')">
Progress Membaca 0%

Chapter 2: PERMINTAAN IZIN

ERSANN 09 Sep 2025 1,039 kata
GRATIS

“Langit menciptakannya dengan puisi.

Manusia menguburnya dengan cemburu.”

.

.

“Na na na nana na na, na na na nana na na, na na na nana na na, na na na nana na na.”

Suara merdu nyanyian seorang gadis bersatu dengan desingan angin yang lumayan keras di sebuah kebun. Siluet seorang gadis muda menyatu dengan langit siang yang begitu biru. Helai rambut putihnya bergerak ke kanan dan ke kiri disapu angin. 

Kicauan burung mengikuti alunan nada dari mulut sang gadis yang sedang bernyanyi. Kaia menikmati waktu luangnya dengan bernyanyi dan memandangi alam sekitar. Mata merahnya hanya meniti pada tanaman tomat yang berjejer di kebunnya, mengawasi setiap pergerakan dedaunan seperti sedang menari.

Di tangannya terdapat kartu undangan yang diberikan pemuda berambut pirang tadi. Pandangannya yang hampir kosong sama sekali tidak berhenti menatap daun. Mulutnya terus menyanyikan nada-nada yang paling ia sukai untuk sedikit menurunkan kebingungannya terhadap sebuah pilihan.

"Kaia," panggil seorang wanita dari belakang tubuh gadis itu.

Kaia membalik badan. Menatap penuh binar kepada seorang wanita elok di depannya. Dia indah sama seperti dirinya. "Ibu," sahutnya sambil berjalan mendekat.

Angin yang begitu kencang membuat rambut putih bercorak biru milik perempuan itu ikut terbawa arus angin. Madea menarik rambut panjangnya ke belakang telinga, kemudian kedua tangannya menyambut pelukan sang putri.

"Kenapa di kebun? Masakan ibu sudah matang," bisik Madea lembut. Dari tutur katanya terasa jelas bahwa dia begitu sangat mencintai putrinya.

Kaia tersenyum lebar. Mempererat pelukannya pada sang ibu. Menikmati aroma tubuh Madea. Setelah beberapa saat baru ia melepas pelukannya dan berjalan beriringan dengan ibunya menuju rumah gubuk yang menaungi mereka berdua selama ini.

Rumahnya cukup sederhana. Semenjak ibu dan ayahnya berpisah ketika ia masih kecil, ibunya hanya bisa bekerja untuk mencukupi kebutuhan mereka, dan tidak bisa untuk membangun rumah. Mereka hanya bisa memperbaiki rumah sebisa mereka atau meminta bantuan tukang dengan biaya secukupnya.

Kaia juga selalu berusaha untuk bekerja, tetapi selalu saja berakhir dipecat hanya karena alasan ia perempuan yang bisa menghancurkan rumah tangga orang dengan wajah ayunya. Tidak hanya itu, ketika akhirnya ia memilih untuk berkebun, panennya terkadang gagal karena ulah para perempuan yang merusak kebunnya.

Sabar? Kaia sudah menerapkan semua petuah ibunya untuk terus bersabar. Ia bahkan hanya diam ketika melihat beberapa perempuan merusak kebunnya dan merusak nama baiknya. Namun, ternyata melihat kenyataan yang begitu menjengkelkan, Kaia masih saja merasa tidak adil dengan takdir yang berlaku.

Hanya karena rasa iri dan tidak suka sebagai sesama gender, mereka melakukan tindakan merugikan semua upayanya, hal itu membuat Kaia berkali-kali harus menahan tangis. Mungkin ia dibela oleh kaum pria, tetapi ia akan dihancurkan oleh kaum wanita, begitulah kenyataannya pahit yang selalu ia terima.

Menghela napas panjang. Kaia akhirnya menyuapkan satu sendok sop ke dalam mulutnya setelah beberapa menit hanya melamun sambil mengawasi interior rumahnya. 

"Kamu memikirkan apa, Nak?" tanya Madea setelah mengawasi putrinya yang sedang melamun. Dengan kelembutannya ia meraba punggung tangan anaknya, menatap teduh sang putri, dan tersenyum penuh ketenangan pada Kaia.

Merasa ibunya khawatir dengan dirinya, Kaia segera menatap ibunya sama teduhnya, dan menjawab, “Tidak, Bu, hanya saja Kaia membutuhkan saran dari Ibu.”

Masih dengan mengusap punggung tangan anaknya, Madea menaikkan alis pertanda ia sedang ingin tahu apa yang ingin anaknya sampaikan. Sebelum ia mengucapkan sepatah kata, sebuah kertas berhiaskan warna emas tergeser ke arahnya yang membuat ia melotot terkejut.

James House. Sebuah undangan untuk masuk kesebuah rumah hiburan yang berada di pusat Desa Sitrusseix. Rumah hiburan paling mewah dan berkesan, tidak hanya untuk mencari hiburan pada gadis-gadis, tetapi juga tempat bekerja yang sangat diidam-idamkan banyak orang.

Madea menatap undangan itu. Masih mengolah diri supaya ketika ia berbicara tidak menyakiti hati putrinya. Apapun yang berhubungan dengan rumah hiburan itu sangat buruk di pandangannya. 

"Kamu dapat ini dari mana, Kai?" tanya sang ibu dengan hati-hati. Madea tidak membuka undangan itu, karena ia sudah menebak apa isi undangan tersebut, sudah pasti undangan perjamuan atau tidak undangan untuk bekerja di sana.

"Dari Tuan James," jawab Kaia. Dia pula menceritakan bagaimana dia bertemu dengan James hingga undangan itu berada di tangannya. Tidak ada kebohongan atau hal-hal yang ia rubah kepada ibunya, pun ia membuka undangan itu di depan Madea guna mendapatkan kepercayaan sang ibu, padahal ia tidak sedang berusaha merayu ibunya untuk mengizinkan ia bertemu dengan James.

Mendengar cerita dari anaknya tidak membuat Madea menaruh rasa percaya kepada James. Namun, ia tidak bisa menutup kemungkinan bahwa bisa jadi orang bernama James tersebut akan memberikan pekerjaan kepada putrinya. 

Madea tidak bisa menutup mata bahwa anak gadisnya perlu bekerja. Tinggal di rumah dia selalu diganggu perempuan-perempuan berhati busuk. Sebagai ibu ia tidak tega kalau anaknya berada di lingkungan yang menjijikkan seperti ini. Oleh sebab itu ia harus memutuskan yang terbaik untuk anaknya.

"Kamu boleh menemui Tuan James ini dengan catatan kamu harus menjaga diri sebaik mungkin," tutur Madea sambil kembali mengusap punggung tangan anaknya dan meraba dagu putrinya, kemudian ia melanjutkan, “Ketika nanti kamu ditawari sebuah pekerjaan, mintalah pekerjaan yang bukan sebagai wanita penghibur, Nak.”

Sedikit terkejut dengan izin yang diberikan sang ibu. Kaia pikir ia tidak akan diberi izin untuk bertemu dengan James. Menganggukkan kepala, pelan-pelan ia menyadari maksud dari wejangan ibunya, dan ia perlu untuk mengingat bahwa pekerjaan menjadi wanita hiburan adalah yang paling buruk. 

Alih-alih menjawab sang ibu, Kaia memilih untuk menghambur ke pelukan sang ibu. 

Siang itu, Kaia menghabiskan waktu untuk membantu ibunya membersihkan dapur setelah makan selesai. Hingga menjelang sore, Kaia sudah bersiap untuk berangkat, dan sang ibu mengantarnya hingga benar-benar bertemu James di tempat yang sudah ditentukan.

Tidak, Madea tidak mengantar Kaia di sampingnya, tetapi ia bersembunyi di balik pohon besar untuk memantau anaknya yang akan dibawa pergi James menuju rumah hiburan di pusat desa. Bahkan setelah kepergian anaknya dengan dibawa kereta kuda mewah, Madea masih saja cemas jika nanti anaknya diperlakukan buruk. 

"Tidak ibu, tidak anak, sama-sama bejatnya," komentar seorang perempuan dari sisi lain.

"Anaknya suka merayu, ibunya suka menjual anaknya ke orang-orang mampu," ucap seorang gadis dengan nada yang sarkas.

Madea mendengar ucapan-ucapan buruk itu hanya bisa menggelengkan kepala, sebab merasa prihatin dengan ucapan jahat mereka, sama sekali tidak seindah warna lipstik yang mereka kenakan. 

Daripada terbawa oleh ucapan-ucapan mereka, lebih baik Madea melangkah pergi, dan meninggalkan dua wanita yang sedang terkena api amarah sebab komentar mereka tidak diindahkan.

"Wanita sialan!" umpat salah satu wanita itu sambil melihat punggung Madea.

 

Daftar Chapter

Chapter 1: KAIA KAAL

1,403 kata

GRATIS

Chapter 2: PERMINTAAN IZIN

1,039 kata

GRATIS
SEDANG DIBACA

Chapter 3: SIMPANG SIUR

1,116 kata

GRATIS

Chapter 4: PELAYAN VIP

1,347 kata

GRATIS

Chapter 5: PASAR GELAP

1,115 kata

GRATIS

Chapter 6: JAMES HOUSE

1,223 kata

10 KOIN

Chapter 7: PENYUSUPAN

993 kata

10 KOIN

Chapter 8: MALAM YANG TERTOLAK

1,137 kata

10 KOIN

Chapter 9: JATUHNYA BUNGA HATI

1,098 kata

10 KOIN

Komentar Chapter (0)

Login untuk memberikan komentar

Login

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama memberikan komentar!