')">
Progress Membaca 0%

Chapter 2: Permohonan Terakhir

Aileen NM 15 Aug 2025 1,083 kata
GRATIS

Mengempaskan tubuh ke kursi putar kebanggaan, gue mengetuk-ketukkan ujung jari ke atas meja. Rambut yang gue biarin nggak tersisir rapi sejak dari rumah, makin acak-acakan diterbangkan angin yang berasal dari pendingin ruangan.

"Kenapa, Josh? Kusut amat!"

Gue mendelik ke arah Monica, partner siaran gue pagi ini. Gadis manis yang rutin mengenakan cardigan sesering kemunculan pelangi sehabis hujan itu, mengulurkan secangkir kopi yang masih mengepulkan asapnya ke depan gue.

"Oh, thanks, Mon," balas sapa gue menyambut uluran kopinya.

Aroma kopi segera menyeruak memenuhi seisi ruang siar dan menyerobot hidung gue, begitu dua cangkir hot black coffee less sugar milik kami menyentuh bibir masing-masing.

Monica adalah salah satu partner siaran gue terlama di Sunset Radio. Gue inget dia bahkan partner pertama sejak gue diangkat menjadi penyiar tetap tiga tahun yang lalu. Sempat berganti partner beberapa kali, tetapi gue dan Mon ngerasa hanya suara kita berdua yang cocok dipadupadankan, dan kalau siaran bisa saling mengisi. Akan tetapi, sejak awal gue ngerasa ada perasaan lain yang cewek ini simpan terhadap gue. Bukan cenayang, tapi gue juga bukan cowok bodoh yang nggak bisa membaca perasaan orang lain.

"Monday's blues or something?" tanya dia, duduk di sebelah gue, memutar-mutar kursinya. Sesekali dia mengecek daftar lagu dari layar monitor dan iklan yang wajib tayang pada waktu-waktu tertentu.

Gue menggeleng dan tersenyum masam.

Pikiran gue kembali melayang pada pembicaraan gue dan Yuri kemarin sore. Semua berkecamuk bagai untaian benang kusut yang rindu diuraikan. Perdebatan yang terjadi antara gue dengan cewek yang sudah mengisi hidup gue selama tujuh tahun terakhir itu, berujung pada kepala yang rasanya pengin gue jedotin ke tembok.

"Iya, kalau lo tetep mau nikah sama gue, penuhi satu syarat gue!" Yuri menegaskan. Persis saat kepala gue mendongak dan menatapnya lekat, seolah apa yang barusan dia omongin adalah sesuatu yang berhubungan dengan hari kiamat.

Gue tersenyum miring, menantang.

"Siapa takut?" Gue mengangkat-angkat alis menggoda.

Paling apa sih permintaan dia? Mendaki puncak gunung Himalaya? Apa menyebrangi Samudera Hindia? Atau membakar diri untuk ngebuktiin ketulusan cinta gue kayak dalam cerita pewayangan Rama dan Shinta?

Gue menyengir.

Gue kenal Yuri bukan baru sehari dua hari. Gue tahu persis karakternya yang nggak akan pernah mau menyusahkan orang lain. Dia bahkan pernah bilang, kalau ada orang yang sampai mendapat kesulitan karena dia, lebih baik buat dia dilenyapkan saja dari muka bumi ini.

So, Yuri pasti nggak akan minta syarat aneh-aneh, kan? Dia paling hanya--

"Gue pengin ketemu Cal!"

Lalu gue terbatuk karena tersedak ludah sendiri.

"Cal—Caleb?" gue membeo.

Yuri mengangguk.

"That ... Caleb?" Gue memutar-mutar ujung jari telunjuk di sisi kening, seakan ingin diyakinkan kembali bahwa orang yang gue maksud sama dengan yang cewek manis ini pikirkan.

"Yes, that Caleb!" tegasnya tanpa keraguan sedikit pun. "Caleb William."

Lutut gue seketika lemas.

"Your ex?" sebut gue seperti pada diri sendiri.

Tubuh gue luruh ke lantai. Gue peluk kaki Yuri dengan kedua tangan. Sebuah permintaan terakhir paling tidak masuk akal untuk dipenuhi, baru saja keluar dari mulut mungil Yuri.

"We never broke up, you know. We just stop talking."

"He was missing!"

Damn, it! Gue merutuk tanpa suara.

Apa-apaan ini? Ke mana Yurika yang nggak pernah ngerepotin orang lain itu?

Dari sekian banyak hari gue berhubungan sama dia, kenapa justru harus di hari gue ngelamar, dia malah ngerepotin gue dengan syarat beginian? Kemana aja dia selama ini? Selain itu, dari segala macam syarat yang bisa dia ajuin ke gue, kenapa harus Caleb yang dimintanya?

Ke mana gue harus mencari cowok yang dulu pernah bikin Yuri gue ngambek berminggu-minggu dan mengunci diri di kamar nggak mau diganggu? Yang bikin gue harus tiap saat ngingetin dia untuk nggak ngelewatin jam makannya atau jangan tidur sampai subuh karena menanti laki-laki sialan itu menelepon sekadar menjelaskan ke mana dia pergi tanpa kabar?

Gue bener-bener clueless.

"Bisa yang lain aja, nggak?" tawar gue akhirnya, membujuk.

Gadis yang sore itu mengenakan kaos longgar andalan yang jadi semakin longgar karena berat tubuhnya semakin menyusut, dipasangkan dengan hotpants denim, menggeleng cepat.

"Nope," jawab dia. "I have no other conditions."

Gue menggaruk belakang leher yang mendadak gatal tanpa sebab.

"Dia udah ninggalin lo tanpa berita, nyakitin lo kayak gitu, ngapain sih masih dicari-cari lagi?"

Yuri melemparkan pandangannya jauh ke luar halaman.

"Gue yang tulus sayang sama lo, nggak pernah sedikit pun lo perhatiin--" Yuri menoleh dan memicingkan matanya pada gue. "I mean, dalam soal cinta."

Gue meralat ucapan karena sadar, dalam urusan selain perasaannya ke gue, Yuri perhatian melebihi keluarga sendiri. No doubt about it. Tapi yang gue sayangkan, kenapa setitik pun enggak pernah terbit perasaan cintanya sama gue.

"Kenapa lo nggak pernah ngasih gue kesempatan? Kenapa lo malah mikirin orang yang mungkin inget sama elo aja enggak?" Gue mengejar mata Yuri yang terus menghindar dari tatapan gue. "It's been ONE and a half years, Yuri, for god's sake! Why don't you just move forward? Gue bisa lebih baik dari Caleb. Just give me a chance!"

Gue merebahkan kepala di pangkuan Yuri. Dada gue mendadak sesak. Menyadari hidup Yuri ditentukan hanya tinggal dua bulan lagi dan gue belum bisa ngasih kebahagiaan apa pun untuknya, itu bikin gue ngerasa jadi orang paling nggak berguna di dunia.

"I'll give you a chance," cicit Yuri.

Gue mengangkat kepala dan melihat genangan di mata gadis yang teramat gue sayang. Ada seberkas harap di matanya sempat gue tangkap, saat Yuri dengan lambat dan terisak berkata, "Tapi tolong, bantu gue dulu mencari tahu keberadaan Caleb, Josh. Please. Sebelum gue pergi."

Hati gue mencelus.

Gue belum pernah ngelihat Yuri memandang gue dengan sinar penuh cinta di matanya, seperti saat dia menyebut nama Caleb tadi. Dan gue tahu, gue nggak akan pernah punya kesempatan di hatinya, bila gue nggak memenuhi persyaratan yang dia ajukan ini.

Menciumi jari-jari pucat Yuri yang masih dalam genggaman, gue pun membulatkan tekad. Kalau disuruh membakar diri seperti Shinta aja mungkin akan gue lakuin demi Yuri, maka ketika dia hanya meminta untuk mencari cinta pertamanya, seharusnya ini bukanlah pekerjaan yang terlalu sulit untuk gue kerjakan, bukan?

"Josh! Wake up! Ya ampun! Is there anything interesting on your screen?" Gue kembali menjejak di studio saat Monica mengguncang pundak, mengalihkan perhatian gue dari layar monitor di depan gue.

"Time to go on air!" serunya mengingatkan.

Sedetik kemudian, jingle opening Sunset Radio pun terdengar di headset yang gue pakai, melenyapkan satu pertanyaan besar yangsejak tadi berputar-putar di kepala.

Dari mana gue akan mulai mencari keberadaan Caleb? 

Daftar Chapter

Chapter 1: Syarat

1,332 kata

GRATIS

Chapter 2: Permohonan Terakhir

1,083 kata

GRATIS
SEDANG DIBACA

Chapter 3: Bersamamu Tanpa Sengaja

1,232 kata

GRATIS

Chapter 4: Cintai Gelap

1,198 kata

GRATIS

Chapter 5: When You Say Nothing At All

1,100 kata

GRATIS

Komentar Chapter (0)

Login untuk memberikan komentar

Login

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama memberikan komentar!