')">
Progress Membaca 0%

Chapter 3: SIMPANG SIUR

ERSANN 09 Sep 2025 1,116 kata
GRATIS

"Langit menciptakannya dengan puisi. Manusia menguburnya dengan cemburu.”

.

.

"Aku dengar anakmu menjadi tidak terkendali," bisik seorang perempuan manis. Dia berjalan sambil menenteng tas-tas belanjaan berisikan sayur dan buah. Rambut cokelat pendeknya bergerak ke sana-sini ketika tubuhnya bergerak liar untuk mendekati teman baiknya. 

Melirik ke kiri di mana Ballen berada. Dia adalah satu-satunya perempuan yang berpihak kepadanya selaku ibu seorang gadis yang mempunyai paras rupawan. Madea memegang kantung belanjanya sedikit erat, kemudian balas berbisik, “Apa maksudmu, Ballen?”

Langkah kedua perempuan hampir paruh baya itu semakin cepat. Membelah lautan manusia yang berkeliaran di jalanan pasar. Mereka berdua seolah tidak peduli dengan keramaian dan terus fokus untuk saling berdekatan sambil menyuruh orang lain minggir memberi jalan. 

Melirik kanan dan ke kiri, sekiranya sudah sepi, Ballen melanjutkan ucapannya, “Katanya, Kaia melayani beberapa pria.”

"Kamu tahu dari mana!" tegas Madea dengan raut wajah tidak setuju, sebab anaknya tidak seperti itu, dia penurut dan baik hati. 

"Aku dengar dari beberapa orang di pasar kemarin." Ballen mengangkat tangan kanannya sebatas hidung, kain pakaiannya yang panjang menghalangi gerak bibirnya, dia begitu berhati-hati dalam berbicara. "Kamu terlalu gegabah Madea untuk mengizinkan anakmu masuk ke James House," lanjutnya. 

Mengalihkan perhatian dari Ballen. Madea mengawasi langit sekilas sebelum memusatkan fokusnya pada jalanan yang penuh hiruk pikuk dunia. Hatinya mulai bergetar, perasaan menyalahkan diri sendiri bermunculan, seandainya anaknya tidak pergi ke rumah bordil itu bagaimana? 

Melihat temannya menjadi khawatir, Ballen menarik bibirnya hingga menipis, pasti karena ucapannya yang ngawur. "Aku yakin ini cuma kabar miring, Made. Kaia, anakmu, tidak akan berbuat demikian. Aku percaya," katanya sambil menepuk bahu Madea pelan, dan ia mencoba meyakinkan melalui ekspresi wajahnya.

Madea menghela napas. "Aku ke sana dulu, kamu pergilah sebentar," pamitnya sambil menunjuk arah kanan. Dengan senyum paling ramahnya ia berpamitan. Mengayunkan tangan sekilas ke Ballen dan pergi ke sisi lain meninggalkan temannya yang terpaku di tempat. 

Madea melangkah lebih cepat untuk beberapa saat hingga kakinya mulai merasa lelah dan melambatkan jalannya. Ia harus menenangkan pikirannya, terlalu cemas tidak baik baginya, dan harus membangun kepercayaan kepada anaknya. Ia khawatir, ingin menemui putrinya segera, tetapi akses James House hanya dengan menggunakan kartu undangan. 

Pada akhirnya, ia hanya kembali ke rumahnya menggunakan rute perjalanan lebih jauh dari biasanya. Namun, ketika ia sampai di depan rumah, hatinya kian bergejolak karena pintu rumah telah terbuka lebar. Tidak ada yang membawa kunci rumah selain dirinya dan putrinya. 

Wajah Madea merona. Senyuman terbit dari belahan bibirnya. Kemudian langkah-langkahnya semakin cepat mendekati pintu. Kaki kanannya berhasil masuk, aroma cengkeh dan jahe bakar berhasil mengacau indra penciumannya, masakan yang lezat langsung teridentifikasi olehnya. 

Madea masuk ke dalam rumah, menuju dapur segera. Di sana, di dekat meja makan ada seorang gadis berambut putih panjang digerai, postur tubuhnya yang begitu mirip dengan sebuah jam pasir sangat familiar diingatannya.

Itu Kaia. Dia memakai pakaian merah muda. Anaknya yang ia tunggu kepulangannya. “Nak?”

Kaia menoleh, meninggalkan masakannya yang belum matang untuk segera meraih tubuh ramping ibunya dan mengeluarkan rasa rindu dalam dadanya. 

Hangat. Perasaan mereka tidak pernah berubah. Madea merindukan putrinya melebihi batas usianya. Memeluk erat anaknya, mengusap-usap punggung putrinya yang semakin kokoh, “Kamu agak kurusan, ya?”

Kaia hanya tersenyum. Ia mencium pundak ibunya tanpa menjawab pertanyaan dari ibunya. Saat ini lebih baik meluapkan segala rasa lelah dan rindunya dalam balutan kasih sayang ibunya. 

Pelukan terlepas bersamaan dengan bunyi alat masakan yang terdengar nyaring. Kaia bergegas mengangkat beberapa potong bebek yang ia panggang di sebuah open. Madea berjalan mengikuti anaknya sambil mengawasi. 

"Kamu baik-baik saja, nak?" tanya Madea setengah berbisik. Ia mencarikan sebuah loyang untuk wadah bebek panggang itu. 

Kaia tersenyum puas melihat hasil panggangan, warna kulitnya cokelat kemerah-merahan dan olesan bumbu berhasil meresap hingga lapisan terdalam, diam-diam ia merasa salut dengan bakat memasaknya. 

"Kenapa Ibu bertanya demikian? Kaia baik-baik saja." Menarik helaian rambut di sisi kiri wajahnya menuju ke belakang telinga, Kaia memiringkan kepala saat melihat wajah ibunya terlihat sedang menyelidikinya. "Apa yang ibu dengar dari orang-orang?" tanyanya kemudian. 

Berdehem sebentar. Madea agak malu bahwa putrinya menyadari keraguannya. Menaruh loyang di atas meja, membantu Kaia memindahkan tiap-tiap potongan daging bebek. “Aku dengar dari Bibi Ballen, kamu melayani pria di sana.”

Kaia buru-buru menyuruh ibunya untuk duduk, sambil menyiapkan makanan di piring untuk ibunya, ia berucap, “Aku menjadi pelayan di sana, Bu, tentu aku melayani tamu-tamu di sana. Bila Ibu berpikir aku melayani seseorang dengan tanda kutip, Ibu salah. Tuan James sangat baik meski terlihat jahat.”

"Tuan James hanya menyuruhku untuk menjadi pelayan pribadinya, hanya menyeduhkan minuman untuk tamu-tamunya tidak lebih, Bu. Terkadang aku juga melayani Tuan Christian, ternyata mereka saling kenal." Kaia menceritakan pekerjaannya di sana. 

Madea tersenyum lebar. Merasa lega bahwa putrinya tidak melakukan hal-hal kotor. “Tuan Christian? Anak tunggal dari Jenderal Christopher?”

Kaia mengangguk antusias. Menaruh piring berisikan makanan di depan ibunya. "Ternyata di sana banyak bangsawan, Bu. Kenalan Tuan James juga sangat banyak dari beberapa wilayah," seru Kaia sambil menata makanan untuk dirinya sendiri. 

"Ah, iya, Bu!" Kaia teringat sesuatu, segera dia mengambil sesuatu dari dalam tas berwarna putih, dan memberikannya kepada sang ibu. “Bu, ini gaji pertamaku. Ibu gunakan sebagiannya untuk merenovasi rumah, ya?”

Madea menatap amplop berwarna putih dengan logo keluarga James---ular yang melilit pada roda---dan menatap putrinya, “Pasti.”

Mereka sarapan bersama di ruang makan ala kadarnya. Makanan kali ini lumayan mahal, tetapi Kaia membelinya dengan uang gaji dari Tuan James, jadi mereka menikmatinya dengan rasa syukur. 

Setelah sarapan pun Kaia meminta tidur dengan dipeluk oleh Madea. Hari yang panjang itu menjadi sangat berharga. Madea selaku ibu terus mengusap puncak kepala anaknya yang terbaring di atas sofa dengan menggunakan pahanya sebagai bantal. Sudah dua jam berlalu dengan posisi ini, Madea tidak ingin berakhir begitu saja, dan putrinya tampak nyaman dengan posisi itu. 

Hingga... Kaia berpamitan untuk segera kembali ke James House. 

"Apa tidak terlalu cepat kamu pergi?" Madea mengikuti langkah kaki putrinya, perasaannya menjadi cemas, ia masih belum ingin berpisah dengan putrinya setelah dua puluh delapan hari tidak bertemu. 

"Waktu liburku hanya sampai sore saja, Bu," ujar Kaia sambil memakai mantel putih bersih nan tebal yang terbuat dari bulu domba. 

Madea menatap kain itu dengan lamat-lamat sebelum ia mengingatkan putrinya, “Lain kali, pakai baju yang agak besar, supaya tidak dilihat lawan jenis seenaknya.”

Kaia mengangguk. Matanya melirik payung di ujung ruang tamu, biasanya ia pergi menggunakan itu, saat ini sudah tidak memerlukannya lagi. Beralih menatap ibunya dan berkata, “Akan aku ingat, Bu. Aku pergi dulu.”

Madea kembali merasakan pelukan hangat putrinya. Dengan sayang ia usap punggung putrinya. "Pulang kapan saja, ya, nak," bisiknya sambil membukakan pintu. 

Ketika Madea melepaskan pelukan dan sudah membuka pintu, seseorang telah berdiri di depan rumah mereka dengan membawa beberapa orang prajurit dan sebuah kereta kuda mewah. 

“Tuan...?”

Daftar Chapter

Chapter 1: KAIA KAAL

1,403 kata

GRATIS

Chapter 2: PERMINTAAN IZIN

1,039 kata

GRATIS

Chapter 3: SIMPANG SIUR

1,116 kata

GRATIS
SEDANG DIBACA

Chapter 4: PELAYAN VIP

1,347 kata

GRATIS

Chapter 5: PASAR GELAP

1,115 kata

GRATIS

Chapter 6: JAMES HOUSE

1,223 kata

10 KOIN

Chapter 7: PENYUSUPAN

993 kata

10 KOIN

Chapter 8: MALAM YANG TERTOLAK

1,137 kata

10 KOIN

Chapter 9: JATUHNYA BUNGA HATI

1,098 kata

10 KOIN

Komentar Chapter (0)

Login untuk memberikan komentar

Login

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama memberikan komentar!