Chapter 2: Sesuatu yang Aneh
Tring! Tring!
Cleo tersadarkan dari lamunannya, dia langsung mengecek handphonenya dan mendapati panggilan tak terjawab dari seseorang yang seketika membuat dirinya menjadi ketakutan.
“Cleo? Lo gak apa-apa? Muka lo pucat banget.”
"Enggak, Gas. Gue baik-baik aja. Ini mungkin karena kepanasan tadi." Cleo berusaha tersenyum.
Tiga jam telah berlalu, dokter pun keluar dari ruangan ICU dan memberitahukan kabar baik bahwa Olive sudah sadarkan diri dan pihak keluarga diminta untuk tidak beramai-ramai masuk ke dalam, hanya satu sampai dua orang saja secara bergantian.
Yang pertama mendapat giliran masuk tentunya ibunya Olive, tetapi sampai sekarang beliau belum juga datang, padahal Cleo sudah menghubunginya.
"Maaf, ibunya Olive belum datang juga?" ucap wanita paruh baya tadi yang secara tiba-tiba mendatangi Cleo dan Bagas.
"Belum. Bu Livia mau masuk duluan?" Wanita paruh baya itu bernama Ibu Livia, tetangganya Olive, dia begitu menyayangi Olive seperti anaknya sendiri, kabarnya anak kandungnya tidak pernah menghubunginya selama satu tahun belakangan ini ketika melanjutkan kuliah di Jakarta yang membuat dia nekat datang untuk mencari keberadaan putrinya itu. Dia begitu senang ketika bertemu dengan Olive yang mengingatkannya dengan putri satu-satunya dikarenakan kemiripan wajah mereka berdua.
"Bo-boleh? Apa boleh saya masuk duluan?" ucap Ibu Livia, sedikit ragu.
Cleo tersenyum dan mengangguk. “Boleh, Bu.”
"Lo temani Bu Livia ya, Gas," lanjut Cleo.
“Lo, Cle?”
“Biar gue dan Gifhari tunggu di sini, kalian duluan aja, lagipula gue masih tunggu ibunya Olive.”
"O-oke," Bagas pun masuk ke dalam ruangan Olive bersama dengan Ibu Livia.
Olive membuka kedua matanya ketika Bagas dan Ibu Livia memasuki ruangannya, lalu dia tersenyum kepada mereka.
“Gimana keadaan lo?”
“Gue baik-baik aja, Gas. Cuma masih sedikit pusing.”
“Lo, kok, bisa pingsan begitu, sih? Kecapean ya lo? Pasti nih. Kan, udah gue bilang, jangan terlalu capek. Jadi begini, kan.”
"Iya, bawel," Olive menutup telinganya, dia malas mendengar ocehan yang keluar dari mulut Bagas yang pasti akan terus berlanjut jika ditanggapi.
“Berlagak gak mau dengar lagi. Ini untuk kebaikan lo juga, tahu.”
Ibu Livia geleng-geleng kepala dan tersenyum melihat tingkah mereka berdua.
Menyadari keberadaan Ibu Livia, Olive menjadi tidak enak hati, begitu juga dengan Bagas.
"Maaf ya, Bu," ucap Bagas dan Olive secara bersamaan.
"Tidak apa-apa," Ibu Livia tersenyum. "Ibu senang kamu sudah sadar, Christa. Ibu masih boleh 'kan panggil kamu dengan nama Christa?" Wanita paruh baya itu mulai berkaca-kaca
"Boleh, Bu. Boleh, kok," Olive tersenyum, lalu Ibu Livia memeluknya.
Berarti suara tadi, yang aku dengar itu adalah suara Bu Livia? Olive masih memikirkan hal itu, dia ingin bertanya tetapi ragu untuk mengungkapkannya, rasanya begitu sulit untuk bertanya kepada Ibu Livia, ada rasa yang mengganjal di hatinya.
Katanya Olive tidak suka kalau dipanggil dengan sebutan Christa, tetapi ini sebaliknya. Pertanyaan ini masih terus mengisi pikiran Bagas, sekarang dia beranggapan bahwa semua yang dikatakan Cleo tidak bisa dipercaya sepenuhnya.
Di luar sana, terlihat Cleo yang sedang berbicara dengan seorang pria dan dia terus-menerus mencaci-maki pria tersebut.
"Lo kalau gak tahu apa-apa, jangan berusaha ikut campur! Lo bisanya apa, sih? Gak ada, gak ada yang lo bisa perbuat! Jadi, jangan urusi hidup gue, urusi saja hidup lo sendiri! Jangan ganggu gue lagi! Pergi jauh-jauh! Jangan menampakkan diri lo lagi dihadapan gue! Gue benci itu!"
Deg!
Ketika ingin kembali lagi ke dalam, tanpa sengaja Cleo berpapasan dengan Gifhari dan dia menghalangi jalan Cleo untuk masuk ke dalam.
"L-lo, lihat yang ta-tadi?" tanya Cleo terbata-bata.
Gifhari menanggapi pertanyaan Cleo hanya dengan sebuah anggukan.
"Please, jangan kasih tahu siapa pun." Cleo terus memohon kepada Gifhari.
"Asal dengan satu hal." Gifhari tersenyum.
“Apa itu? Apa pun akan gue lakukan, asal lo tutup mulut.”
"Lo harus bantuin gue." setelah itu Gifhari berbisik di telinga Cleo tentang hal yang harus Cleo lakukan untuk membantu dirinya.
Cleo tersenyum. “Oke, gue setuju.”
Gifhari mengulurkan tangannya dan Cleo menjabat tangannya itu, menandakan kerja sama mereka telah terjalin.
Mereka berdua berjalan masuk ke dalam seakan tidak terjadi apa-apa.
Brak!
Bruk!
Kring! kring!
Bum!!
Suara aneh mulai terdengar kembali di telinga Olive, kepalanya terasa begitu sakit, sakit itu teramat menyiksa. Suara itu terus terngiang-ngiang di telinganya yang membuat Olive refleks menutup kedua telinganya itu.
Jangan takut Christa! Aku tidak akan menyakitimu. Aku ini Chelsy. Maaf, kalau suaraku ini membuatmu menjadi ketakutan. Suara ini nyata adanya, tetapi wujudnya saja tidak kelihatan.
"Aaa! Jangan ganggu gue!" Olive masih terus menutup kedua telinganya.
Tenang Christa, tenang.
"Hah... Hah..." Olive terbangun dan menyadari itu semua hanyalah mimpi buruk.
Mimpi ini terasa bukan seperti mimpi biasa, Olive seperti sedang merasakan dejavu, yang ada di mimpinya seakan pernah dia alami dulunya, tetapi dia tidak bisa memastikan kebenarannya.
"Olive! Olive sayang!" Seorang wanita berumur sekitar 45 tahun, dengan rambut panjangnya yang ikal, berlari menghampiri Olive, lalu memeluknya.
"Mama." Suara Olive begitu kecil.
“Sayang, kamu, kok, bisa pingsan? Sebelah mana yang sakit? Apa perlu kita pindah rumah sakit saja?”
“Gak perlu, Ma. Aku baik-baik saja, kok.”
"Kamu serius? Di rumah sakit sekecil ini? Mama gak yakin perawatan di sini aman dan terjamin," ucap Ibu Graci sembari melihat sekeliling kamar.
"Kita pindah ke rumah sakit lain saja, ya. Rumah sakit yang lebih besar, di sana pasti akan lebih terjamin. Percaya, deh, sama Mama," lanjut Ibu Graci.
"Enggak, Ma. Aku baik-baik aja. Bentar lagi juga keluar dari rumah sakit ini, kok. Memangnya Mama mau aku terus-menerus dirawat di rumah sakit?" Olive kembali membalikkan kata ibunya.
“Ya, enggak dong, Sayang.”
"Nah, gitu dong, Ma." Olive tersenyum.
"Kamu cari siapa, Sayang?" tanya Ibu Graci yang sedari tadi melihat Olive celingak-celinguk seperti sedang mencari keberadaan seseorang.
"Ibu Livia sama Bagas ke mana, Cle?" tanya Olive kepada Cleo yang sedang duduk di sofa.
"Sudah pulang. Tadi mau pamit tapi lo masih tidur."
“Oh, Bu Livia pulang sama siapa? Diantar Bagas?”
"Ya," jawab Cleo singkat.
"Livia ke sini? Sejak kapan? Ngapain?" Ibu Graci kaget ketika mendengar Ibu Livia sudah datang duluan sebelum dirinya.
"Ibu Livia yang menemukan Olive saat pingsan di jalan, Tan." Cleo menjelaskan.
“Oh. Tante kira kamu yang kasih tahu dia, Cle.”
“Enggaklah, Tan. Aman.”
"Aman? Aman kenapa? Memangnya kenapa kalau kasih tahu Ibu Livia?" Olive kembali bertanya.
Deg!
Seketika menjadi hening. Cleo dan Ibu Graci tidak menjawab sama sekali pertanyaan Olive, mereka berdua hanya saling menatap satu sama lain secara bergantian serta memilih tetap diam.
"Kenapa jadi diam? Ada apa, Ma, Cle?" Merasa tidak dihiraukan, Olive kembali bertanya.
"Gak ada apa-apa kok, Sayang. Heran saja kalau dia duluan yang dikasih tahu, mama merasa tersaingi, kamu 'kan anak mama bukan anak dia." Ibu Graci langsung memeluk Olive.
“Mama sayang sama kamu. Mama tidak akan biarkan siapapun merebut kamu dari mama. Tidak akan mama biarkan itu terjadi.”
"Olive juga sayang Mama."
Daftar Chapter
Chapter 1: Siapakah Diriku Sebenarnya?
1,099 kata
Chapter 2: Sesuatu yang Aneh
1,118 kata
Chapter 3: Terlintas
1,649 kata
Chapter 4: Dahulu
1,487 kata
Chapter 5: Satu demi Satu
1,126 kata
Chapter 6: Waktu yang Memutuskan
1,016 kata
Chapter 7: Hari yang Mencekam
1,054 kata
Chapter 8: Kesedihan
2,178 kata
Komentar Chapter (0)
Login untuk memberikan komentar
LoginBelum ada komentar. Jadilah yang pertama memberikan komentar!