')">
Progress Membaca 0%

Chapter 2: Little Candy.

Garlicc 29 Aug 2025 1,091 kata
GRATIS

Mera menatap barang bawaannya dengan kebingungan, kedua tangannya sudah penuh dengan tas-tas kecil yang penuh dengan buah strawberry segar. 

Di depan, nyonya mudanya berjalan dengan perlahan sembari memegangi perut. Usia kanduangannya masih 3 bulan, tapi terlihat lebih besar dari kebanyakan. 

Terkadang Mera sampai harus bertanya berulang kali kepada dokter, memastikan jika kandungan Damara berusia 3 bulan, bukan lima bulan. Namun, ya seperti yang sudah dipastikan, kandungannya masih berjalan 3 bulan. 

“Nyonya, haruskah kita membawa buah-buah ini ke rumah Tuan Gubernur?"

“Ya? Mengapa tidak?” tanya Damara balik. 

"Bukankah lebih baik membeli saja di jalan? Kalau yang ini simpan saja di kulkas, nanti bisa di makan kapan pun.” Mera berhenti berjalan, saat Damara berhenti di depan pintu utama.

“Tidak mau, baunya pasti berbeda. Aku tidak mau,” balas Damara. Pintu utama dia buka dan mereka berjalan menuju mobil yang telah disiapkan oleh Mera. 

Memasuki mobil, Mera masih memikirkan ada apa dengan bau yang berbeda itu? Padahal mereka hanya membeli strawberry, bukan sesuatu hal yang mempunyai bau menyengat.

 Berkendara lebih dari setengah jam, akhirnya mereka sampai di pekarangan rumah luas milik Gubernur London yang merupakan ayah dari Damara. 

Turun dari mobil, keduanya langsung disambut oleh pelayan yang membantu membawakan tas-tas kecil yang dibawa oleh Mera. Mera mengucapkan terima kasih dan berjalan di belakang nyonya mudanya dengan sedikit cepat. 

“Aku mau pie apel, tolong buatkan. Setelah aku selesai berbicara dengan Ayah, aku akan memakannya.” 

Menganggukkan kepala dengan perintah tersebut, Mera hanya bisa tersenyum terpaksa. Jika, nyonya mudanya ingin pie apel, lalu untuk apa membawa semua strawberry ini?

“Kau mau membuka toko buah di sini, Mera?” tanya seorang pelayan wanita yang menggoda Mera.

“Diam, kau!” Mera bergegas pergi ke dapur, mengabaikan tawa ejekan dari mereka. Seperti biasa, pedoman mereka, ibu hamil tidak pernah salah.

“Ayah?”

Sambutan hangat Damara dapatkan dari ayahnya, senyum hangat di wajah tegas yang telah dimakan usia, tak lantas membuat kasih sayang terkikis.

Damara berjalan mendekat ke arah meja kerja dengan papan nama Samuel Anasera di bagian depan. Tersenyum begitu lebar tatkala Samuel berdiri dan merentangkan tangan ke arahnya. 

“Akhirnya kamu pulang juga, Little Candy.”

“Ayah! Aku sudah menikah, jangan panggil aku seperti itu. Malu tahu!” pekik Damara dalam pelukan sang ayah. 

Bukannya tersinggung, Samuel malah tertawa dengan protesan tersebut. “Tidak ada seorang putri dewasa di mata ayahnya. Kamu tetap putri bungsu ayah yang paling Ayah cintai, meskipun kamu sudah menikah bahkan akan menjadi seorang ibu. Tidak ada halangan Ayah untuk memanggil putri ayah seperti itu.”

Kehangatan itu tejalin beberapa saat, baru kemudian pembicaraan yang Damara inginkan mulai terselubung. 

Keduanya duduk di sofa panjang ruang kerja Samuel, saling menyenderkan bahu dengan punggung tangan Damara yang dicium berulang kali oleh Samuel penuh rasa cinta. “Ayah harap, Jarello melakukan tugasnya sebagai suami dan ayah yang baik untukmu dan bayi kecil. Dia itu sangat bijaksana dan pintar dalam pengelola perusahaan. Ayah sangat berharap dia melakukannya di dalam rumah tangga kalian juga.”

Yang dikatakan oleh ayahnya adalah kebenaran. Perusahaan pusat keluarga Mohan, semakin menunjukkan peningkatan setelah pengangkatan Jarello menjadi direktur utama. Tiba-tiba Damara tersadar dengan satu hal, apa mungkin setiap kali dia menelepon dan Jarello mematikan sepihak, karena dia memang sedang sangat sibuk? 

“Kamu tahu, Little Candy. Saat ibumu memberitahu Ayah, jika dia mengandung kembali dan anak kita selanjutnya adalah perempuan, Ayah sangat bahagia, sampai seperti orang gila. Pamanmu yang paling kecil sering mengatai Ayah begitu.” Samuel tertawa mengingat hal tersebut. 

“Kenapa sampai seperti itu?” tanya Damara dengan mata yang menyipit ikut tertawa.

“Itu karena setiap berangkat kerja Ayah selalu mengatakan ingin segera pulang dan menemani ibumu di rumah. Ayah tidak ingin berjauhan dengan kalian, Ayah ingin melayani ibumu, melakukan semua hal yang dia inginkan dan menuruti segala keinginannya.”

“Ayah melakukan hal seperti itu? Bukankah waktu itu Ayah memegang 5 perusahaan pusat? Waktu bekerja Ayah menjadi semakin banyak dan sangat sibuk?” Damara merasakan kegugupan menanti jawaban dari ayahnya, secara tidak langsung posisi ayahnya dengan Jarello adalah sama. 

Perbedaan hanya pada ayahnya yang memegang 5 perusahaan pusat sekaligus dan Jarello yang hanya memegang 1 perusahaan pusat. 

Samuel berdiri dari duduknya, kemudian berjongkok di depan Damara. Tangan keriputnya mengelus perut putrinya, sembari berkata lembut, “Cinta yang membuat semuanya begitu mudah. Kesibukan Ayah dalam hal pekerjaan, tidak akan pernah menjadi penghalang untuk cepat pulang dan bertemu dengan kalian. Mengatur semua perusahaan pusat itu hal kecil, tapi ketika ibumu sudah kehilangan mood untuk bertemu Ayah, itulah yang paling menyusahkan. Cinta kita begitu besar, terjalin semakin begitu indah karena kedatanganmu. Anak adalah penghubung kasih sayang orang tua, merekatkan kembali jalinan cinta kasih dalam pernikahan.”

Jawaban yang diberikan ayahnya membuat Damara kembali memikirkan hal-hal negatif yang sempat terbersit dalam benaknya. Jika ayahnya bisa pulang lebih cepat, hanya untuk ibunya. Lalu, kenapa Jarello tidak bisa melakukannya?

Damara pulang pukul 5 sore yang seharusnya telah mendapati mobil Jarello di dalam garansi, tapi nyatanya tidak ada seorang pun di dalam rumah maupun mobil suaminya. Wanita hamil itu berjalan menuju kamar, mengabaikan Mera yang menawarinya pie apel yang mereka buat tadi. 

“Nyonya? Pie apel ini mau diapakan?”

Pintu kamar dia tutup dan segera menjatuhkan tubuh di atas ranjang. Hatinya yang sensitif, tidak bisa menahan rasa sedih yang merambat mencengkram rasa kesepiannya. 

Dia menginginkan kehadiran Jarello seperti ayahnya yang selalu siap siaga di samping sang ibu, ketika mengandung dirinya. Kenyataan pahit ini membuat dia menangis sepanjang malam, hingga terlelap begitu saja.

Pukul 2 malam, dia terbangun karena menginginkan sesuatu. Matanya yang bengkak dia basuh dengan air dingin dan mengganti bajunya dengan kaos putih polos dengan celana pendek di atas lutut, riasan wajahnya dia juga hapus dan keluar dari kamar dengan keadaan polos tanpa make up. 

Saat menuruni tangga, dia bisa melihat Mera yang tertidur sangat pulas di depan televisi ruang tengah. Damara tidak tega membangunkannya, jadi dia membiarkannya dan berjalan ke garasi sendiri. 

“Dia belum pulang?” gumam Damara yang dengan cepat pula mengambil ponsel dan mendial nomor suaminya. 

Tidak aktif, panggilannya tidak diterima. 

Damara merasa perasaannya semakin kacau. Suaminya ini di mana! Berangkat sangat pagi sekali dan sama sekali tidak memberikannya kabar!

Huft! Damara mencoba tenang, memasuki mobil dan menjalankannya keluar dari pekarangan rumah. Dia menginginkan sebuah permen strawberry yang tadi siang dia makan milik keponakannya di rumah Samuel. Wanita itu berhenti di depan supermarket yang sangat jauh dari rumahnya, mungkin satu jam perjalanan yang hampir menuju ke luar kota. 

Entahlah, Damara hanya ingin berjalan-jalan. 

“Ada yang ingin ditambah?”

“Tidak, terima kasih.”

Keluar dari supermarket, Damara terkejut dengan mobilnya yang terparkir di samping sungai tidak jauh dari supermarket telah dikerumuni banyak sekali remaja dengan benda tajam di tangan mereka. “Apa yang kalian inginkan?”

Daftar Chapter

Chapter 1: Rencana Awal.

1,012 kata

GRATIS

Chapter 2: Little Candy.

1,091 kata

GRATIS
SEDANG DIBACA

Chapter 3: Captain Geng!

1,034 kata

GRATIS

Chapter 4: Pencuri!

999 kata

GRATIS

Chapter 5: Sweet Strawberry.

1,026 kata

GRATIS

Komentar Chapter (0)

Login untuk memberikan komentar

Login

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama memberikan komentar!