Chapter 3: Bab 3
Di kamar serba biru, Banyu menangis sesenggukan sambil menahan rasa sakit yang bersemayam di lutut kanannya lantaran baru saja terjatuh di halaman rumah.
“Sabar, sebentar lagi kakakmu pasti datang.” Fitri yang duduk di samping Banyu pun merasa kasihan melihat anak laki-lakinya yang baru genap berusia tujuh tahun itu.
Sedangkan anak perempuannya belum juga terlihat batang hidungnya sedari tadi. Tampak kecemasan begitu tebal menggelayut di wajah Fitri. “Mana, to ini Ing? Dari tadi belum juga pulang,” ucap Fitri gelisah. Namun, baru saja kalimat itu keluar dari mulutnya, suara sepeda motor milik Ing terdengar. Akhirnya pulang juga, batin Fitri merasa lega.
“Ini obatnya, Bu,” ucap Ing sambil menyodorkan kresek putih berisi obat. “Maaf, tadi ngantri, jadinya agak lama.” Seolah-olah Ing tahu apa yang akan ditanyakan oleh ibunya.
Tangan Fitri meraih bungkusan kresek itu lalu segera mengeluarkan isinya. Dengan kapas putih yang sudah diberi obat merah, Fitri mengobati lutut anaknya yang terluka.
“Aw …,” suara Banyu dengan bibir meringis ketika kapas itu menyentuh lukanya.
“Ditahan, Nyu. Biar cepet sembuh.”
“Tapi perih, Bu.”
Ing yang melihat prosesi itu pun ikut meringis. Rasa perih seolah-olah ikut hinggap di tubuhnya. Kemudian dia memutuskan untuk pergi saja dari tempat itu menuju ke kamarnya.
Belum sempat tangannya meraih gagang pintu kamarnya, dia sudah mendengar lebih dulu panggilan dari ponselnya yang berada di dalam kamar. “Ah, bisa nggak, sih manusia satu ini sehari saja nggak telpon aku,” gerutu Ing lirih sambil membuka malas pintu kamarnya. Ing sudah bisa menebak kalau seseorang itu hanya akan mengingatkan acara hari ini.
Tanpa semangat yang ada, Ing mengangkat panggilan itu setelah meraih ponselnya yang tergeletak di ranjang. “Iya, halo, Yu,” ucap Ing datar tanpa ekspresi apapun. Memang tidak ada pilihan lain bagi Ing selain harus menganggkat panggilan tersebut. Jika tidak, sudah bisa dipastikan orang yang menelpon itu akan mengoceh panjang lebar saat bertemu nanti.
“Sudah siap to, Say? Aku sudah otewe ke situ, nih, pokoknya nggak ada alasan lagi buat tiba-tiba nggak jadi ikut. Pokoknya aku sampai situ, kamu harus sudah siap. Pokoknya kamu harus dandan yang cantik. Pokoknya kamu nggak nyesel ikut aku. Pokoknya kamu—.”
“Halo, Yu. Halo … halo … suara kamu nggak jelas, putus-putus, nih. Halo … halo …,” sela Ing.
Kemudian sambungan telpon itu terputus. Ing sengaja berbuat seperti itu agar telinganya terselamatkan dari suara mirip petasan tadi. Dan apa yang baru saja Ing lakukan itu adalah cara paling ampuh yang belum tercium oleh Ayu.
Ing juga sudah hafal betul dengan sifat sahabatnya yang tak pernah tepat waktu. Sudah bukan rahasia lagi jika Ayu berkata otewe itu artinya jelas dia belum berangkat. Jadi masih banyak waktu yang dimiliki Ing untuk menyiapkan diri. Lagi pula Ing adalah orang yang sangat simpel dalam berdandan dan berpakaian. Hal itu dikarenakan Ing tidak seperti kebanyakan para perempuan di luar sana, terutama Ayu.
★★★
Dengan waktu luang yang dimilikinya sekarang, Ing tak perlu terburu-buru saat mandi. Setelah mandi, dia berdandan di kamarnya seperti biasa. Dandanan yang tak pernah dibeda-bedakan antara saat pergi ke kampus, ke pasar, ke acara, atau ke mana pun itu. Ing hanya menggunakan bedak tipis dan lipstik warna nude saja sudah cukup. Untuk pakaian, Ing hanya menggunakan kaos dan dibalut dengan hoodie jumper. Dari sekian banyak hoodie koleksinya, dia memilih yang warna putih dan memiliki gambar siluet salah satu tokoh yang memiliki ciri khas menggunakan topi jerami. Tokoh anime kesukaannya. Kemudian dia padukan dengan celana jins warna hitam yang memiliki motif sobek di lutut. Sedangkan untuk sepatu, dia memilih kets warna putih. Rambut panjangnya dia gerai begitu saja tanpa diikat. Tak lupa juga dia semprotkan parfum di pergelangan tangan lalu mengoleskannya di leher dan beberapa bagian lainnya.
Baru saja keluar dari kamar, Ing sudah disambut oleh pertanyaan dari adiknya. “Mau ke mana, Kak?”
“Mau main, Nyu.” Ing pun duduk di sebelah adiknya.
“Hem, wanginya.” Banyu terus mengendus aroma parfum milik Ing yang menurutnya sangat enak itu. “Main sama siapa, Kak?”
“Biasanya, Nyu.”
“Oh, Miss Ceriwis itu, ya?” Banyu sangat hafal dengan orang yang disebut dengan kata ‘biasanya’.
“Hus, nggak boleh ngomong gitu,” larang Ing. “Tuh, orangnya sudah datang,” lanjutnya setelah mendengar suara mobil Ayu dan berhenti di depan rumahnya.
“Ups.” Kedua tangan Banyu dengan cepat mendarat di bibirnya yang mungil.
“Selamat sore menjelang malam, semuanya,” sapa Ayu yang sudah berada di dekat mereka. Kemudian menuju sofa di mana kakak beradik itu berada, lalu tanpa dipersilakan Ayu pun duduk di sebelah kiri Banyu, hingga posisi bocah gembul itu diapit oleh kedua remaja yang aroma parfumnya sama-sama wangi.
“Sore juga, Kak Ayu,” jawab Banyu menoleh ke arah sahabat kakaknya.
“Uh, si gembul kesayangan Kak Ayu lagi nonton acara apa, nih?”
“Kartun, Kak,” jawab Banyu.
“Loh, ini lutut kamu kenapa, Sayang?” tanya Ayu setelah tanpa sengaja matanya melihat lulut Banyu yang terluka.
“Tadi habis jatuh dari sepeda, Kak.”
“Aduh, kasihan. Pasti sakit, ya?” ucap Ayu sembari bibirnya meringis seperti sedang merasakan sakit itu juga. “Udah diobatin, kan?”
“Udah tadi sama Ibu. Pake obat merah. Perih banget rasanya.”
“Uh, kasihan,” ucap Ayu dengan iba. “Cepet sembuh ya, Sayang.”
“Ini kita jadi pergi nggak, to?” tanya Ing di sela-sela sahabat dan adiknya membahas luka.
“Jadi, dong. Udah cantik begini juga,” jawab Ayu.
“Kalau gitu ayo kita berangkat sekarang,” ajak Ing kesal.
“Oke, siap, Jing.”
“Please, don’t call me like that, okay? You know my complete name or my nickname, right?” protes Ing tak suka. Bahkan saat mengucapkan kalimat dalam bahasa Inggris itu dengan pelan dan intonasi yang tegas.
“Iya, iya tahu nona Ing,” jawab Ayu menirukan gaya Jingga saat bicara tadi. “Ya, udah yuk berangkat, Jing. Eh, salah. Ing maksudnya.” Lantas Ayu nyengir seperti kuda.
“Hem.”
“Yuk, keburu malem. Nanti kita bisa telah lagi ke acaranya.”
“Kan, situ yang dari tadi nerocos terus,” prostes Ing. “Eh, tapi sebenernya kita mau ke acara apa, to?” Sebab Ayu tak memberi tahu sebelumnya. Ayu hanya meminta untuk ditemani saja. Lebih tepatnya memaksa untuk ditemani.
“Udah, yuk, ah. Nanti juga tahu sendiri.” Ayu tak menggubris pertanyaan Ing, dia tetap merahasiakannya. Kemudian Ayu bangkit dan mencubit gemas kedua pipi gembul Banyu yang mirip bakpao itu. “Dadah, Sayang. Emuah,” pamit Ayu kepada Banyu.
“Dadah juga, Kak Ayu. Jangan lupa oleh-olehnya, ya?” ucap Banyu sambil menyunggingkan bibir hingga terlihat dengan jelas barisan giginya.
“Mau oleh-oleh apa?”
“Martabak coklat-keju, Kak,” ucapnya mantap.
Meski Ayu adalah sahabat yang cerewet dan sering membuat kesal Ing, tetapi di balik semua itu, Ayu sangat peduli dan sayang kepada Banyu. Jadi tidak heran jika dia selalu membawa oleh-oleh untuk Banyu saat dirinya pergi bersama Ing. Meski hal itu sering dilarang oleh Ing.
“Yah, bakalan lama lagi, nih?” ucap Ing.
“Iya, sabar, Say.”
★★★
Area belakang rumahnya sudah disulap sedemikian rupa, hanya untuk mengadakan sebuah acara Barbeque. Tidak tanggung-tanggung, acara yang sebenarnya tidak perlu ini, Dimas sampai rela merogoh sakunya untuk menyewa jasa EO dan seorang koki dari hotel bintang lima. Semua itu dia lakukan hanya demi satu tamu undangan yang baginya sangat spesial.
“Ing belum dateng, Bro?” tanya Dimas kepada salah satu temannya yang ada di sana.
“Kayaknya belum. Dari tadi aku belum liat.”
“Oke, deh.”
“Santuy, Bro. Ntar juga dateng orangnya.”
Bagi Dimas, Ing adalah perempuan pertama yang begitu sulit untuk ditaklukan. Padahal sudah sejak semester pertama dia mengejar Ing, tetapi sampai detik ini dia tidak juga bisa mendapatkan Jingga meski sudah berbagai cara dilakukannya. Justru Dimas malah mendapatkan predikat sebagai lelaki yang menyebalkan di mata Ing.
Sebenarnya jika Dimas mau, dia bisa mendapatkan banyak wanita dengan mudah. Namun, hatinya sudah kepalang janji untuk mendapatkan Ing.
Daftar Chapter
Chapter 1: Bab 1
1,119 kata
Chapter 2: Bab 2
1,683 kata
Chapter 3: Bab 3
1,359 kata
Chapter 4: Bab 4
1,539 kata
Chapter 5: bab 5
1,613 kata
Komentar Chapter (0)
Login untuk memberikan komentar
LoginBelum ada komentar. Jadilah yang pertama memberikan komentar!