Chapter 3: Bab 3
Ternyata, senja datang bukan sekadar untuk memisahkan siang dan malam, tetapi juga antara Kendra dan Alissa. Wanita itu tampak berat ketika Kendra mengakhiri perbincangan mereka. Bukan tak mau lebih lama lagi bersama dia, tetapi Kendra teringat pada Maura yang selalu menunggunya pulang tepat waktu. Dia tidak mau membuat istrinya khawatir dan menunggu terlalu lama.
Masa bodoh dengan cinta, pikir Kendra. Buktinya, banyak pasangan saling mencintai, tetapi akhirnya kandas juga karena minim komunikasi dan rasa peduli. Pun sebaliknya. Banyak pernikahan tanpa cinta yang justru mampu bertahan lama, bahkan hingga akhir hayat mereka. Dan seperti itu tekad Kendra bersama Maura. Dia ingin menikah hanya sekali seumur hidup.
Pernikahan bukan melulu soal cinta. Pernikahan itu juga memuat kesepakatan di dalamnya. Cinta saja, tanpa kata sepakat, pasti mustahil untuk bersama. Namun, sepakat tanpa cinta, masih tetap bisa menikah. Sama seperti yang terjadi pada kasus Kendra dan Maura.
Bagi Kendra, menikah itu lebih pada memilih sahabat atau partner in life dalam suka dan duka di masa dewasa hingga sisa usia mereka. Yang dia butuhkan hanya teman perjalanan untuk melangkah bersama. Bisa saling menenangkan dan saling menenteramkan, itu saja sudah lebih dari cukup, kok.
Kalau sudah merasa nyaman, cinta itu tidak diperlukan lagi. Terbukti, Kendra bisa melupakan bayangan Alissa setelah bertahun-tahun terus menghantui. Cahaya kehadiran Maura telah mampu menggusur bayang pekat Alissa selama ini. Sinar temaram, perlahan makin benderang, dan mengusir jauh-jauh semua bayang masa lalu.
Alissa memang hanya serupa bayang bagi Kendra. Dia pernah mengikuti ke mana pun pria itu pergi, di dalam benaknya. Namun, layaknya sebuah bayangan, dia tidak akan pernah bisa digenggam. Kendra menggenggam kosong dan memeluk hampa, hingga cahaya terang itu datang dan menyadarkan dirinya. Ya, cahaya bernama Maura.
Maura sudah mengorbankan seluruh waktu untuk mengisi hari-hari bersama Kendra. Dia bahkan tidak pernah marah atau cemburu pada kenangan pria itu tentang Alissa. Kendra sudah menceritakan semuanya. Tentang cintanya, masa lalunya bersama Alissa, dan tentang segala mimpinya dulu.
“Simpan saja semua itu sebagai kenangan indah kamu, Mas. Jodoh dan cinta memang sering kali tidak sejalan. Tidak semua orang bisa berhasil dengan cinta pertama mereka atau bahkan cinta yang ke sekian. Tapi, Mas adalah cinta pertama dan semoga jadi cinta terakhir buat aku.”
Selembut itu jawaban Maura ketika Kendra menceritakan tentang Alissa, satu bulan menjelang pernikahan mereka. Kendra hanya tidak ingin ada yang ditutup-tutupi. Toh, sebentar lagi mereka akan resmi jadi suami istri. Dia juga berterus terang kalau belum bisa jatuh cinta pada Maura. Yang ada hanya sebatas rasa nyaman belaka dan Maura tidak keberatan dengan itu semua.
“Niatkan pernikahan kita ini untuk ibadah, Mas. Selebihnya, itu tambahan saja. Selagi dasar utamanya adalah ibadah, insya Allah akan selalu dijaga sama Allah.”
Maura selalu pandai merangkai untaian aksara penyejuk jiwa. Hal itu yang membuat dahaga Kendra tak pernah terpuaskan. Dia selalu menginginkan lebih. Begitu nyaman untuk berbincang lama, menghabiskan waktu bersama Maura. Meski Maura sangat tertutup pada orang lain, juga irit bicara kalau dengan orang luar, apalagi orang asing, tetapi dia bisa berbicara panjang ketika bersama Kendra. Ya, meski tidak secerewet Kendra tentunya.
Sudah sepantasnya kalau Kendra menghargai dan memuliakan Maura, layaknya ratu dalam istana yang mereka bangun atas dasar cinta karena Allah. Maura itu paket komplet, sesuai kriteria pasangan ideal di dalam Islam, yaitu hartanya, kecantikannya, dari keluarga baik-baik, dan kuat agamanya. Lengkap!
Orang tua Maura juga yang membiayai pembangunan hotel yang sekarang dimiliki dan dikelola oleh Kendra. Ayah Maura adalah seorang pejabat dengan kedudukan tinggi di gedung dewan, sementara ibunya pebisnis handal yang sudah bertaraf internasional. Bukan hal sulit bagi mereka untuk membangun hotel megah bintang lima.
Tidak ada perdebatan panjang, apalagi berpikir hingga berbulan-bulan bagi kedua orang tua Maura untuk langsung menyetujui permintaan Kendra agar dibangunkan hotel. Padahal, saat itu mereka belum menikah karena Maura belum lulus kuliah. Namun, keduanya sudah resmi bertunangan dan akan segera menikah begitu Maura diwisuda.
“Assalamu’alaikum, Sayang!” Kendra langsung masuk setelah memarkir mobil di carport rumah.
“Wa’alaikumsalam, Mas.” Maura menghampiri dan mencium tangan Kendra dengan takzim.
“Maaf, ya. Mas sedikit terlambat. Ta-.” Hampir saja dia menceritakan pertemuan dengan Alissa.
“Kenapa, Mas?”
“Tadi ada urusan dengan Bu Amala sebentar.”
Kendra langsung naik ke kamar mereka di lantai dua. Celana pendek, kaus oblong serta celana dalam sudah siap di atas ranjang. Maura tidak pernah lupa menyiapkan baju ganti untuk Kendra. Sekarang, dia pasti sedang menyiapkan teh leci kesukaan sang suami, lalu menunggu di ruang tengah seperti biasa.
Niat hati langsung mandi. Namun, apa daya ketika mata Kendra menangkap ada notifikasi masuk ke telepon genggam miliknya. Dia akhirnya merebahkan diri. Santai sejenak, dia rasa tidak masalah karena ada pesan penting dari ... Alissa.
[Aku rindu, padahal kita baru aja ketemu.]
Seutas senyum tipis, mau tidak mau terlukis di sudut bibir Kendra. Ada-ada saja perempuan ini. Dia itu pria beristri. Dengan kecantikan serta kecerdasan Alissa, apalagi kesuksesannya mendirikan usaha, pasti tidak sulit untuk menemukan pria yang jauh lebih berkualitas dibandingkan Kendra.
[Aku rasa ... kita jangan pernah ketemu lagi ya, Al. Aku ini sudah menikah, lho. Cari dan temukan pria baik yang akan mencintaimu seumur hidup. Doaku untukmu.]
Kendra tidak ingin terperangkap rasa. Degup jantung sudah tidak menentu ketika bersama dia. Kendra takut. Jangan sampai dia menodai rumah tangga hanya karena kehadiran cinta lama.
[Aku maunya kamu!]
Alih-alih menyerah, Alissa malah mengirimkan pesan beserta foto tak lama kemudian. Paras ayunya dengan bibir monyong ala remaja sambil menyatukan telunjuk dan ibu jari, membentuk hati yang diarahkan ke kamera. Sungguh menggemaskan! Tanpa sadar, Kendra malah ikut memajukan bibir, seolah membalas ciuman wanita itu.
Astaghfirullah! Ini godaan setan! Duh, Gusti, kalau setannya secantik Alissa, apa aku kuat terus-terusan menolak? Apa sebaiknya aku blokir saja nomor dia? Kendra bertanya-tanya di dalam hati.
[Aku nggak bisa, Al. Maaf.]
Untung saja, jari Kendra masih bisa berkompromi dengan akal sehatnya. Tidak lantas membalas I love you ataupun I miss you. Bisa bumi gonjang-ganjing dan bablas angine. Orang pintar, pilih tolak mantan!
Buru-buru Kendra melempar ponsel ke atas nakas, lalu masuk ke kamar mandi. Ada gelenyar hangat yang mulai menjalar di dada, perut, hingga ke bawahnya. Dia harus segera menidurkannya. Eh, mendinginkannya.
Berdiri di bawah shower dengan guyuran deras air dingin seperti ini, Kendra berharap, semoga bisa mengembalikan kesadarannya.
Alissa bukan siapa-siapa. Dia hanya alumni hati dan tidak boleh reuni lagi! teriak Kendra kuat-kuat di dalam hati.
Daftar Chapter
Chapter 1: Bab 1
1,292 kata
Chapter 2: Bincang Mantan
1,169 kata
Chapter 3: Bab 3
1,081 kata
Chapter 4: Malam Seru
1,189 kata
Chapter 5: Tawaran Gila!
1,339 kata
Komentar Chapter (0)
Login untuk memberikan komentar
LoginBelum ada komentar. Jadilah yang pertama memberikan komentar!