.
Warna-warni, kehidupanku dipenuhi warna.
Berwarna agar tidak gelap.
Suasana hati yang baik itu perlu.
Tentunya saat bersama kamu.
Kamu adalah kontrol hidupku.
Pemegang kendali semua yang ada di hidupku.
Abigrade, oh Abigrade.
Inilah aku yang sesungguhnya.
Aku yang selalu menantimu.
Aku yang selalu sayang kamu.
Jangan buat hatiku menjadi mendung ataupun gelap gulita.
Buatlah hati ini selalu terang, seperti matahari dan bintang.
Inilah yang aku idamkan.
Sangat ingin seperti ini.
Abigrade, marilah bersama dalam waktu lama.
Aku harap kita bisa segera bertemu.
Semoga tidak ada penghalang.
Semoga semua berjalan lancar.
Semoga apa yang disemogakan bisa terwujud.
Semoga, semoga.
Aku tetap menginginkan kamu.
Kamu, hanya kamu.
Haha, maaf puisiku jelek, ya. Maaf, ya.
Hm, aku hanya ingin menulis saja. Ingin mengutarakan isi hati dan menjadikan kenangan. Kenangan yang dapat selalu disimpan dan diingat.
Aku rasa sampai sini dulu. Nanti aku lanjut ke lembar berikutnya. Satu per satu akan aku berikan ke kamu untuk dibaca. Tahap demi tahap.
Semoga tidak bosan, ya. Jangan sampai bosan, ya, Abigrade.
Panjangnya isi suratnya ini memang sengaja, sih. Entahlah, kok, bisa aku menulis sepanjang ini, ya? Sejarah banget.
Panjang membosankan atau panjang yang sangat ngena di hati? Haha, entahlah.
Aku gak muluk-muluk, hanya satu yang aku inginkan adalah agar kamu bahagia dan sehat selalu. Jangan lupakan aku, ya. Ingat aku terus. Aku tahu kamu akan pergi. Pasti akan pergi, sih.
Jadi, aku sengaja mempersiapkan ini semua. Aku harap kita bisa saling berkomunikasi, ya. Walaupun jauh, semoga masih seperti sekarang.
Aku merobek kertas yang kutulis dalam buku diary, lalu kulipat. Air mataku pun menetes tanpa diminta. Sakit rasanya menulis surat ini.
Kuambil amplop, lalu memasukkan kertas ini.
"Semoga bisa tersampaikan tepat waktu. Semoga tidak terlambat. Semoga bisa." Aku masih menatap amplop berisikan surat yang kutulis tadi.
Semua ini sangat sulit buatku. Menahan sakit yang teramat dalam. Kenapa, sih jadi gini? Kenapa? Kenapa harus aku? Kenapa bukan orang lain saja? Boleh gak, sih aku egois kali ini? Boleh gak, sih? Sekali aja.
Egois terkadang diperlukan untuk tetap waras? Benarkah kalimat ini? Boleh gak aku tetap waras dengan cara egois? Boleh?
Oh, bagaimana ini? Kenapa sakit, ya? Berat banget buatku. Sakit yang sangat mendalam.
Aku mengambil kembali selembar kertas, lalu kembali menulis.
Abigrade, aku ingin egois. Sekali saja, boleh, ya? Kali ini saja. Mungkin ini terdengar aneh, tapi ya kali ini itu yang aku butuhkan. Please, boleh, ya?
Aku ingin egois untuk tetap waras. Apa itu salah? Kurasa kali ini tidak sepenuhnya salah. Mybe, ini harus dilakukan.
Sorry, aku tidak bisa terus menahan ego. Sorry, mungkin aku akan menyesal, tetapi harus dicoba.
Please, aku rasa ini lebih baik. Lebih baik untuk dicoba?
Kulipat kembali kertas ini, lalu kumasukkan ke dalam amplop.
"Apa boleh aku melangkah sejauh ini? Apa tidak masalah?" Aku mengambil amplop ini, lalu berpikir keputusan selanjutnya.
"Robek, tidak. Robek, tidak. Robek, tidak. Robek, tidak." Aku masih memikirkan apa yang telah ditulis terakhir kali ini.
"Argh!" Kuambil amplop terakhir, lalu merobeknya.
Sebuah keputusan telah kuambil. "Semoga ini keputusan terbaik."
Daftar Chapter
Chapter 1: Bab 1. Beginilah Kehidupan
1,038 kata
Chapter 2: Bab 2. Apa yang Dia Inginkan?
1,067 kata
Chapter 3: Bab 3. Melewati
1,080 kata
Chapter 4: Bab 4. Masih Begini
1,085 kata
Chapter 5: Bab 5. Abigrade
1,077 kata
Chapter 6: Bab 6. Ingin Bekerja Sama
1,012 kata
Komentar Chapter (0)
Login untuk memberikan komentar
LoginBelum ada komentar. Jadilah yang pertama memberikan komentar!