')">
Progress Membaca 0%

Chapter 3: Bab 3. Melewati

Nitaosh94 15 Aug 2025 1,080 kata
GRATIS

"Ti ... Ti ... sadar, Ti!" Salah satu suara terdengar terus memanggil. Melewati lembah kelam, kuterjatuh.

 

M, sama dengan melayang.

E, sama dengan engkau.

L, sama dengan lenyap.

E, sama dengan engkau.

W, sama dengan waduh.

A, sama dengan aku.

T, sama dengan tetapi.

I, sama dengan ikuti.

 

MELEWATI, mempunyai arti  melayang engkau, lenyap engkau, waduh aku, tetapi ikuti. 

 

Menerjemahkan satu kata ini menghabiskan banyak energi dan waktu. 

 

Teka-teki dari berbagai kejadian, semua ini harus ditelusuri. Kejadian yang membuat aku sempat depresi. Inilah yang membentuk aku seperti sekarang. Suatu kejadian mampu melumpuhkan segalanya.

 

M, artinya manusia.

E, artinya egoisme.

M, artinya manusia.

A, artinya akar.

N, artinya nafsu.

G, artinya gamak.

G, artinya gamak.

I, artinya inti.

L, artinya labilitas.

 

Memanggil, mempunyai arti manusia egoisme manusia, akar nafsu gamak-gamak inti labilitas. 

 

Dua kata berawalan huruf M inilah berhasil dipecahkan. Arti dari kedua kata yang mengakibatkan aku terjatuh. Apa yang bisa menguatkan aku sampai saat ini? 

 

Segala sesuatu yang hidup, jika diterpa ini semua, siapa yang dapat bertahan? 

 

Mentalku menjadi sedikit terganggu. Diriku pun tidak yakin apa yang kurasakan saat ini benar adanya atau tidak. Sulit untuk membedakan itu semua.

 

Hidup ini .... Oh, hidup ini .... Seperti kertas kosong yang siap diisi dengan tintah pulpen. Pulpen hitam di atas kertas putih. Apakah akan seperti ini seterusnya? Apakah bisa bertahan sampai akhir?

 

Semua ini bisakah kutempuh? Manusia, kertas kosong, dan pulpen diperlukan. Tanpa ketiga ini tidak bisa apa pun. 

 

"Isti!" Ibuku membangunkanku.

 

Aku telah mengalami mimpi buruk barusan. Kejadian dua tahun lalu kembali kuingat. Keringatku bercucuran padahal cuaca sedang dingin. Aku mulai menggigil. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Bagaimana cara mengatasi kekhawatiran ini?

 

Mencoba menenangkan diri dengan mengecek media sosial. Kutemukan DM dari Abigrade.

 

[Hai! Pagi. Selamat belajar, semangat sekolah, ya.]

 

Sapaan ini membuat aku sedikit tenang. 

 

[Semangat juga untukmu.]

 

Setelah membalas pesan dari Abigrade, aku langsung mandi, lalu  keluar dari kamar dan sarapan pagi.

 

Sekitar 30 menit sudah berlalu, waktu menunjukkan pukul 7 pagi.

 

"Waduh! Aku telat! Bu, aku berangkat, ya," teriakku.

 

"Iya, hati-hati." Teriakan balasan dari Ibu dari dapur. Seperti biasa, Ibu mencuci piring bekas kami makan.

 

Aku keluar dari rumah langsung tancap gas. Di pertengahan perjalanan, motorku tiba-tiba mogok.

 

"Aduh! Pakai mogok segala lagi! Udah telat malah tambah telat ini dibuat nih motor butut!" Aku mengomeli motorku yang sampai saat ini masih tidak mau hidup juga.

 

Astaga! Bagaimana ini aku bisa ke sekolah? Aduh! Ada-ada saja! Hidup ini menyebalkan!

 

Bunyi klakson mobil terdengar dan si penumpang keluar dari mobil. 

 

"Hei, Isti! Kenapa tuh motor?" Arsen menghampiriku.

 

Duh, bisa-bisanya ketemu dia di sini, di momen yang gak tepat ini. Aku menepuk jidat. 

 

"Menurut lo?" jawabku singkat. Aku malas berbasa-basi panjang lebar sama dia.

 

"Yang bener dong kalau jawab. Gue nanya itu pengen bantu lo. Gitu loh maksud gue. Sensi amat, dah!" Seperti biasa, dia pun mengomel. Cowok tetapi mulutnya cerewet minta ampun.

 

"Gue gak perlu lo ngomel di sini. Gak guna banget!" Aku melewati dia begitu saja sambil mendorong motorku yang mogok ini.

 

"Hei! Isti!" Arsen terus memanggil namaku, tetapi tetap tidak aku hiraukan.

 

"Sini, bareng gue aja." Arsen menahanku pergi.

 

"Haha, kena angin apaan lo? Tumben banget. Ada niat terselubung, ya?" Setelah gue mengatakan demikian, cowok ini langsung menutup mulut gue.

 

"Bawel lo! Jadi mau bareng apa enggak?" Kali ini aku melihat tatapan seriusnya. Serius, baru sekarang aku melihat dia seserius ini.

 

"Ya sudah, kalau lo maksa," jawabku singkat. 

 

"Idih! Siapa yang maksa? Terserah lo, gue gak maksa juga kali!" Dia memang selalu gak mau mengalah.

 

"Apa susahnya sih? Ngalah aja sama gue. Sekali aja. Bisa gak, sih? Gak usah banyak tingkah, ribet tahu!" ucap gue sembari melihat jam tangan yang sudah menunjukkan pukul 7.30. Setengah jam sudah berlalu. Pertengkaran yang tidak ada habisnya. Drama mulu.

 

"Siapa yang dari tadi bertingkah? Lo, kan? Cepat masuk mobil! Udah jam 7.30, nih!" Arsen narik aku masuk ke mobilnya.

 

"Ego lo harus diperkecil, Ti." Lagi-lagi dia ceramahi aku sepanjang perjalanan.

 

Beginilah Arsen, dari dulu tidak pernah mau mengalah. Bikin kesal terus kerjaannya. 

 

Tak lama, notif DM dari Nstaku pun terdengar.

 

[Nanti aku mau curhat boleh gak?]

 

Curhat? Abigrade mau curhat soal apa? Tumben.

 

[Boleh. Eh, btw, kok, kamu bisa main hp, sih? Lagi di belajar di sekolah, kan?]

 

Salah gak sih aku balas begini? Semoga dia gak tersinggung, deh. 

 

[Hm, ada masalah sedikit jadi aku agak telat.]

 

Oh, sama banget dengan kondisi aku sekarang. Apa ini yang dinamakan jodoh?

 

[Oh, oke. Semangat, ya. Semoga teratasi apa pun masalahnya itu.]

 

Senasib kita, Abigrade. Duh, benar, deh, jodoh mungkin, ya?

 

[Btw kamu juga gak apa main hp di kelas?] Abigrade kembali bertanya demikian.

 

[Kita sama. Aku juga ada masalah sedikit, jadi telat, deh. Huhu.]

 

Sebuah kebetulan, fix ini jodoh. Bisa banget kita berdua nasibnya sama. Kayaknya begini, deh yang kata orang-orang ini yang dinamakan jodoh. Ya, kayaknya kami memang berjodoh.

 

Tralalala .... Tralalala .... 

 

Aku mulai bersenandung.

 

"Berisik! Diam, dong!" Arsen protes.

 

"Apa sih? Ganggu aja!" Aku memukul bahunya.

 

"Suara cempreng gini ganggu tahu!" Dia mulai rese.

 

"Apa? Cempreng kata lo? Suara bangus begini lo bilang cempreng? Bisa gak, sih hargai orang sedikit. Sedikit aja. Belajarlah menghargai orang lain!" Aku mengomel, dia malah tutup telinga.

 

"Ya, terserah lo, deh. Cewek memang sulit ditentang. Sulit ditebak juga. Apa pun itu pasti cowok yang selalu salah. Ya, ya, kalian selalu benar. Cewek benar terus, cowok salah terus." Arsen langsung memasang handset.

 

Ya ampun! Greget banget aku. Arsen nyebelin banget!

 

"Berhentilah mengomel Adhisti Arshavina!" lanjut Arsen berkomentar.

 

"Gue gak ngomel, Sen! Gue diam! Puas?"

 

Omelan aku ini ditanggapi Arsen dengan tawaan. Senang banget dia lihat aku tak bisa berkata-kata lagi. 

 

Arsen adalah orang paling menyebalkan. Hidup aku bukannya tentram setelah kenal dia, ini malah sebaliknya. Menyusahkan!

 

"Lo punya dendam apa sih sama gue?" Aku mulai buka percakapan lagi.

 

Arsen tidak merespon sama sekali karena handset masih ada di telinganya. 

Aku lepaskan handset itu, lalu mengatakan kembali. “Lo punya dendam apa sih sama gue?”

Kedua mata kami berdua saling bertemu. Kami pun terdiam beberapa menit. 

"Apa sih? Ganggu aja? Gue lagi dengar lagu!" jawab Arsen, lalu dia memakai kembali handsetnya. 

 

Daftar Chapter

Chapter 1: Bab 1. Beginilah Kehidupan

1,038 kata

GRATIS

Chapter 2: Bab 2. Apa yang Dia Inginkan?

1,067 kata

GRATIS

Chapter 3: Bab 3. Melewati

1,080 kata

GRATIS
SEDANG DIBACA

Chapter 4: Bab 4. Masih Begini

1,085 kata

GRATIS

Chapter 5: Bab 5. Abigrade

1,077 kata

GRATIS

Chapter 6: Bab 6. Ingin Bekerja Sama

1,012 kata

10 KOIN

Komentar Chapter (0)

Login untuk memberikan komentar

Login

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama memberikan komentar!