Chapter 2: Perjalanan Kita Berawal dari Sini
Suara mesin menyala, getarannya terasa sampai ke bangku tempat mereka duduk. Perlahan bus melaju keluar dari halaman sekolah. Riuh rendah teriakan anak-anak pramuka menggema, sebagian bernyanyi, sebagian bersorak sambil melambaikan tangan ke orang tua yang mengantar.
"Pak Tarno!" teriak Bima dari jendela samping, saat bus mulai jalan perlahan. "Tungguin kita balik, yak. Jagain sekolah kita baik-baik, Pak. Jangan dibawa kemana-mana. Biar tetap di sini aja."
" Lha mbok kira Pak Tarno kura-kura? Kemana-mana bawa rumah," balas Pak Tarno, berteriak gak kalah keras. Karena bus sudah berjalan agak jauh.
" Ya siapa tahu," sahut Rian, berteriak lebih keras. Mengundang tawa anak-anak lain.
Rey menatap keluar. Jalanan desa mereka perlahan tertinggal, berganti dengan hamparan sawah hijau yang berkilau diterpa matahari pagi. Angin masuk dari sela pintu bus, membawa aroma tanah basah dan rumput yang baru saja terkena embun.
Di saat seperti itu, Rey merasakan sensasi campuran: antusiasme, penasaran, dan sedikit gugup. Bukan karena lomba atau aktivitas jambore, tapi karena rasa ingin tahu – apa yang menunggu di perkemahan nasional yang katanya bakal diikuti ribuan peserta dari seluruh Indonesia.
Rian sudah memulai aksi dengan mengeluarkan gitar yang entah bagaimana bisa lolos dari pemeriksaan. Ia mulai memetik chord asal-asalan sambil bernyanyi sumbang.
“Aku anak pramuka … suka makan kerupuk, ya hei ya hei!”
Semua yang mendengar langsung menyoraki. “Huuu … fals banget!”
“Lebih bagus kalau gitarnya dipakai kipas,” tambah Aldi, kali ini sukses membuat satu bus tergelak.
Rey tertawa, meski diam-diam ia kagum dengan cara Rian membuat suasana jadi hidup. Di balik kelakuannya yang kadang bikin pusing, Rian tahu caranya menghilangkan tegang.
Di dalam getaran bus yang berjalan, suara tawa, nyanyian sumbang, dan obrolan bersahutan, Rey merasa satu hal: perjalanan baru saja dimulai, dan semuanya masih terbuka lebar.
“Rey, kau yakin bawa semua itu?” tanya Bima sambil menatap curiga pada ransel Rey yang tampak gendut sekali. “Itu tas atau gudang logistik?”
Rey menyeringai penuh percaya diri. “Bima, kau harus belajar dari senior. Pengalaman adalah guru terbaik. Semua yang ada di sini pasti berguna nanti.”
Arga melipat tangan di dada, tatapannya menilai. “Tolong sebutkan apa saja isinya, sebelum nanti pas sampai lokasi tenda kita roboh karena kelebihan muatan.”
Rey menepuk-nepuk ranselnya dengan bangga. “Oke, dengarkan. Ada kompas, peta lipat, pisau serbaguna, dua senter, empat baterai cadangan, tali rafia dua gulung, jas hujan, obat merah, hansaplast, dua bungkus mie instan, keripik pedas, dan ---” ia berhenti sebentar, lalu dengan nada misterius menambahkan, “ --- sebuah barang rahasia.”
“Barang rahasia?” Bima langsung mendekat penasaran. “Apa? Jangan-jangan foto gebetanmu?”
Rey terkekeh sambil mengangkat alis. “Lebih penting dari itu. Aku bawa – alat karaoke portable!”
Arga menepuk jidatnya keras-keras. “Ya Tuhan, Rey. Kita mau Jambore Nasional, bukan konser dangdut!”
Bima ngakak sampai nyaris jatuh dari bangku tempat duduknya. “Kau gila! Untuk apa karaoke di hutan?”
Rey menjawab mantap, “Untuk semangat! Kau tahu, suasana malam bisa jadi sepi dan mencekam. Kalau kita punya musik, semua orang pasti bergabung, kita jadi pusat perhatian!”
Arga menggeleng tak percaya. “Aku yakin, nanti justru kita diusir panitia karena bikin gaduh.”
Mereka bertiga tertawa. Suasana bus yang awalnya sudah mulai sunyi kini penuh dengan suara candaan mereka. Bahkan beberapa anak lain yang sudah mulai mengantuk sempat menoleh dan ikut tersenyum, merasakan semangat khas anak pramuka yang tak bisa dipadamkan.
Namun, di tengah keriuhan itu, ada rasa tegang yang perlahan muncul. Perjalanan panjang masih menanti. Di balik tawa, mereka sama-sama tahu: Jambore Nasional bukan hanya soal memasang tenda atau makan bersama, tapi juga tentang pertemuan, pengalaman baru, dan ... mungkin, tentang cinta pertama.
Arga sempat melirik keluar jendela. Langit senja mulai merona jingga. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu bergumam lirih pada dirinya sendiri, “Semoga semua ini berjalan lancar.”
Daftar Chapter
Chapter 1: Persiapan Jambore
790 kata
Chapter 2: Perjalanan Kita Berawal dari S...
773 kata
Chapter 3: Tenda Pertama
662 kata
Chapter 4: Perjalanan Panjang
796 kata
Chapter 5: Kisah Besar
807 kata
Komentar Chapter (0)
Login untuk memberikan komentar
LoginBelum ada komentar. Jadilah yang pertama memberikan komentar!