Chapter 2: Berkejaran dengan Waktu
Fatan melajukan mobil dengan kecepatan yang tinggi. Puskesmas yang sempat ia datangi bersama Syahnaz tak sanggup menangani wanita itu hingga harus dirujuk ke rumah sakit besar. Untungnya jalanan malam hari cukup lenggang. Namun, saat sampai di pusat kota, ada beberapa titik yang membuatnya harus ekstra sabar dan terus membunyikan klakson.
Akhirnya, Fatan sampai juga di Rumah Sakit Dr. Slamet, salah satu rumah sakit negeri terbesar di kota Garut. Rumah sakit ini menerima rujukan dari berbagai rumah sakit swasta dan didirikan pada tahun 1922. Pada masa kolonial Belanda, Garut tidak memiliki rumah sakit umum,hanya klinik darurat untuk Stadpolitie di Jalan Tjimanoek Rivier Weg. Jalan tersebut sekarang disebut Jalan Cimanuk, tepatnya berada di Asrama Tentara sekarang. Penggagas klinik ini adalah dua orang dokter yaitu Dr. Mulder dan Dr. Stiohtor
Sementara untuk pemeriksaan umum berada di Gedung Padang Bulan, jalan Sociestraat, sekarang menjadi Gedung BJB di Jalan A. Yani. Gubernur Jenderal D. Fock dan Sekertaris Jenderal G. R. Erdfink sebagai wakil Sri Ratu Wilhelmina dari kerajaan Belanda, mengeluarkan Beskiet No 10279 pada tanggal 19 Juli1921. Lalu dimulailah pembangunan di priangan, termasuk di dalamnya daerah Garut. Jalan-jalan, saluran air, pasar rakyat, rumah sakit dan lampu-lampu jalan, serta jembatan bertahap mulai dibangun. Bahkan Belanda membangun sebuah jembatan di atas sungai Cimanuk yang akan menghubungkan antara maktal dengan jalan menuju patrol. Di sekitar sanalah Rumah Sakit Dr. Slamet dibangun dan diresmikan oleh Gubernur Jenderal Dirk Fock dan disaksikan oleh Bupati Garut R.A.A Soeria Karta Legawa pada bulan Maret 1922.
Rumah Sakit Dr. Slamet di bangun di daerah yang di keliling tiga sungai, yaitu Sungai Cimanuk, Sungai Cipeujeuh dan Sungai Cikamiri. Maka dari itu, saat beberapa tahun lalu terjadi banjir bandang yang melanda beberapa wilayah kota Garut. Rumah sakit ini pun ikut terendam.
Nama Rumah sakit itu sendiri, diambil dari nama seorang dokter yang sangat berjasa pada masa itu. Manakala, di Garut ada wabah penyakit pes, yang banyak memakan korban jiwa. Bahkan pada saat itu Garut dinyatakan darurat nasional. Mereka para dokter terus berjuang, untuk bisa menyelamatkan penduduk Garut, termasuk dr. Slamet. Namun sayang, ia harus wafat karena penyakit pes menyerang tubuhnya. Hingga nama rumah sakit itu diberi nama Rumah Sakit Dr Slamet sebagai penghormatan atas perjuangannya yang tak pernah lelah.
Wanita itu sudah ditangani di Intalasi Gawat Darurat. Fatan dan Syahnaz menunggu dengan cemas. Pasalnya, nadinya sudah sangat lemah dan juga sudah banyak mengeluarkan darah. Tiba-tiba pintu IGD terbuka, seorang perawat muncul.
“Bagaimana keadaan wanita itu, Sus?” Fatan langsung beranjak mendekati perawat itu.
“Pasien banyak sekali kehilangan darah. Golongan darah pasien AB+. Sayangnya golongan darah itu, hanya ada dua labu di PMI. Pasien membutuhkan dua labu lagi. Apa kalian berdua keluarga pasien?” tanya perawat itu penuh harap. Setidaknya jika keluarga pasien pasti ada yang sama golongan darahnya.
“Bukan, Sus! Tapi golongan darah saya AB+. Suster bisa mengambil darah saya,” ujar Fatan. Entah kenapa, ia ingin sekali wanita itu bisa diselamatkan.
“Alhamdulillah. Mari Pak, kita ke ruangan donor darah!” Fatan mengikuti perawat yang berjalan menuju ke ruang pemeriksaan darah.
“Allah, selamatkan wanita itu. Hamba mohon!” gumam Fatan berdoa dalam hati.
Tiba di ruang donor darah, perawat menyuruh Fatan berbaring di kasur untuk pengambilan darah. Sebuah jarum menancap di lengan kiri Fatan, darah pun keluar melewati selang menuju sebuah kantung plastik khusus darah.
Satu labu sudah terisi, lalu perawat mengganti kantung darah dengan yang baru. Wanita itu membutuhkan dua labu darah. Yang untungnya, ia bisa mendonorkan sejumlah yang dibutuhkan. Setelah mendapatkan dua kantung darah, perawat menyuruhnya untuk beristirahat dan meminum air putih yang sudah disediakan. Kemudian, perawat itu bergegas kembali ke ruangan IGD.
Terdengar suara pintu dibuka, kepala Syahnaz menyembul. Lantas, ia masuk dan menarik kursi agar bisa duduk di samping kakaknya.
“Kak, ini!” Syahnaz menyerahkan dua buah kalung ke tangan Fatan.
Fatan menatap dua kalung itu. Satu kalung salib dan satu liontin berbentuk hati. Perlahan, ia membukanya. Ada foto wanita yang baru saja diselamatkannya. Namun, di bagian sisi yang lain kosong, tak ada foto siapa pun.
“Hanya itu yang aku temui saat membersihkan wanita itu. Apa Kakak tidak menemukan identitas lain, saat menemukannya?” Syahnaz berharap ada sesuatu yang kakaknya temukan, selain kalung salib dan liontin itu untuk menguak identitas wanita itu.
“Kakak tidak menemukan apa pun. Hanya wanita itu saja,” ujar Fatan lirih. Tubuhnya masih lemas.
“Kita harus lapor polisi, Kak. Ini sudah termasuk ke dalam kasus kekerasan seksual," saran Syahnaz.
“Tidak,” tolak Fatan tiba-tiba. Entah kenapa? Ia ingin sekali membawa wanita itu ikut bersamanya. Fatan tak ingin ia menjadi pusat perhatian karena kasus yang dialaminya.
“Lho, kenapa Kak? Kita tidak mengenalnya sama sekali. Wanita itu juga tidak meninggalkan identitas, kecuali dua kalung itu.” Syahnaz terheran-heran dengan tingkah kakaknya ini.
“Pokoknya, semua serahkan sama Kakak. Kamu diam aja!” tegas Fatan.
Saat melihat wajah wanita itu, ada debaran aneh dalam hati Fatan. Apakah yang dirasakannya itu adalah cinta? Ah, sepertinya terlalu dini jika mendefinisikan debaran itu. Yang pasti, ia ingin wanita itu ada di sampingnya.
“Terserah Kakak! Kita tunggu saja, sampai wanita itu sadar,” sahut Syahnaz kesal.
Tiba-tiba ponsel di saku baju Syahnaz bergetar, lalu ia mengambilnya. Terlihat, di sana tertera bahwa uminya menelepon. Syahnaz menepuk jidat, ia lupa memberitahu sang umi lokasi mereka berada. Pasti uminya khawatir.
Syahnaz mengeser layar ke atas. “Assalamualaikum, Umi.”
“Waalaikumussalam, Sya. Kamu ada di mana?” Suara Umi terdengar khawatir.
“Maaf, Umi. Syahnaz lupa mengabari Umi. Sekarang kami berdua ada di Rumah Sakit Dr. Slamet di kota.”
“Bagaimana keadaan wanita itu? Apa sudah sadar?” tanya Umi lagi.
“Belum, Umi. Ia masih ditangani di IGD. Tadi sempat butuh darah dua labu. Untungnya darahnya sama dengan Kak Fatan.”
“Fatan, bagaimana sekarang?” Umi khawatir.
“Kak, Fatan masih agak lemas karena baru saja mendonorkan darahnya." Syahnaz menceritakan semua yang terjadi tanpa ada yang ditutupinya.
“Umi, Om Andre, dan Tante Hani, akan segera ke sana," ujar Umi.
“Siap, Umi.”
Setelah mengucapkan salam, Umi menutup sambungan telepon. Lalu Syahnaz meminta izin keluar dari ruangan Fatan beristirahat, takut jika ada sesuatu yang dibutuhkan oleh wanita itu. Baru saja Syahnaz kembali ke ruang IGD, dua perawat mendorong bangsal wanita itu.
“Sus, wanita ini mau dibawa ke mana?” tanya Syahnaz.
“Alhamdulillah, pasien sudah melalui masa kritisnya. Ia sudah stabil. Meskipun belum sadar. Mungkin beberapa jam lagi ia akan sadar.”
Syahnaz mengikuti dua suster itu dari belakang. Matanya menatap setiap lorong, ternyata rumah sakit ini cukup lengkap dan luas hingga ia masuk ke sebuah ruangan bernama Tulip. Ya, kebanyakan ruangan di rumah sakit ini diberi nama bunga, ada ruang melati, ruang anggrek, mawar, dan lain-lain.
“Mba, bisa bantu kami memindahkan pasien?” tanya salah satu dari mereka.
Syahnaz pun membantu dua suster itu untuk memindahkan tubuh wanita itu ke kasur. Setelah itu, salah satu dari mereka membenarkan posisi infus agar tidak terlepas. Syahnaz memperhatikan tetes demi tetes cairan infus yang terlalu cepat.
“Maaf, Sus! Cairan infus nya terlalu cepat menetes. Bisa diperlambat sedikit.” ujar Syahnaz. Ia takut jantung wanita itu berdebar-debar, hingga suatu hal yang fatal terjadi.”Biar saya saja yang mengaturnya. Kebetulan saya seorang dokter.”
Syahnaz mengeluarkan kartu tanda pengenal yang diberikan oleh rumah sakit tempatnya bekerja. Dua suster itu memberikan senyum ramah.
“Kalau begitu, kami permisi!” Mereka berdua pun berlalu.
Daftar Chapter
Chapter 1: Suara Rintihan
2,202 kata
Chapter 2: Berkejaran dengan Waktu
1,200 kata
Chapter 3: Sebuah Nama
1,177 kata
Chapter 4: Pindah Keyakinan
1,246 kata
Chapter 5: Menikah
1,361 kata
Komentar Chapter (0)
Login untuk memberikan komentar
LoginBelum ada komentar. Jadilah yang pertama memberikan komentar!