')">
Progress Membaca 0%

Chapter 4: Pencuri!

Garlicc 29 Aug 2025 999 kata
GRATIS

“Jarello?”

Damara berjalan mendekati kamar mandi yang terdengar suara gemericik dari dalam sana. “Jarello?” panggilnya sekali lagi.

Tidak adanya jawaban. Akhirnya Damara menyerah, wanita itu berbalik badan dan melihat sebuah topi merah yang menyembul dari tas kerja Jarello yang sedikit terbuka. 

Dia mengambilnya dan mengerutkan kening, topi rajut merah kecil dengan sulaman inisial huruf N di depan. 

“Apa dia membeli ini untuk anak kami?” gumam Damara penuh harapan, tanpa dia cegah senyum lebar terbit di wajahnya. 

Suara pintu kamar mandi terbuka, Damara baru saja akan bertanya pada sang suami, tapi Jarello lebih dahulu menatapnya dengan alis yang bertaut dan merampas topi tersebut. 

“Apa yang kau lakukan! Lancang sekali mengambil barang milik orang lain!” geramnya marah. Seolah sebuah harta karun tersembunyi miliknya, telah ditemukan oleh orang lain, yang membuat keadaannya terancam. Jarello menunjukkan kemarahannya tanpa kebohongan sedikit pun.

“Kenapa kau marah?” cicit Damara dengan suara kecil. “Aku kan hanya melihat topi rajut yang kau beli untuk anak kita, tidak perlu berteriak begitu, `kan?”

“Ck!” Jarello berdecak. “Ini bukan untuk anakmu, ini milik orang lain. Lagi pula untuk apa pula kau menyentuh tasku, lain kali jangan melakukan itu lagi atau kau akan menerima akibatnya!”

“Kau ini kenapa?!” balas Damara kesal. 

Benci sekali ketika dia dibentak tanpa alasan yang jelas, selama dia hidup tidak pernah sekalipun ayahnya meninggikan suara kepadanya. Dan orang lain juga tidak berhak melakukan hal tersebut, meskipun itu adalah suaminya!

“Apanya yang kenapa? Ini semua kesalahanmu, tidak perlu berteriak, kau pikir kau siapa!”

“Aku istrimu! Istri yang telah kau abaikan selama ini! Kau masih berlagak bodoh?” Damara membanting belanjaannya di atas ranjang. “Ke mana kau pergi sampai larut malam seperti ini? Telepon tidak diangkat dan sama sekali tidak memberi kabar, kamu pikir aku ini apa? Siapa?!”

Jarello melengos mengambil baju dalam lemari, mengabaikan Damara yang telah tersulut api kemarahan yang membara di matanya. 

“Kenapa tidak menjawab? Ayo, jawab. Siapa aku ini?” tantang Damara tanpa henti. “Selama ini kau ke mana? Jawab juga! Ke mana kau pergi, tanpa memberikan kejelasan! Di mana, Jarello? Di mana!”

Brak! Pintu kamar di tutup kasar, menyisakan suara bedebum dengan detak jantung Damara yang memompa semakin cepat. Wanita itu menyentuh perutnya, memberikan elusan hangat dan menjatuhkan dirinya di atas ranjang. 

Jika saja dia tidak ingat tengah mengandung, dia yakin Jarello mungkin sudah dia lempar dari lantai dua. Semua rasa hormat yang dia simpan, kini tercerai berai dan mungkin telah habis di makan rasa sakit hatinya.

Bungkamnya Jarello, seolah memberikan point tentang dugaan yang dilontarkan oleh Mera tadi siang. Sekuat tenaga Damara menepisnya habis-habisan, tapi tetap saja pemikiran tersebut mendobrak akal sehatnya dan membuat wanita itu kelimpungan. 

Air matanya luruh semakin deras, membasahi pipi tirusnya dengan napas yang berantakan. 

Pintu terbuka, Mera berlari tergesa-gesa dengan raut wajah khawatir. “Demi Tuhan, Nyonya!"

….

“Ke mana memangnya Tuan pergi? Aku tidak bisa melakukan ini, kondisi Nyonya Muda sedang tidak baik-baik saja.” 

Sambungan telepon Mera putus begitu saja sambil mencoba menimalisir suara agar tidak terdengar oleh Damara yang tadi sedang tertidur setelah sarapan. Namun, ternyata Mera gagal. 

“Siapa yang menelepon, Mera?” 

Suaranya serak, Mera berbalik badan dengan cengiran di wajahnya. Menatap mata sayu yang tersangga dengan bantal. “Tidak apa, Nyonya. Tidak perlu ada yang dikhawatirkan.”

“Katakan atau aku akan mengembalikanmu ke rumah ayah, biar saja kau bertugas di bawah ayahku.” Damara mengeluarkan senjata pamungkas yang akhirnya dia ketahui. 

Mera menghela napas dengan bibir yang mengerut. “Curang sekali mengancam seperti itu.”

“Makanya, apa?” Bangun dari tidurannya, Damara duduk bersandar pada dashboard ranjang.

“Tadi, sekretaris Tuan Jarello bilang, kalau ada pertemuan penting antar investor. Tapi, Tuan Jarello malah tidak ada di tempat dan sekretaris Tuan Jarello meminta Anda yang ke sana untuk ikut dalam rapat tersebut,” jelas Mera. “Tenang saja, Nyonya. Saya telah menolaknya, lagi pula sudah bukan ranah Nyonya untuk kembali ke kantor setelah hamil. Itu semua kewajiban Tuan Jarello.”

Kembali teringat tentang tadi malam, membuat Damara mengela napas kasar. Tidak baik juga, jika dia hanya berpangku tangan seperti ini, jabatannya sebagai sekretaris Jarello di kantor mungkin telah digantikan. Namun, tidak akan bisa dielak bahwa dia masih memiliki hak di sana. 

“Siapkan baju, aku akan mandi dulu.”

“Nyonya? Yang benar saja? Beberapa jam lagi, kita ada pemeriksaan rutin. Sedangkan rapat investor tentu saja tidak semulus dan sesingkat itu.” Mera mencoba menghentikan Damara yang akan memasuki kamar mandi.

Damara tetap pada keputusannya, hingga kini dia telah berada di tengah rapat investor sendirian. Terbiasa dengan suasana panas yang penuh argumen, Damara menyelesaikan pertemuan itu dengan cepat dan memuaskan. 

“Saya senang sekali melihat Anda kembali ke perusahaan, Nyonya Mohan, dan selamat untuk kehamilan Anda yang pertama. Semoga berjalan dengan lancar sampai persalinan,” ucap salah satu investor yang menghentikan langkah Damara keluar dari ruangan. 

Damara tersenyum. “Terima kasih, Tuan Robert. Tapi saya hanya menggantikan suami saya saat ini saja, tidak tahu untuk ke depannya.”

Keduanya berbincang sampai di depan lift dan masuk berbarengan untuk pergi dari sana.

“Kemarin malam saya lihat Tuan Mohan berada di sekitar apartement di daerah Belgravia pusat kota.” 

“Uh? Ya, karena kami tinggal di sini. Jadi, bukankah wajar jika Anda melihat suami saya di sekitar sini?” Damara membuka ponselnya, menghubungi sopir yang berangkat dengannya sedangkan Mera ada di rumah.

“Tapi Anda tinggal di Chelsea Barrack `kan? Yang saya lihat beliau ada di sekitar apartement di tepi Belgravia.”

Percakapan itu terhenti, karena Tuan Robert menuju parkiran yang berbeda dengan Damara. Wanita itu memasuki mobil dengan linglung. 

Apartement di tepi Belgravia? Setahu Damara, Jarello tidak memiliki hunian atau properti di kota ini. Karena mereka baru pindah lima tahun yang lalu dari London Raya, setelah menikah. 

Di antara pikirannya yang kacau, Damara menyuruh sopir untuk berhenti di supermarket yang sama yang pernah dia datangi sewaktu dia sedang tidak bernasib mujur. Dia ingin membeli buah strawberry di sini, karena menurutnya sangat cocok di lidahnya. 

Masuk ke dalam, Damara segera memilih dengan sangat cermat. Namun, saat dia akan mengambil buah tersebut dari arah belakangnya, tiba-tiba ada yang berteriak cukup keras dan itu seperti tertuju kepadanya.

“Pencuri!”

Daftar Chapter

Chapter 1: Rencana Awal.

1,012 kata

GRATIS

Chapter 2: Little Candy.

1,091 kata

GRATIS

Chapter 3: Captain Geng!

1,034 kata

GRATIS

Chapter 4: Pencuri!

999 kata

GRATIS
SEDANG DIBACA

Chapter 5: Sweet Strawberry.

1,026 kata

GRATIS

Komentar Chapter (0)

Login untuk memberikan komentar

Login

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama memberikan komentar!