Chapter 5: SECUIL KISAH
Detik-detik mendebarkan bagi pengantin itu akan segera tiba. Tapi kali ini, tak hanya Arya dan Astuti yang berdebar tak karuan, melainkan juga Kinan yang berperang melawan dirinya sendiri dan juga ada Dana yang berdebar karena bersorobok pandang dengan sepasang mata bening namun tak bisa terduga sedalam apa.
Untuk beberapa saat Dana termangu, menikmati debaran jantungnya yang tak biasa. Sudah banyak perempuan dengan berbagai wajah cantik dan perangai, tapi tak ada yang bisa membuatnya tertegun seperti ini.
“Mas harus mencuri kembangnya Mbak Astuti biar cepat dapat jodoh. Kasihan Ibu di rumah nggak ada teman kalau aku kuliah dan Mas kerja,” Dewi menoleh, berniat mengajari Dana untuk ikut dengan ritual yang belum tentu benar namun sering dilakukan oleh beberapa orang.
Namun kemudian gadis itu terdiam ketika melihat Dana seperti orang bengong sedang menatap ke arah perempuan yang sedang menyanyi dengan suaranya yang merdu mendayu.
Senyum Dewi terbit kemudian dia mulai iseng.
“Penyanyinya cantik, Mas? Sampai-sampai Mas lihatnya bengong?” bisik Dewi agar tak terdengar oleh saudara yang lain.
“Eh? Apa, Wi?” Dana yang sejak tadi tertegun seperti dibangunkan paksa dari keheningan jiwanya.
Dewi tersenyum kecil melihat reaksi Dana yang gugup.
“Namanya Kinanthi kalau Mas ingin tahu,” bisik Dewi dengan sengaja.
Dana tersenyum kecil saat menoleh ke arah Dewi yang duduk di sebelahnya. “Sok tahu kamu.”
“Eh, aku tahu lagi. Beberapa saudara sejak kemarin kasak-kusuk membicarakan dia.” Dewi kali ini mendadak jadi biang gosip.
“Memangnya dia artis top, sampai-sampai kalian bergosip tentang dia?” Meskipun Dana bicara asal, tetapi sesungguhnya ada rasa ingin tahu sedikit lebih banyak tentang perempuan bernama Kinanthi itu.
“Bukan karena top atau nggaknya, Mas. Tapi karena dia adalah mantan kekasih Mas Arya. Mereka putus, padahal sudah pacaran lima tahun lho.”
Spontan, Dana menatap kembali ke arah Kinan yang sudah berhenti menyanyi dan duduk di antara dua penyanyi lainnya. Dan ya, meski kedua penyanyi yang lain tak kalah cantik, tetapi Kinan tetap saja menonjol dibanding keduanya.
“Mengapa putus?” tanya Dana.
“Kurang tahu. Tapi ada yang bilang kalau orang tua Mas Arya nggak setuju.” Dewi masih bicara dengan nada lirih sehingga Dana terpaksa menundukkan kepalanya untuk mendengar lebih jelas, di antara suara-suara persiapan ijab qabul pengantin hari ini.
Mendengar jawaban Dewi, Dana menegakkan tubuhnya agar lebih jelas melihat ekspresi Kinan karena beberapa saat lagi ijab qabul akan dimulai.
Dana beberapa kali melirik ke arah Kinan yang meskipun ngobrol dengan temannya, tetapi raut wajah itu tak bisa berbohong. Dana melihat ada mendung yang mengabut di mata Kinan ketika mereka kembali bersirobok pandang. Namun, sepertinya gadis itu memilih mengalihkan tatapan matanya dari Dana.
Jantung Dana berdesir halus. Ada rasa nyeri dan debaran yang semakin menyayat jiwanya melihat reaksi Kinan yang sepertinya menghindari tatapannya.
Dan acara ijab qabul pun berlangsung. Suasana hening penuh konsentrasi. Musik juga terhenti demi tertibnya acara kali ini. Namun, acara ijab qabul tak berjalan lancar sebagaimana yang diinginkan karena Arya sampai mengulang tiga kali.
“Mungkin pengantin prianya grogi ada mantannya,” bisik seseorang yang ada di belakang Dana, bicara dengan temannya.
“Mungkin juga ini doanya Mbak Kinan yang sudah ditinggalkan demi bisa menikah dengan keluarga kaya,” sahut yang lain.
Lirih memang, tapi terdengar jelas di telinga Dana dan Dewi. Dewi menoleh, menatap ke arah Dana yang juga menatapnya seakan sama-sama menyimak perbincangan bisik-bisik itu.
“Iya, kabarnya Mas Arya meninggalkan Mbak Kinan karena Mbak Kinan orang nggak mampu, jadi orang tua mas Arya kurang setuju. Padahal Mbak Kinan cantik dan baik orangnya,” timpal yang lain.
“Sudah gitu, suaranya bagus lagi. Kabarnya dulu mau dikontrak oleh management artis lokal, tapi Mbak Kinan menolak karena memilih untuk tetap bersama ibunya.” Makin lengkap sudah gosip yang Dana dengar.
“Ssstt … syukurlah, akhirnya pengantinnya bisa mengucap ijab qabul,” bisik yang lain ikut lega dengan prosesi ini.
Kemudian terdengar doa dari tokoh agama desa itu yang sengaja diundang untuk memberikan doa pada perhelatan kali ini. Dan suasana kembali riuh oleh kegembiraan orang-orang yang hadir dalam acara ini.
Tapi ada yang tak biasa, setelah doa selesai terlantun, terdengar suara tangisan pengantin pria, membuat semua yang hadir semakin bertanya-tanya.
Mengapa harus menangis? Bukankah seharusnya si pengantin bahagia?
Jikapun ada yang tidak bahagia, bukankah itu Kinan?
***
“Kamu baik-baik saja, Kinan?” tanya Damar sebagai pemilik grup musik mendekati Kinan yang terdiam sambil mengamati ponselnya, seolah mengabaikan prosesi ijab qabul dan rentetan acara yang akan berlangsung.
Bukankah tugasnya memang hanya menyanyi? Bukan untuk meratapi nasibnya apalagi sedih atas pernikahan Arya?
Kinan tersenyum, mengabaikan rasa khawatir di wajah Damar.
“Njenengan lihat saya baik-baik saja kan, Mas? Jadi nggak usah khawatir. Kami putus baik-baik, kok. Saya nggak marah apalagi dendam sama mas Arya. Bagaimana pun kita nggak berjodoh.”
Damar tersenyum. Kali ini benar-benar lega. Sepertiya Kinan memang benar-benar sudah move on.
“Oke! Good! Ini baru Kinan kita yang hebat!” Damar memberikan dua jempolnya pada Kinan.
Kedua perempuan sesama penyanyi ikut tersenyum melihat ketegaran Kinan untuk hadir bahkan menjadi penyanyi di pernikahan mantan kekasihnya.
“Mas Damar nggak usah meragukan kehebatan Mbak Kinan.” Salah seorang penyanyi memberikan applausnya.
Mungkin para tamu yang mengetahui kisah Kinan dan Arya akan terus menatap Kinan, seolah ingin tahu reaksi Kinan atas pernikahan laki-laki yang pernah dekat dengannya selama bertahun-tahun itu.
Tetapi tidak demikian dengan Arya. Benar saja bahwa laki-laki itu grogi saat ijab qabul tadi karena dia sadar ada Kinan di atas panggung rendah. Konsentrasinya buyar ketika suara Kinan melantunkan sebuah lagu beberapa saat sebelum prosesi dilaksanakan tadi.
“Semoga njenengan mendapatkan perempuan yang baik, Mas.” Arya masih terngiang dengan kalimat Kinan ketika itu.
Dan sejujurnya Arya tak yakin bahwa perempuan yang kini menjadi istrinya itu sebaik doa yang diucapkan Kinan ketika itu. Dan tangisnya pecah, tak lagi bisa dibendung ketika ijab qabul selesai. Nyatanya bukan Kinan yang merasakan sakit atas perpisahan mereka, tetapi dirinya lebih hancur dari Kinan.
Ada rasa perih ketika terbayang wajah terluka Kinan yang mendengarnya mengucap janji pernikahan. Namun Arya tahu, dia bukan laki-laki jantan yang berani memperjuangkan cinta dari hubungan yang dijalaninya beberapa tahun ini.
Nyatanya dia tak bisa menolak ketika ibunya menjodohkan dirinya dengan Astuti, teman sekolah Kinan yang sejak lama memang menyukai Arya. Tetapi Astuti terlalu pandai mengambil hati ibunya sehingga menepis keberadaan Kinan dalam hidup Arya. Datang ke dalam kehidupan Arya tanpa permisi.
Usai prosesi ijab qabul, Dana memberikan doa selamat pada kedua mempelai kemudian bergabung dengan saudara dan kerabat yang lain. Obrolan mengalir wajar, hingga salah seorang sepupunya, Dimas, datang mendekat.
“Jadi kapan kamu menyusul Astuti, Dan? Masa iya laki-laki seganteng dan segagah ini nggak ada yang mau? Sudah bekerja lagi. Kalau sesuai aturan, kamu itu sudah wajib menikah.” Dimas bicara terus terang.
Dana tersenyum. “Belum ketemu sama yang cocok, Mas.”
“Dan … Dan. Kalau mencari yang seratus persen cocok, ya nggak bakal ketemu. Kita ini hanya butuh kompromi, saling menyesuaikan satu dengan yang lain.”
“Betul itu kata masmu, Dana. Kalau mencari yang paling cocok, jelas nggak selalu cocok. Kalau mencari yang sempurna juga jelas tak mungin ada.” Bu Asih yang kebetulan melintas ikut memberikan komentar.
Dana tersenyum mengangguk. “Santai saja, Mas. Nanti kalau ketemu sama yang sehati juga nikah.”
“Ibumu sepertinya sudah kepingin banget nimang cucu itu, Dan.”
“Kata Ibu suruh mencari di antara gadis yang lajang di pesta ini, Mas,” seloroh Dana.
“Nah, benar itu bulik Asih. Carilah. Di kampung sini banyak yang cantik-cantik. Tapi yang cantik dan baik jumlahnya nggak banyak,” ujar Dimas dengan serius.
Dana menimbang-nimbang, apakah dia akan bertanya mengenai Kinanthi pada Dimas atau tidak. Bagaimana kalau Dimas juga sama dengan Astuti dan Bulik Pur yang jelas-jelas tak menyukai Kinan?
“Lalu … bagaimana kalau Kinan, Mas?” tanya Dana dengan raut muka serius.
Mendengar pertanyaan Dana, Dimas menoleh dan menatap Dana dengan mimik serius.
“Kinanthi?” Dimas bertanya seolah tak yakin dengan pendengarannya sendiri.
“Ya. Kinanthi. Bagaimana menurut njenengan, Mas?”
“Kinan yang sedang di atas panggung itu, Dan?” tanya Dimas lagi, nyaris tak percaya.
Tapi anggukan Dana membuat Dimas yakin bahwa yang mereka bicarakan adalah Kinanthi, si penyanyi panggung.
“Dari mana kamu tahu namanya Kinanthi?”
“Tadi Dewi cerita sedikit. Dan dengar juga ada beberapa gadis yang tadi bisik-bisik mengenai dia dan Arya.”
Dimas terdiam beberapa saat kemudian mengambil secangkir kopi yang tadi disuguhkan oleh pramusaji hajatan.
Dimas menghela napas sebelum akhirnya bercerita.
“Sejauh yang aku tahu, Kinan adaah gadis yang baik. Selain cantik tentu saja. Dia anak tunggal Bu Ratmi yang kerja di rumah Ibu.” Dimas mengurai pelan mengenai Kinanthi.
“Jadi ibunya Kinan bekerja di rumah pakdhe Pur?” Dana menatap Dimas.
Dimas mengangguk.
“Ya. Sudah bertahun-tahun bu Ratmi bekerja di rumah Ibu. Bu Ratmi orangnya baik, jadi Ibu cocok dengan bu Ratmi.”
Sedikit banyak Dana bisa menyimpulkan bahwa mungkin hal ini yang membuat orang tua Arya tak menyetujui hubungan Arya dengan Kinanthi.
“Mas Dimas tahu bagaimana hubungan Kinan dengan Arya?” Dana kembali ingin tahu.
“Pastinya bagaimana aku juga kurang tahu, hanya saja mereka memang sudah bertahun-tahun menjalin hubungan. Kamu … tertarik dengan Kinan, Dan?” tanya Dimas serius.
“Sepertinya begitu.” Dana menjawab penuh keyakinan.
Dimas tersenyum. “Aku tak menghalangi kalau kamu memang suka dengan Kinan. Tapi kalau niatmu mendekati dia hanya untuk mempermainkan Kinan, jangan harap aku akan memberimu jalan. Aku mengenal Kinan sejak dia masih kecil, jadi aku tahu siapa dan bagaimana anak itu. Jadi jangan coba-coba mendekati dia kalau untuk main-main.” Dimas berkata serius.
Dana mengerutkan keningnya. “Apa menurut njenengan saya laki-laki seperti itu?” tanya Dana pada Dimas.
“Aku tahu kamu bukan laki-laki seperti itu, Dana. Maka jika kamu mau mendekati Kinan, jangan untuk menyakiti hatinya.”
“Jadi … Mas setuju kalau aku mendekati dia?”
“Mengapa tidak? Kinan gadis yang baik dan cantik. Hanya saja nasibnya yang kurang baik.”
“Terima kasih atas sedikit wejangannya, Mas.”
Dana menemukan satu titik terang, bahwa dia akan mendekati dan mendapatkan gadis itu untuk hidupnya. Apapun caranya.
***
Daftar Chapter
Chapter 1: PROLOG
307 kata
Chapter 2: UCAPAN ADALAH DOA
1,170 kata
Chapter 3: ADA APA DENGAN HARI INI?
1,299 kata
Chapter 4: LOVE AT FIRST SIGHT
1,643 kata
Chapter 5: SECUIL KISAH
1,585 kata
Komentar Chapter (0)
Login untuk memberikan komentar
LoginBelum ada komentar. Jadilah yang pertama memberikan komentar!