')">
Progress Membaca 0%

Chapter 4: PELAYAN VIP

ERSANN 09 Sep 2025 1,347 kata
GRATIS

Langit menciptakannya dengan puisi.Manusia menguburnya dengan cemburu.”

.

“Tuan...?”

Seorang pemuda berdiri gagah di depan pintu. Di tangannya terdapat sekuntum bunga mawar yang terarah ke depan. Senyum lebar pemuda itu berhasil menghipnotis Madea dan Kaia. 

Madea melirik putrinya. Sekuntum mawar merah itu sudah pasti untuk anaknya yang manis ini, tetapi siapa sangka bahwa pemuda tersebut justru memberikan ikatan bunga mawar yang besar tersebut kepadanya, membuat ia tertegun. 

"Tuan Christopher, Anda terlalu berlebihan," kata Madea pelan. Mengambil bunga tersebut dan memberikannya ke Kaia. Ia tersenyum sambil menyembunyikan rasa gugup. 

Pemuda yang disebut dengan nama Christopher itu menundukkan badan sekilas. Senyum menawannya masih saja ada. "Saya hanya membawakan hadiah kecil untuk calon pengantin perempuan saya, Nyonya," ujarnya penuh goda sambil melirik ke belakang tubuh Madea---dimana Kaia berada. 

Madea terkejut. Jantungnya berdentang keras. Darahnya seolah berhenti mengalir. Tak percaya pada kata-kata pemuda itu. Ia segera menoleh ke Kaia meminta penjelasan, tetapi yang ia lihat adalah putrinya yang sedang tersipu malu, dan hal itu membuatnya semakin terkejut. 

"Tuan Christopher, Anda benar-benar pandai bercanda. Silakan masuk." Pintu dibuka lebar oleh Madea. Kakinya melangkah mundur memberi ruang untuk Christopher dan tangan kanannya tergerak mengarah ke belakang untuk mempersilahkan. 

"Tidak perlu, Nyonya, saya datang untuk menjemput Nona Kaia." Christopher menolak dengan halus. Masih dengan senyuman manisnya, ia menggandeng pelan pergelangan tangan Kaia dan menarik gadis itu keluar dengan penuh kehati-hatian. 

Kaia melangkah maju. Kepalanya tertunduk dan pipinya merona. Semua itu tidak luput dari pandangan sang ibu. 

Madea lagi-lagi dibuat tertegun. Matanya menatap dua orang di hadapannya dengan bimbang. Ia senang bila putrinya diterima baik oleh orang lain, tetapi sebagai ibu, ia kurang bisa menerima kehadiran Christopher. 

Bahkan ketika Kaia berpamitan hingga masuk ke dalam kereta kuda mewah di depan sana, Madea tetap terdiam di ambang pintu. Ketika kereta itu pergi dengan meninggalkan jejak suara tapak kaki kuda serta memburamkan lambaian tangan seorang gadis, Madea tetap saja termangu. 

“Semoga Dewa melindungimu, Kaia. Semoga hatimu tetap bersih meski dunia mengotori namamu.” Kedua tangan Madea bertemu di depan dada, saling menggenggam, dan ia kemudian menunjukkan senyum penuh harap. 

Pertemuan-pertemuan selanjutnya Madea selalu mendapatkan putrinya yang kembali dengan ceria. Tidak pernah ia melihat wajah semanis itu selama ini. Masakan enak, baju mewah, renovasi rumah dan menanam sayuran berkualitas tinggi telah mereka rasakan berkat uang gaji Kaia. 

Namun, dua kali pertemuan ini, putrinya pulang selalu dengan membawa wajah cemberut, dan hari ini dia datang dengan tangan yang penuh dengan plaster organik. 

"Apa yang kamu sembunyikan dari Ibu, Kaia?" Tanpa merubah rasa perhatian sayangnya, Madea mengintrogasi Kaia, di sisi lain ia ketakutan bila putrinya mengalami kekerasan. 

Kaia yang terbaring di sofa tidak menjawab. Ia justru semakin menyamankan kepalanya ke paha ibunya. Kedua tangannya saling meraba seperti sedang menyembunyikan sesuatu, sedangkan kulit tangannya memerah penuh ruam. 

"Akhir-akhir ini, Teman-teman perempuanku menjadi agak sensitif kepadaku, Bu. Mereka iri dengan pencapaianku. Mereka cemburu aku dekat dengan Tuan James dan Tuan Christopher." Kaia bercerita. Matanya menatap ke bagian tangan kirinya yang sudah penuh dengan obat. Perasaan jengkel muncul di sudut hatinya. 

Nafas Madea tercekat. Pada akhirnya takdir Kaia akan seperti biasanya. Diancam karena kecantikannya. “Apa kamu sudah mengatakan ini ke Tuan James?”

Kaia mengangguk singkat. 

"Lalu bagaimana?" Madea mengusap rambut putrinya yang panjang. Menyisirnya menggunakan jemari rampingnya.

"Aku akan menjadi pelayan VIP, Bu. Katanya disana tidak terlalu banyak pelayan." Kaia mendongak, menatap ibunya senang, terlihat ada rona merah di pipi gadis cantik itu. 

Madea hendak membalas ucapan putrinya ketika pintu tiba-tiba terketuk ringan. Kaia segera berdiri dan pergi membukakan pintu. Ternyata Christopher sudah berada di luar rumah siap untuk membawa Kaia kembali ke James House. 

"Bu, aku berangkat lagi," kata Kaia sambil berjalan cepat ke ibunya, memeluk perempuan yang begitu ia sayangi dengan erat, kemudian mengambil payungnya dan pergi sembari melambaikan tangan ke Madea.

"Aku akan pulang minggu depan, Bu!" Kaia melambaikan tangan dari dalam kereta kuda. 

Christopher ikut melambaikan tangan  di samping Kaia dengan senyum yang begitu lebar. 

Madea membalas lambaian tangan mereka berdua, tetapi pikirannya terjatuh pada payung yang dibawa anaknya. Ia menatap ke sudut ruangan di mana payung itu terus bersembunyi. 

"Tumben dia membawa payungnya lagi," bisik Madea lirih. 

"Pelayan VIP?" Ballen melotot. Lidahnya kaku. Tenggorokannya menjadi kering. Segera ia meraih teh melati di atas meja dan meminumnya dengan paksa hingga kerongkongannya terasa sakit untuk menelan air. 

Mendengar cerita dari teman sebayanya yang merasa khawatir dengan sang putri, justru membuat ia ikut merasa khawatir. "Made, sepertinya Kaia terlalu polos masuk ke sana!" Ballen berkata dengan suara yang bergetar. 

Madea mengerutkan kening. Dari reaksi temannya sudah menggiring dirinya ke perasaan buruk, kemudian ia bertanya, “Apa kamu tahu sesuatu?”

"Apa Kaia sama sekali tidak memberitahumu? Atau dia memang bodoh hingga tidak tahu apa itu pelayan VIP?" Ballen justru balik bertanya dengan raut wajah yang begitu tegang. Alis wanita berambut cokelat pendek itu menukik tajam. 

"Katakan padaku, apa yang kamu ketahui?" Madea yang tidak sabar segera menggoyang kedua bahu Ballen menggunakan kedua tangannya. 

"Madea, pelayan VIP itu pelayan yang dibayar oleh orang-orang untuk bersetubuh dengan mereka! Dan anakmu, anakmu... " Ballen tidak bisa melanjutkan kata-katanya, suaranya terhenti di tengah tenggorokan, dan kepalanya menggelengkan kepala tidak percaya. 

Ballen mengacak-acak rambutnya hingga seperti rambut jagung. Anak gadis yang ia besarkan, yang tumbuh dengan bantuannya, sekarang tidak selamat. Keponakannya yang ia kasihi telah masuk neraka. 

Mata Madea terbelalak. Kali ini seluruh tubuhnya terasa remuk. Kepalanya menjadi sangat pusing. Bila sampai itu terjadi, anaknya pasti akan hancur, tetapi mengapa Kaia tidak memberitahunya? Apa anaknya tidak tahu maksud pelayan VIP? Sangat tidak mungkin bahwa anaknya tidak diberi penjelasan oleh James mengenai apa saja yang dikerjakan seorang pelayan VIP. 

Apa anaknya setuju? Apa anaknya sudah keluar jalur? Apa anaknya benar-benar menyetujui keputusan James ini? Apa anaknya sungguh tidak peduli dengan ibunya yang selalu khawatir ini? 

Ia tahu bahwa James House terkenal sebagai rumah bordil, tetapi dari cerita Kaia, dia hanya melayani James dan Christopher tanpa membuang bajunya itu ucapan paling jujur anaknya. Apa selama ini ia dibohongi? 

Tidak. Anaknya tidak pernah berbohong.  "Dewa… Jangan katakan kalau semua senyum Kaia, semua cerita polosnya, hnyalah topeng untuk menutupi neraka yang sebenarnya ia jalani," batin Madea. 

Madea berdiri dari kursinya dengan hentakan, nafasnya memburu, seolah ada api yang mendorongnya untuk segera pergi. Namun, tangan Ballen dengan cepat meraih pergelangannya, mencengkeram kuat.

“Mau ke mana?” suaranya berat, seperti perintah yang tak bisa dibantah.

“James House!” teriak Madea, matanya liar, penuh kegelisahan yang tak bisa disembunyikan.

Ballen memicingkan mata, wajahnya menegang. “Kamu gila?!” serunya. 

“Kamu tidak bisa ke sana tanpa kartu pengenal dari rumah bordil itu! Kalau kamu datang tanpa undangan—” Ballen menarik lengan Madea lebih keras, hampir menjatuhkannya kembali ke kursi, “Penjaga akan memperlakukanmu seperti tikus!”

Madea meronta, dadanya naik-turun, suaranya pecah oleh amarah. “Bagaimana bisa aku tidak ke sana?!” Ia menatap Ballen dengan mata berkaca-kaca seolah dunia akan runtuh bila ia tidak berangkat. 

“Dengan kartu atau tanpa kartu, aku akan tetap ke sana!” putus Madea sambil berusaha melepaskan diri dari genggaman tangan Ballen. 

Ballen menggertakkan giginya, lalu tiba-tiba mendesak, ucapannya cepat, tajam. “Kamu bisa membelinya!”

Kata-kata itu membuat Madea terdiam sepersekian detik. Matanya bergetar, seakan masih ragu apakah ada harapan di dalam nada Ballen. “Di mana?” bisiknya, lebih seperti ancaman daripada pertanyaan.

“Di James House,” jawab Ballen, kemudian mencondongkan tubuh ke Madea, “Sebagai tamu pertama, tapi harganya… lima puluh koin emas.”

Wajah Madea meredup seketika. Jantungnya seakan terhempas ke tanah. Lima puluh koin emas—jumlah yang bahkan tidak mungkin ia kumpulkan seumur hidup. Bahkan gaji Kaia pun belum bisa tembus sampai lima puluh koin emas dalam waktu dekat. 

Ballen menatapnya lama, lalu suaranya merendah, “Namun… kalau di pasar gelap, kamu bisa mendapatkannya hanya dengan satu koin emas.”

Madea mengangkat wajahnya perlahan, matanya berbinar penuh harapan. “Di mana itu?”

Ballen melepaskan cengkeramannya, lalu bersandar dengan senyum samar, dan berucap, “Ikut aku malam ini. Kebetulan, aku juga punya urusan di sana.”

Keheningan sesaat mengisi udara. Madea mengepalkan tangan, jari-jarinya bergetar, lalu mengangguk penuh kebencian sekaligus keberanian. “Ya. Aku akan ke rumahmu.”

 

Daftar Chapter

Chapter 1: KAIA KAAL

1,403 kata

GRATIS

Chapter 2: PERMINTAAN IZIN

1,039 kata

GRATIS

Chapter 3: SIMPANG SIUR

1,116 kata

GRATIS

Chapter 4: PELAYAN VIP

1,347 kata

GRATIS
SEDANG DIBACA

Chapter 5: PASAR GELAP

1,115 kata

GRATIS

Chapter 6: JAMES HOUSE

1,223 kata

10 KOIN

Chapter 7: PENYUSUPAN

993 kata

10 KOIN

Chapter 8: MALAM YANG TERTOLAK

1,137 kata

10 KOIN

Chapter 9: JATUHNYA BUNGA HATI

1,098 kata

10 KOIN

Komentar Chapter (0)

Login untuk memberikan komentar

Login

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama memberikan komentar!