')">
Progress Membaca 0%

Chapter 2: Langkah di Depan Rathaus Aachen

Acy Poetry 15 Aug 2025 618 kata
GRATIS

Langit Aachen berwarna kelabu pucat, seperti kanvas yang menanti guratan warna dedaunan gugur. Di depan Rathaus yang megah dan bersejarah, Slofa berjalan di samping kekasihnya. Mereka melangkah pelan menyusuri bebatuan trotoar. Daun-daun berguguran dari pohon-pohon tua, melayang perlahan, seolah memberi efek dramatis pada setiap langkah mereka.

Dito menggantungkan kamera DSLR di lehernya. Sesekali dia berhenti, memotret bangunan tua dengan jendela-jendela berbingkai gothic dan menara runcing yang terlihat gagah melawan waktu.

“Fa, kamu berdiri di situ sebentar,” katanya sambil menunjuk sebuah sudut di bawah pohon maple tua, yang daun-daunnya membentuk latar emas kemerahan.

 

Slofa menaikkan alis, tersenyum, lalu berdiri di tempat yang dimaksud sambil membenarkan syal rajut di lehernya. “Aku kayak model iklan teh tawar ya?” ujarnya sambil tertawa.

 

Dito membalas dengan klik kamera. “Teh tawar yang bisa bikin hati manis.”

 

“Klisenya kamu gak berubah!” Slofa mencibir manja, lalu berpose sambil mengangkat segenggam daun dan menebarnya ke udara. Daun-daun beterbangan di sekelilingnya, dan Dito menangkap momen itu tepat waktu.

 

“Perfect,” gumam Dito sambil melihat layar kameranya.

 

Langkah mereka berlanjut melewati lengkungan batu dan pintu kayu tua yang menjadi lambang sejarah kota. Di seberang, musisi jalanan memainkan lagu klasik dengan biola, menambah atmosfer seperti adegan dalam film Eropa.

 

“Kamu pernah mikir gak,” kata Slofa sambil memandangi Rathaus, “kalau kita ini juga sedang jadi tokoh di novel orang lain?”

 

Dito menoleh dengan senyum geli. “Asal bukan novel tragedi.”

 

“Enggak, lebih kayak novel yang santai, hangat, tapi tetap bikin deg-degan. Kayak kita,” balas Slofa.

 

Mereka duduk sebentar di bangku taman kecil di dekat air mancur tua. Slofa menyandarkan kepala di bahu Dito, sementara semilir angin menerbangkan rambutnya yang hitam. Bau tanah basah dan aroma roti panggang dari toko di sudut jalan bercampur menjadi latar yang sempurna.

 

“Aku suka Aachen di musim gugur,” katanya pelan. “Rasanya semua jadi lebih jujur. Lebih sunyi. Tapi sunyi yang nyaman.”

 

Dito membalas dengan suara rendah, “Mungkin karena kamu yang membuat musim ini terasa seperti rumah.”

 

Suasana di sekitar mereka seolah ikut menahan napas. Di tengah latar gothic dan dedaunan yang jatuh, cinta mereka bergema tanpa perlu banyak kata. Langkah pelan terus menyisir jalanan. Seketika Slofa berhenti di depan Katedral. Dia berdiri terpaku di depan Aachen Cathedral. Matanya membulat kagum. Bangunan itu menjulang anggun dengan arsitektur yang memadukan gaya Carolingian, Romanesque, dan Gothic. Seolah menjadi jembatan waktu yang menyatukan masa lalu dan masa kini.

 

“Dit... ini indah banget,” bisiknya, nyaris tak terdengar. Aku gak pernah bosan melihatnya.”

 

Dito mengangkat kameranya. “Katanya ini bangunan berkubah pertama di utara Pegunungan Alpen setelah zaman Romawi,” ucap Dito sambil memotret sudut-sudut bangunan.

Slofa mengangguk pelan. “Asal kamu tahu di dalam ada singgasana Charlemagne. Di lantai atas. Itu tempat para raja duduk saat penobatan.”

Dito melirik kekasihnya. Dia tersenyum melihat binar mata Slofa yang memancarkan  kekaguman tulus. 

“Dit,” katanya pelan, “kalau suatu hari kita menikah, aku mau foto prewedding di sini. Atau mungkin kita bisa Matrimoni di sana.” Antusiasme jelas sekali terpancar di wajahnya. 

“Kamu menikah dengaku, Fa?” tanya Dito. Tidak ada suara riang seperti Slofa. Namun, sebuah tatapan tulus yang mampu menembus hati Slofa. 

“Aku mau, Dit. Sangat mau. Tapi, kita berbeda.” Slofa diam. Dia memandangi ujung sepatunya. 

Ada helaan napas berat terdengar dari mulut Dito. Slofa menyadari sesuatu. Perempuan itu segera mengalihkannya. 

“Oh, ya, kata Arinda di ujung sana ada toko kue yang enak. Kita ke sana, yuk.” Dia menarik tangan Dito. Lelaki berambut ikal itu mengikuti langkah kekasihnya. 

Daftar Chapter

Chapter 1: Kehangatan di Musim Gugur

675 kata

GRATIS

Chapter 2: Langkah di Depan Rathaus Aache...

618 kata

GRATIS
SEDANG DIBACA

Chapter 3: Cemburu yang Sembunyi

577 kata

GRATIS

Chapter 4: Di Antara Dua Pilihan

734 kata

GRATIS

Chapter 5: Tuhan Hanya Satu

678 kata

GRATIS

Komentar Chapter (0)

Login untuk memberikan komentar

Login

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama memberikan komentar!