Chapter 2: UCAPAN ADALAH DOA
Damar bergegas menuju ke rumah Kinanthi setelah tadi siang Pak Cipto dan Bu Purwanti datang ke rumahnya. Hal yang membuat Damar bimbang akhirnya kejadian juga. Sejujurnya rejeki ini sangat dia syukuri ketika grup musik pop campursari yang dikelolanya mendapatkan undangan untuk manggung di hajatan pernikahan. Tapi undangan manggung kali ini menimbulkan dilema tersendiri.
Bagaimana tidak? Manggung kali ini di rumah Bu Purwanti, adik pak Lurah. Tapi jelas bukan itu yang jadi pokok masalah, melainkan yang akan menikah adalah Astuti, putri sulung Bu Purwanti dengan Dimas Arya. Polemik Damar semakin meruncing karena Arya adalah mantan kekasih Kinanthi, salah satu penyanyi yang Damar asuh sejak masih duduk di bangku SMP.
“Sugeng siang, Bu Ratmi,” sapa Damar ketika dia sampai di teras rumah Kinanthi yang sangat sederhana itu.
“Lho, Nak Damar? Monggo masuk.” Bu Ratmi mempersilakan Damar masuk.
Damar yang sudah mengenal keluarga ini dengan baik segera masuk dan duduk di kursi sederhana ruang tamu rumah itu.
“Kinanthi ada, Bu?” Damar langsung menanyakan Kinanthi. Dia sudah tak sabar untuk mengabarkan hal ini.
“Ada, Nak. Sepertinya baru selesai sholat. Sebentar ibu panggilkan. Apa ada job lagi, Nak?” tanya Bu Ratmi dengan nada semringah karena beberapa waktu ini job menyanyi Damar Music agak sepi.
Damar tersenyum lebar, bisa merasakan kebahagiaan bu Ratmi saat anaknya mendapat job manggung, meski hanya untuk panggung-panggung kecil.
Damar tersenyum bimbang, dan hanya mengangguk.
“Ada, Bu Ratmi. Tempat orang hajatan,” jawab Damar berharap agar bu Ratmi tak bertanya hajatan tepat siapa.
“Syukurlah kalau begitu. Sebentar ibu panggilkan Kinanthi, nggih?” ujar bu Ratmi yang masih tetap saja santun.
“Nggih, Bu.” Damar seketika merasa lega karena bu Ratmi tak bertanya lebih lanjut.
Perempuan setengah baya itu lantas masuk memanggil Kinanthi. Sementara pikiran Damar sibuk mencari kalimat yang tepat untuk mengatakan yang sebenarnya.
“Sudah lama, Mas?” tanya Kinanthi sembari menyibak kain pintu yang sepertinya sudah cukup usang. Damar tersenyum miris melihat realita ini. Ketenaran Kinanthi dalam menyanyi berbanding terbalik dengan kondisi kehidupannya.
Sebenarnya bayaran yang Kinanthi terima lebih banyak dibanding dengan bayaran yang diterima penyanyi lain di grup musik yang Damar kelola, karena memang sebagian besar permintaan pemilik acara meminta Kinanthi yang menyanyi.
Tetapi gadis cantik yang satu itu punya prinsip bahwa dia harus menabung untuk kehidupan yang lebih baik. Dia mengabaikan
“Eh, Kinan. Belum, aku belum lama. Sedang apa?” Basa-basi Damar tentu tak bisa menutupi kegundahan lelaki itu.
“Baru selesai sholat, Mas. Ada apa ini, Mas? Kok tumben datang? Bukannya biasanya lewat chat?” Gadis itu duduk santun di kursi yang lain.
Damar tersenyum canggung. “Ini, Kinan. Ada sesuatu yang harus aku bahas sama kamu.”
Kinanthi mengerutkan keningnya. “Penting, Mas?”
“Ya … bisa dibilang penting. Ini mengenai undangan manggung kita, Kinan.” Damar tersenyum kikuk.
“Kita dapat job lagi, Mas?” tanya Kinan antusias.
Damar mengangguk. “Iya. Tapi aku bingung bagaimana mengatakannya, Kinan.”
Kinan tersenyum bingung. “Bingung kenapa, Mas? Jadwalnya bentrok?”
“Bukan, Nan. Tapi … undangan manggung ini datang dari Bu Purwanti untuk nikahan putrinya,” jawab Damar setelah menekan rasa tak enaknya.
Seketika senyum Kinanthi hilang. Damar tahu perubahan air muka Kinanthi sehingga muncul rasa bersalahnya.
“Eh, maaf, Kinan. Aku tak bermaksud menambah lukamu, tapi … tapi ini tuntutan pekerjaanku, Kinan.” Damar berkata dengan gugup.
Kinanthi tersenyum, menutupi hatinya yang terluka.
“Nggak apa-apa kok, Mas. Saya sudah melupakan semuanya. Namanya juga nggak jodoh, kan? Kami bukan yang terbaik satu sama lain, Mas.” Kinanthi mencoba menetralkan suasana yang mendadak canggung.
“Bu Purwanti juga mintanya kamu yang jadi penyanyi utamanya, Nan. Katanya permintaan putrinya.” Damar terlihat semakin kikuk mengatakan request tuan rumah yang sepertinya sengaja. “Tapi … tapi kalau kamu bisa menolak kalau ini membuatmu tidak nyaman.”
Kinanthi tersenyum karena dia tahu konsekuensi jika tidak ikut dalam undangan kali ini. Setiap request dari tuan rumah akan menambah nilai nominal yang didapatkan oleh grup musik mereka.
Jika Kinanthi menolak, tentu akan menghilangkan tambahan uang yang seharusnya bisa mereka dapatkan meski memang penyanyi yang diminta akan mendapatkan pembagian yang lebih besar dibanding penyanyi yang lain.
Dan kedua pilihan itu tak memberi ruang baik pada Kinanthi. Menolak ikut serta dalam undangan kali ini sebenarnya akan membuat luka hatinya tak lagi basah, tetapi mengurangi pendapatan grup mereka. Dan menerima untuk ikut serta dalam undangan kali ini jelas membuat pendapatan grup mereka akan bertambah, tetapi luka hatinya akan kembali basah.
Kinanthi tak ingin egois hanya untuk hatinya yang berdarah. Ikut atau tidak dalam undangan mentas kali ini, tak akan memberikan efek apapun pada hubungannya dengan Arya karena semua sudah hancur sejak semula.
Kinanthi menggeleng.
“Tidak, Mas. Saya nggak apa-apa. Saya ikut sesuai dengan permintaan tuan rumah,” ujar Kinanthi dengan penuh keyakinan.
Damar tertegun dengan jawaban Kinanthi. Awalnya dia menduga bahwa penyanyinya itu akan menolak tawaran manggung kali ini mengingat bahwa si mempelai laki-laki adalah mantan kekasih Kinanthi.
“Serius, Nan? Kamu … kamu nggak apa-apa manggung di hajatan Arya?”
Kinanthi tersenyum lalu menggeleng. “Nggak apa-apa, Mas. Kan semua sudah berlalu?”
Damar tersenyum lebar penuh kelegaan mendengar jawaban Kinanthi yang sepertinya sangat berbesar hati. Meskipun sejujurnya Damar tak yakin dengan apa yang dikatakan oleh Kinanthi, tetapi setidaknya grup mereka akan tetap manggung.
“Terima kasih, Kinan. Aku akan bilang pada bu Pur kalau request beliau bisa kita laksanakan dengan baik.”
Setelah Damar meninggalkan rumahnya, Kinanthi termenung dengan keputusan yang diambilnya. Mungkin orang lain menganggap dia telah mengambil resiko besar yang mengakibatkan hatinya kembali patah setelah hubungannya kandas, sebulan lalu. Dan kini, dia akan menyanyi di panggung resepsi pernikahan mantan kekasihnya? Adakah yang lebih gila dari ini?
***
Di waktu yang sama, di ibukota kabupaten, seorang perempuan setengah baya menegur putra sulungnya, Asmaradana.
“Minggu depan Bulik Pur hajatan, Dan. Ibu harap kamu bisa ambil cuti. Kita harus datang pada pernikahan adik sepupumu. Siapa tahu nanti kamu dapat jodoh di sana.” Bu Asih kembali menyinggung soal pernikahan yang selalu menjadi topik utama dalam percakapan mereka, membuat Dana sedikit jengah.
“Tanggal berapa, Bu?” tanya Dana dengan santai.
“Tanggal lima.”
Dana lantas membuka kalender pada ponselnya dan mencari tanggal lima. “Sebenarnya ada jadwal rapat internal. Nanti setelah saya antar Ibu, saya kembali dulu untuk rapat.”
“Dan?! Apa nggak bisa absen sehari saja untuk hadir di acara hajatan bulikmu?” Bu Asih sebenarnya kesal dengan Dana yang gila kerja sehingga dia melupakan usianya yang nyaris tiga puluh tahun namun belum memiliki kekasih itu.
“Bu, ini rapat cukup penting. Masa iya saya ninggalin pekerjaan untuk kepentingan pribadi?” Dana mencoba mengelak dengan halus.
Sejujurnya dia tak terlalu suka dengan acara kumpul-kumpul keluarga seperti itu karena semua pasti akan menanyakan kapan menikah. Mereka tak tahu bagaimana susahnya melupakan Eriana, kekasih yang dipacarinya semenjak SMA namun akhirnya menikah dengan laki-laki lain karena ternyata Eriana sudah hamil duluan, padahal sekalipun Dana tak pernah menyentuh Eriana dalam artian dewasa.
“Toh acara seperti ini tidak terjadi setahun sekali kan, Dan?”
Dana menghela napas berat sebelum mengalah. “Nanti saya usahakan, Bu.”
Bu Asih tersenyum lega, meskipun jelas nanti mereka akan mendapat pertanyaan yang tak mengenakkan. “Mudah-mudahan kamu mendapat jodoh di acara hajatan nanti,” ujar Bu Asih dengan senyum semringah.
Dana menggelengkan kepala. Tak sekali dua kali ibunya mengucapkan hal yang sama dengan harapan bahwa Dana akan mendapatkan jodoh sesegera mungkin.
Mungkin bu Asih lupa, bahwa ucapan adalah doa.
***
Daftar Chapter
Chapter 1: PROLOG
307 kata
Chapter 2: UCAPAN ADALAH DOA
1,170 kata
Chapter 3: ADA APA DENGAN HARI INI?
1,299 kata
Chapter 4: LOVE AT FIRST SIGHT
1,643 kata
Chapter 5: SECUIL KISAH
1,585 kata
Komentar Chapter (0)
Login untuk memberikan komentar
LoginBelum ada komentar. Jadilah yang pertama memberikan komentar!