')">
Progress Membaca 0%

Chapter 2: Bab 2. Apa yang Dia Inginkan?

Nitaosh94 15 Aug 2025 1,067 kata
GRATIS

[Aku punya satu lagu untukmu. Boleh aku kirimkan ke kamu?]

 

Lagu? Lagu apa? Kok, secepat ini?

 

[Iya, boleh.] Aku menutup mata setelah membalas pesan ini. Entah mengapa, padahal baru aku merasa deg-degan menunggu lagu buatannya.

 

Sepuluh menit kemudian, terdengar bunyi notif Nstaku.  Aku pun langsung membuka mata, lalu mengecek notif itu. Ya, benar, ini balasan dari Abigrade.

 

[Besok aja, deh. Maaf, ya buat kamu menunggu. Eh, kamu gak serius nungguin, kan?]

 

Menyebalkan! Balasan apaan itu? Padahal udah serius ditunggu, tetapi malah dapat harapan palsu. PHP banget, nih orang! Sebel!

 

Aku memilih tidak membalas pesan itu. "Biarin, deh dia nungguin balasan dariku. Gantian!"

 

"Aneh, lo! Tadi melamun, terus senyum-senyum gak jelas, sekarang malah cemberut begini. Ada apa, sih? Masih ada hubungannya dengan cowok yang DM lo itu?" Rayn masih saja kepo.

 

"Dia katanya mau kasih gue lagu, Rayn. Tapi, setelah gue tunggu ternyata dia ada DM lagi dan katanya besok aja. Coba deh lo bayangin jadi gue. Gimana perasaan lo coba? Asem banget, kan?" Semua unek-unek aku ceritakan pada Rayn.

 

"Udahlah! Jangan dibuat pusing. Mending lo temui si Arsen, gih! Dia kata mau ketemu lo. Barusan banget chat gue, nih."

 

"Arsen? Ngapain? Ogah gue!" Entah kenapa baru saja dengar nama Arsen disebutkan, rasanya aku mual.

 

"Udahlah! Temui aja dia dulu. Barangkali dia bisa balikin mood lo." Rayn maksa banget, sih!

 

"Ayolah!" Rayn menarik tangan aku ikut bersamanya. 

 

"Dibayar berapa, sih lo sama dia? Maksa banget!" Aku masih cemberut, tetapi ini tidak membuat sepupuku luluh.

 

"Pleaselah! He is my best friend. Come on!" Rayn terus memohon.

 

Kuteringat kembali semasa pertama kali bertemu dan mengenal Arsen.

 

"Hai, aku Arsen." Cowok berwajah mungil itu tersenyum padaku. Dia datang bersama Rayn, sepupuku.

 

"Isti, kenalan dong! Dia my best friend," ucap Rayn bersemangat.

 

Aku hanya tersenyum.

 

"Siap-siap sana, Ti. Kita akan ke kebun milik keluarga Arsen." Rayn mendorongku masuk ke rumah karena dia melihat pakaianku yang lusuh. Maksudnya, dia suruh aku ganti baju. Heran, deh! Punya sepupu gini amat, dah!

 

Setelah aku ganti baju, kami pun langsung pergi ke kebun buah milik keluarga Arsen.

 

Di sepanjang perjalanan, Rayn dan Arsen tidak berhenti berbicara. Ada saja bahasan mereka berdua. Mulai dari olahraga sampai buah favorit. Krik-krik banget buat aku. Gak cocok banget kami bertiga disatukan.

 

Hutan yang rimbun, penuh pepohonan dengan buah yang sangat banyak. Sekali panen, mungkin bisa ratusan buah. Menghasilkan banget jika dijual, tetapi hal ini tidak dilakukan. Semua buah ini dibagikan secara cuma-cuma. Hebat keluarga Arsen, baik banget.

 

"Putik aja sesuka kalian," ucap Arsen ketika kami tiba di kebunnya.

 

"Iya, makasih. Aku gak terlalu suka buah." Aku menolak. Bukan hanya tolakan semata, sih, tetapi memang aku tidak suka buah.

 

"Dia orangnya pemilih emang, Sen. Jangan heran, ya! Segini enaknya buah, tapi aneh banget dia anti," celetuk Rayn.

 

"Diam! Terserah gue, dong. Apa enaknya, sih buah?" Aku menendang batu yang menghadang jalan.

 

"Eh! Jangan ditendang batunya!" Arsen menatap aku dengan senyuman.

 

"Iya, setuju. Kasihan batunya." Rayn tertawa.

 

"Apaan, sih kalian berdua! Aneh! Yang dipikirkan seharusnya gue, bukan malah batu!" Aku pergi meninggalkan kedua cowok itu.

 

Emosi telah menghanyutkanku. Tanpa sadar aku lupa bahwa arah jalan pulang pun tak ingat. Sok pergi begitu saja lagi. Duh! Apaan, dah!

 

Menyesal! Saat ini hanya ada satu kalimat yang terucap. Apakah mereka berdua akan mencari keberadaanku?

 

Aku duduk di bawah pohon, menunggu pertolongan datang. Memegang kedua kaki, aku gemetar dan takut.

 

"Isti! Isti!" Terdengar suara samar-samar memanggilku. Aku tidak tahu pasti suara siapa itu. Yang pasti, pertolongan sudah datang.

 

"Gue di sini! Di sini! Tolong! Tolong!" teriakku dengan suara yang tersisa. Suaraku pun mulai habis. Udara yang dingin membuat aku menggigil.

 

Jaket menyelimuti tubuhku, di sana aku melihat Arsen terakhir kali sebelum pandanganku menjadi gelap.

 

Saat ini kehangatan yang kurasakan. Ingin membuka mata, tetapi tidak bisa. Berat banget. 

 

Cahaya yang begitu terang tiba-tiba menutupi pandanganku. Silau banget. Ini dunia lain, bukan duniaku setelah membuka bisa membuka mata. 

 

Berbagai macam pohon ada di sini. Macam-macam jenis hewan pun ada. Dari yang tidak pernah aku lihat sampai yang selalu terlihat. 

 

"Tempat apa ini?" Satu kalimat ini terucap begitu saja.

 

Tempat ini adalah alam bawah sadarmu! Ini bukan dunia aslimu! Wahai anak kecil! Selamat datang Adhisti Arshavina. Jangan heran dan takut. Tenang saja. Ini bukan tempat berbahaya, tetapi tempat damai. Tenanglah!

 

"Dia tahu nama lengkap gue? Dari mana? Siapa sebenarnya suara itu? Dari mana asalnya?"

 

Adhisti Arshavina, anak tunggal dari keluarga Arsha. Anak kesayangan dari keluarga besar. Punya sepupu cowok yang jalan pikirannya tidak selalu sejalan. Sepupunya ini bernama Rayn Agaskara. Dia ini mempunyai seorang sahabat bernama Arsenio Brady.

 

"Cukup! Hentikan! Keluarlah! Kamu sebenarnya?" Aku sudah muak mendengar suara itu. Yang sangat mengejutkan adalah apa yang disebutkan itu semuanya benar.

 

Tak usah bertanya-tanya. Berhentilah! Jika tidak ingin menyesal. Kau akan tahu dengan sendirinya. Nanti, bukan sekarang. Tenanglah! Jangan takut! Sebuah suratan takdir susah tertulis. Takdirmu tidak akan tertukar. Begitu juga dengan takdir dia. 

 

Semua ini hanya ilusi sesaat. Tidak ada yang nyata, tetapi apa yang sudah terucap olehku, maka akan terjadi. Tenang! Jangan takut! Ini semua akan baik-baik saja, begitu juga dengan dia. Tenang saja! Suratan takdir tidak akan direvisi. Tenanglah! Ikuti saja alurnya, maka tidak akan ada kekecewaan. Tenang saja ....

 

"Siapa lo ini? Makhluk apa lo? Keluarlah!" Aku sangat tidak bisa sabar lagi. Orang ini membuatku semakin takut. 

 

Apa maksudnya? Aku tidak mengerti. Terus, dia yang dimaksud ini siapa? Kenapa aku hanya bisa mendengar suara saja tanpa diperlihatkan wujud aslinya? 

 

Hidup butuh perjuangan, maka berjalanlah terus tanpa menoleh ke belakang. Semua butuh proses, maka teruslah tersenyum apa pun proses yang kamu lalui. Setiap masalah pasti ada solusi, maka bersabarlah. Semua di dunia ini tidak ada yang instan, seperti mi instan saja perlu dimasak terlebih dahulu. Benar begitu, bukan? Mengangguklah jika setuju. Sesimpel itu hidup ini, setuju atau tidak?  

 

Suara ini kembali terdengar. Aku terus menutup telinga, tetapi masih saja tembus, suara ini terus terdengar di telinga. Apa maksud dari semua ini? Apa yang diinginkan orang ini? Manusia atau makhluk apa dia?

 

Oh, aku sudah tidak sanggup lagi! Kenapa sekarang aku seperti orang yang kehilangan kewarasan? 

 

"Kumohon stop! Stop! Sudahi semua ini!" Aku berteriak begitu kencang. 

Daftar Chapter

Chapter 1: Bab 1. Beginilah Kehidupan

1,038 kata

GRATIS

Chapter 2: Bab 2. Apa yang Dia Inginkan?

1,067 kata

GRATIS
SEDANG DIBACA

Chapter 3: Bab 3. Melewati

1,080 kata

GRATIS

Chapter 4: Bab 4. Masih Begini

1,085 kata

GRATIS

Chapter 5: Bab 5. Abigrade

1,077 kata

GRATIS

Chapter 6: Bab 6. Ingin Bekerja Sama

1,012 kata

10 KOIN

Komentar Chapter (0)

Login untuk memberikan komentar

Login

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama memberikan komentar!